7 Bab II Tinjauan Umum II.1. Metode Penambangan Bawah Tanah II.1.1. Metode Penambangan Sublevel Stoping Bijih yang berada jauh dibawah permukaan direncanakan untuk ditambang dengan metode tambang bawah tanah. Sebagai awal proses pemilihan metode penambangan yang sesuai, metode Nicholas (1981) kemudian digunakan untuk memberikan gambaran awal terkait metode penambangan yang sesuai dengan karakteristik bijih dan batuan samping. Metode Nicholas akan memberikan ranking dari setiap metode yang penambangan, dan dari proses ini, kemudian dipilih metode sublevel stoping. Stope yang selesai ditambang akan di back fill dengan material cemented tailing. Sehingga metode ini kemudian dinamakan sublevel stoping with delayed back-fill. Back Fill ditujukan untuk meningkatkan mining recovery (“menggantikan pillar”). Stope penambangan memiliki dimensi tinggi 13.5 m dan lebar stope 6 m. Penambangan stope ini dilakukan tegak lurus terhadap strike dari ore body seperti ditujukkan Gambar II.1. Stope dibagi menjadi beberapa zona penambangan di mana penambangan dilakukan secara overhand (dari bawah ke atas). Pada fase awal, portal sebagai akses development akan dikonstruksi di area open pit yang telah selesai ditambang. Konstruksi akses development akan dibuat dari portal hingga elevasi atau Request Level (RL) 224. Hal ini untuk mendukung target penambangan awal di RL tersebut. Kemudian penambangan dilakukan secara over hand. Setiap 3 level stope yang ditambang maka akan disisakan sill pillar dengan geometri yang serupa dengan stope yaitu tinggi 13.5 m. Nantinya sill pillar ini akan ditambang diakhir periode. Jika fase awal penambangan ini telah selesai, maka akan dilanjutkan dengan menambang stope di level yang lebih bawa, yaitu RL 129.5 kemudian dilanjutkan pada RL 35. 8 Gambar II.1 Geometri Stope dan Ore Drift – Section View Penambangan level stope dimulai dengan development ore drift dari sisi footwall menembus setebal orebody menuju sisi hangingwall. Kemudian aktivitas produksi dilanjutkan dengan melakukan fan drilling-blasting secara retreat dari hangingwall menuju footwall yang terbagi dalam beberapa blok stope. Ore hasil peledakan dari stope kemudian diangkut keluar tambang dengan menggunakan dump truck. Penambangan stope antar sublevel tidak dapat dilakukan pada stope yang berdekatan. Ketika suatu stope ditambang, stope yang berdekatan dibiarkan sebagai pillar. Setelah stope ditambang akan di-filling menggunakan cemented tailing material. Filling material pada stope akan dibiarkan untuk curing sampai mencapai kriteria kekuatan filling lebih kurang 0.75 MPa. Setelah filling siap, maka penambangan pada stope yang berdekatan dapat dilakukan. Penambangan antar level akan dilakukan secara overhand dimana level stope di posisi bawah akan ditambang terlebih dahulu dilanjutkan level stope di atasnya. 9 Ore dari hasil penambangan bawah tanah kemudian akan diangkut ke permukaan menggunakan truck berkapasitas 7.5 m 3 . Selanjutnya ore ini akan di dumping di stockpile sementara yang berada dekat dengan portal. Ore yang berada di stockpile sementara akan angkut ke crusher untuk dilakukan pengecilan ukuran sebelum diolah lebih lanjut. Untuk penelitian ini, ketika stope ditambang maka akan mencakup aktivitas development level access dan ore drift, penambangan stope, dan backfilling. II.1.2. Dilusi dan Mining Recovery Metode penambangan sublevel stoping memerlukan stope layout dan batas bijih yang lurus. Dalam sebuah stope semua adalah bijih dan tidak ada peluang untuk mengembalikan mineralisasi kecil di wall rock (Hughes dan Pakalnis, 2011). Metode ini memerlukan informasi tentang batas bijih seperti ditunjukkan Gambar II.2. Salah satu kelemahan metode stoping adalah terjadinya dilusi dari penambangan stope. Stope yang ditambang sulit untuk dipisahkan antara bijih ekonomis dan pengotor. Oleh sebab itu, semua bijih non ekonomis akan ikut tertambang saat dilakukan penambangan stoping. Terdapat dua konsep dilusi, planned dilution dan unplanned dilution. Planned dilution atau internal dilution terjadi karena adanya inklusi material pengotor di dalam ore body, sehingga tidak dapat dipisahkan secara selektif sebagai waste selama penambangan. Sedangkan unplanned dilution atau external dilution dapat disebabkan oleh overbreak atau slough dari wall selama penambangan stope. Estimasi unplanned dilution pada kajian ini menerapkan metode oleh Clark dan Pakalnis (1997) dengan menghitung volume overbreak rata-rata terhadap area permukaan stope yang selanjutnya didefenisikan sebagai ELOS ( linear equivalent over-break/slough). Ilustrasi ELOS ini dapat dilihat pada Gambar II.3. 10 Gambar II.2 Dilusi pada Stope (Scoble dan Moss, 1994) Analisis ELOS dilakukan pada semua domain geoteknik dan dari hasil analisis ini, estimasi nilai ELOS digunakan dalam desain stope. Sehingga perhitungan volume stope telah mempertimbangkan ELOS/unplanned dilution. Berdasarkan hasil estimasi ELOS, perhitungan volume stope untuk sisi wall dan back di expand sebesar 0.5 m hingga 2 m. 11 Gambar II.3 Ilustrasi ELOS II.1.3. Kestabilan Batuan Daerah Penambangan Kestabilan massa batuan merupakan permasalahan yang umum dihadapi dalam proses penambangan sebagai akibat aktivitas perpindahan massa batuan. Perpindahan batuan pada penambangan bawah tanah menyebabkan stope/lubang bukaan menjadi tidak stabil sehingga mengakibatkan terjadinya rock collaps, rock burst, rock fall. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, dilakukan analisa kategori peyangga. Rekomendasi penyangga secara empiris idasarkan pada nilai klasifikasi massa batuan Q untuk setiap domain geoteknik dan rekomendasi penyangga yang dibuat secara empiris oleh Barton. Rekomendasi kategori penyangga dibuat untuk masing-masing lebar tunnel 4 m, 5 m dan 6 m. Lebar tunnel 4 m digunakan pada akses di foot wall drive (FWD) dan level access, lebar tunnel 6 meter digunakan pada akses ore drift, sedangkan lebar tunnel 5 meter digunakan pada akses decline. Gambar II.4 menunjukkan tipe tunnel pada desain penambangan. Dengan pertimbangan rekomendasi penyangga secara empiris dan pertimbangan good mining practice, pembagian jenis ground support dibagi kedalam 4 ketegori yaitu: Type I untuk nilai Q > 1, Type II untuk nilai 0.7 < Q < 1, Type III untuk nilai 0.2 < Q < 7, dan Type IV untuk nilai Q < 0.2. 12 Ringkasan untuk rekomendasi tipe penyanggaan pada berbagai macam lebar tunnel dapat dilihat pada Tabel II.1. Pada desain penambangan bawah tanah studi kasus, hanya terdapat Type II dan Type III seperti ditunjukkan Tabel berikut. Gambar II.4 Tipe Tunnel pada Desain Penambangan – Section View 13 Tabel II.1 Tipe Ground Support Tunnel Ground Support Type Tunnel Size 4 mW x 4.5 mH 5 mW x 4.5 mH 6 mW x 4.5 mH Type I (Q>1) Systematic Bolting Galvanized 2.4 m long @1.5m x 1.5m spacing Systematic Bolting Galvanized 3.0 long @1.5m x 1.5m spacing Systematic Bolting Black 3.0 m long @1.2m x 1.2m spacing Weldmesh, 5.6 mm, 100mm x 100mm Aperture Weldmesh, 5.6 mm, 100mm x 100mm Aperture Weldmesh, 5.6 mm, 100mm x 100mm Aperture Additional Shotcrete 50mm thickness (for Main Decline Access) Type II (0.7<Q<1) Systematic Bolting Galvanized 2.4 m long @1.5m x 1.0m spacing Systematic Bolting Galvanized 3.0 long @1.5m x 1.0m spacing Systematic Bolting Black 3.0 m long @1.0m x 1.0m spacing Fibre Reinforced Shotcrete 50mm thick down to floor and then mesh down to 1.5m from the floor Fibre Reinforced Shotcrete 50mm thick down to floor and then mesh down to 1.5m from the floor Fibre Reinforced Shotcrete 50mm thick down to floor and then mesh down to 1.5m from the floor Minimum 300 mm mesh overlap in each direction Minimum 300 mm mesh overlap in each direction Minimum 300 mm mesh overlap in each direction Type III (0.2<Q<0.7) Systematic Bolting Galvanized 2.4 m long @1.0m x 1.0m spacing Systematic Bolting Galvanized 3.0 m long @1.0m x 1.0m spacing Systematic Bolting Black 3.0 m long @1.0m x 1.0m spacing. Two 15.2mm cable bolts @4.0 m long in the back 14 Ground Support Type Tunnel Size 4 mW x 4.5 mH 5 mW x 4.5 mH 6 mW x 4.5 mH Fibre Reinforced Shotcrete 75mm thick down to floor and then mesh down to 1.5m from the floor Fibre Reinforced Shotcrete 75mm thick down to floor and then mesh down to 1.5m from the floor Fibre Reinforced Shotcrete 75mm thick down to floor and then mesh down to 1.5m from the floor Minimum 300 mm mesh overlap in each direction Minimum 300 mm mesh overlap in each direction Minimum 300 mm mesh overlap in each direction Type II (Q<0.2) Systematic Bolting Galvanized 2.4 m long @1.0m x 1.0m spacing Systematic Bolting Galvanized 3.0 m long @1.0m x 1.0m spacing Systematic Bolting Black 3.0 m long @1.0m x 1.0m spacing. Two 15.2mm cable bolts @4.0 m long in the back Fibre Reinforced Shotcrete 75mm thick down to floor and then mesh down to 1.5m from the floor. Second 50mm Shotcrete layer on the top Fibre Reinforced Shotcrete 75mm thick down to floor and then mesh down to 1.5m from the floor. Second 50mm Shotcrete layer on the top Fibre Reinforced Shotcrete 75mm thick down to floor and then mesh down to 1.5m from the floor. Second 50mm Shotcrete layer on the top Minimum 300 mm mesh overlap in each direction Minimum 300 mm mesh overlap in each direction Minimum 300 mm mesh overlap in each direction.