II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Drainase Berwawasan Lingkungan Sistem drainase berwawasan lingkungan merupakan sebuah konsep drainase yang mengutamakan kualitas dari lingkungan serta kehidupan manusia dalam tahap perencanaan, konstruksi, dan perawatannya. Pendekatan menggunakan konsep sistem drainase berwawasan lingkungan dapat menyajikan solusi bersifat kuantitatif mencakup pencegahan penyebaran polutan, mengurangi volume air limpasan permukaan di wilayah sumber, dan membangun struktur fisik untuk menerima air limpasan permukaan dari bagian hulu sampai hilir. Pada intinya, penerapan konsep drainase berwawasan lingkungan pada suatu wilayah terbangun berusaha memimik kondisi alami sehingga neraca hidrologi di wilayah tersebut tetap terjaga seimbang. Perbedaan kondisi neraca hidrologi antara kondisi natural dan kondisi terbangun dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2. Gambar 2.1 Neraca hidrologi pada suatu daerah tidak terbangun (Houle dkk, 2000) II-2 Gambar 2.2 Neraca hidrologi pada suatu daerah terbangun (Houle dkk, 2000) Perbandingan antara kondisi wilayah terbangun (kedap) serta kondisi sebelum adanya pembangunan terhadap kuantitas air limpasan permukaan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Dampak pembangunan terhadap kuantitas air limpasan permukaan (Envrionment Agency, 2006) Sistem drainase konvensional hanya memiliki fokus secepat – cepatnya menyalurkan air limpasan permukaan dari sumber ke badan air II-3 permukaan terdekat. Hal ini menimbulkan dampak jangka panjang yang negatif bagi masyarakat yang tinggal di daerah hilir. Seiring dengan meningkatnya peristiwa banjir di kawasan hilir pada periode puncak hujan, maka diterapkan konsep baru yang berusaha untuk mengurangi kuantitas air limpasan yang disalurkan ke badan air terdekat. Selain mengurangi potensi terjadinya banjir di daerah hilir, metode ini juga memberikan dampak positif terhadap persediaan air tanah serta tetap menjaga kualitas air yang diinjeksikan ke dalam tanah. Gambar 2.4 Rangkaian sistem manajemen air limpasan permukaan berwawasan lingkungan (Environment Agency, 2006) Konsep drainase berwawasan lingkungan harus diintegrasikan pada setiap tahap dalam rencana pembangunan suatu wilayah agar rancangan yang dihasilkan dapat mengantisipasi air limpasan secara efisien. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4, penerapan konsep drainase berwawasan lingkungan di tiap tahap akan memungkin kan terjadinya pengolahan air limpasan baik secara kuantitas maupun kualitas. Fleksibilitas dari konsep drainase berwawasan lingkungan ini memberikan pilihan yang luas bagi engineer untuk menciptakan rancangan yang sesuai dengan kondisi alam serta kebutuhan penduduk dari wilayah yang dilayani. Sesuai dengan yang dijelaskan dalam Pengantar untuk Sustainable Urban Drainage System yang dikeluarkan oleh Environment Agency (2006), II-4 jenis sistem drainase berwawasan lingkungan dapat dibagi menjadi 3 sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya, yaitu: 1. Mereduksi kuantitas air limpasan permukaan dari sumber (pengendalian dari sumber). 2. Memperlambat kecepatan dari limpasan air permukaan sehingga meningkatkan potensi terjadinya pengendapan polutan yang terbawa dalam aliran air limpasan serta infiltrasi air limpasan ke dalam tanah. 3. Menampung air limpasan permukaan sebelum dialirkan ke badan air terdekat (stabilisasi debit air limpasan). Untuk menyelesaikan permasalahan yang spesifik, penerapan rancangan dari masing – masing kelompok di atas umumnya tidak disarankan karena dianggap tidak akan menghasilkan solusi yang efisien. Apabila tidak memungkinkan untuk menerapkan sistem drainase berwawasan lingkungan secara sempurna pada suatu rancangan maka modifikasi dari tujuan di atas dapat ditambahkan pada sistem drainase yang sudah ada sebelumnya. Beberapa teknik pengelolaan dari sistem drainase berwawasan lingkungan dapat diidentifikasi ke dalam lebih dari satu kelompok. Reduksi kuantitas air limpasan permukaan merupakan langkah yang sebaiknya diterapkan pertama kali, kapasitas dari sistem untuk mereduksi air limpasan akan menentukan jenis dan dimensi sistem drainase untuk wilayah yang berada setelahnya. Metode yang sering digunakan adalah rainwater harvesting dan injeksi air limpasan ke dalam tanah melalui infiltrasi, sesuai dengan tipe dan kondisi tanah. Seiring dengan tahap reduksi kuantitas air limpasan, pemulihan kualitas air juga harus diperhatikan demi optimalnya proses infiltrasi. Penerapan desain sistem penahan air limpasan untuk mencegah overflow pada badan air penerima atau daerah hilir serta untuk memperbaiki kualitas air limpasan dapat dilakukan apabila kedua sistem yang sebelumnya tidak dapat mengatasi masalah yang ada. Penerapan sistem drainase berwawasan lingkungan pada suatu rancangan pembangunan wilayah dapat memberikan beberapa keuntungan, yaitu: II-5 a. Menjaga kualitas air tanah serta biodiversitas di badan air b. Mengembalikan rezim aliran yang berubah pada daerah terbangun ke kondisi alami. c. Menurunkan potensi terjadinya banjir d. Menurunkan potensi terjadinya pencemaran pada badan air dari polutan yang terbawa pada air limpasan permukaan e. Menghasilkan rancangan sistem drainase yang proporsional terhadap kondisi alam serta kebutuhan masyarakat lokal f. Meningkatkan cadangan air tanah melalui proses infiltrasi air limpasan 2.1.1 Kolam retensi Kolam retensi merupakan sebuah cekungan yang terisi air secara permanen dan digunakan untuk menampung dan menahan air limpasan, baik secara langsung dari hujan maupun dari permukaan yang lebih tinggi. Air limpasan yang ditampung dalam kolam retensi akan secara perlahan dialirkan keluar menuju ke badan air terdekat selama beberapa hari, secara perlahan kembali ke kondisi kedalaman air yang normal. Desain kolam retensi harus memungkinkan terjadinya rotasi saat air limpasan dari periode hujan yang lebih baru mengisi kolam, sehingga air limpasan dari periode hujan yang lebih lama dapat keluar terlebih dahulu. Karakteristik desain yang diperlukan adalah lokasi, volume inflow air limpasan, waktu retensi hidrolis, serta perawatan yang dibutuhkan dari kolam. Desain kolam yang berbentuk panjang dan sempit lebih banyak dipilih untuk meminimasi terjadinya short circuit pada aliran air limpasan di dalam kolam. Penambahan vegetasi di dalam kolam juga dapat meningkatkan performa purifikasi, melalui filtrasi secara fisik dan pengolahan secara biologis. 2.2. Ekosistem Sawah Sawah merupakan lahan basah buatan yang sangat penting di Indonesia, karena sawah menghasilkan beras yang merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Pada awalnya, II-6 kegiatan bersawah di Indonesia dilakukan secara tradisional di lahan yang tidak terlalu luas dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. Namun seiring dengan meningkatnya populasi penduduk yang kemudian mendorong meningkatnya kebutuhan beras maka kegiatan bersawah mengalami modifikasi besar – besaran yang bertujuan untuk mengoptimalkan hasil yang diperoleh. Salah satu dampak yang sampai saat ini masih tertinggal adalah banyaknya jumlah petak sawah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. (Puspita dkk, 2005) Menurut Tim Peyusun Kamus Penebar Swadaya (1997), sawah merupakan lahan basah buatan yang dibatasi oleh pematang (galangan) yang digunakan untuk menanam padi dengan pengairan teknis, tadah hujan, atau pasang surut. Ekosistem sawah selalu digenangi air dalam periode tertentu. Sesuai dengan penjelasan BPS (1999), lahan rawa yang ditanami padi dan lahan bekas tanaman tahunan yang ditanami padi maupun palawija juga dapat dikategorikan sebagai sawah. 2.2.1 Fungsi dan Manfaat Sawah Selain sebagai penghasil bahan pangan pokok, manfaat sawah mencakup banyak aspek seperti yang dijabarkan di bawah ini. a. Fungsi ekologis sawah x Habitat berbagai jenis tumbuhan dan hewan x Pengendap lumpur dan zat hara yang terbawa air Sistem irigasi yang diterapkan pada sawah memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur serta zat hara yang terbawa oleh aliran air.