1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam mulia yang mempunyai manfaat yang penting bagi manusia. Pemanfaatan emas antara lain sebagai perhiasan dan seni, digunakan dalam kedokteran gigi, dan produk industri seperti produk teknologi (komputer, peralatan komunikasi, dan pesawat ruang angkasa), dan industri elektronik (cetakan papan sirkuit, konektor, kontraktor keyboard, sirkuit miniatur, dan dalam semikonduktor) (EPA, 1994). Karena kebutuhan terhadap logam emas yang semakin besar maka dilakukan proses penambangan dan pengembangan – pengembangan dalam ekstraksi bijih emas. Banyak metode yang sekarang digunakan untuk ekstraksi emas didasarkan pada teknik yang telah dikenal selama berabad – abad. Gravitasi konsentrasi, amalgamasi, sianidasi, klorinasi, presipitasi seng, dan karbon atau adsorpsi arang adalah proses yang telah dikenal lama dan sebagai dasar untuk pengolahan emas. Sianidasi merupakan prinsip utama dalam teknik ekstraksi emas, dan digunakan dalam proses hidrometallurgi (Marsden dkk, 1987). Meskipun mempunyai sifat yang beracun, namun sianida paling banyak digunakan. Sianidasi merupakan metode yang relatif murah untuk ekstraksi bijih emas yang bermutu tinggi sementara tangki yang digunakan harus lebih tinggi (EPA, 1994). Sianida adalah zat kimia yang dikenal baik publik sebagai zat pembawa yang mengandung racun yang sangat tinggi. Pada abad ke-20 gas HCN digunakan sebagai gas ruangan dalam perang dunia ke-II, di dalam penjara untuk eksekusi para kriminal yang dapat menimbulkan kematian, dan juga sebagai agent zat kimia dalam peperangan (Baskin dkk, 1997). Risiko utama yang berhubungan dengan penggunaan sianida adalah terpaparnya para pekerja oleh gas hidrogen sianida (Greatmining, 2009). Pada pekerja menghirup gas hidrogen sianida dengan konsentrasi sebesar 220 - 270 ppm akan menyebabkan kematian dengan segera (Hebert dkk, 1993). Menghirup gas 2 hidrogen sianida sebesar 181 ppm akan menimbulkan kematian setelah terpapar selama 10 menit, dan 135 ppm gas hidrogen sianida yang dihirup akan menyebabkan kematian setelah terpapar selama 30 menit (ATSDR, 2006). Konsentrasi sianida paling tinggi terutama ditemukan pada hati, paru-paru, darah, dan otak (WHO, 2004). Batas konsentrasi sianida di udara yang diijinkan adalah 5 mg/m 3 (Sittig, 1985). Ketika kontaminan dilepaskan ke dalam lingkungan banyak faktor yang berpengaruh seperti transport, akumulasi, transformasi, dan degradasi. Model fugasitas berusaha memprediksi partisi bahan kimia di dalam lingkungan. fugasitas menggunakan konsep fugasitas untuk menentukan partisi di dalam air, dan udara dalam keadaan stabil (Koprivnjak dkk, 1996). Pada level I diasumsikan kompartemen air dan udara dalam keadaan sistem tertutup, ekuilibrium, stabil, dan persamaan kesetimbangan massa. Konsep penting pada model fugasitas level I adalah kehadiran dari total sejumlah zat kimia harus sama dengan penjumlahan sejumlah individu zat kimia pada kompartemen lain (Mackay, 2001) Sifat zat kimia tertentu di lingkungan dapat diukur secara langsung terutama konsentrasi. Sifat zat kimia lainnya tidak dapat diukur secara langsung, terutama fluks seperti kecepatan penguapan, persistensi, dan jarak pelepasan bahan kimia (migrasi). Mereka hanya dapat diperkirakan dengan menggunakan model. Dengan demikian, kita membutuhkan bantuan dari alat menghitung yang akan menerima data masukan yang tersedia, memproses, dan memberikan data keluaran yang relevan. Ini adalah peran dari model terutama model fugasitas. Prediksi model ini tidak mungkin akan sangat akurat, tetapi model dapat konsisten, berulang, transparan dan dapat divalidasi sampai batas tertentu dengan membandingkan prediksi dari model dengan pengamatan langsung di lapangan (OECD,2001).