32 Bab IV Data Pemodelan Numerik IV.1 Geometri Akuifer Berdasarkan Balai Air Tanah (2020), geometri akuifer di Cekungan Air Tanah (CAT) Palu terbagi menjadi tiga lapisan, yaitu akuifer bebas, akuitar, dan akuifer tertekan. Satuan geologi yang termasuk dalam lapisan akuifer bebas adalah Aluvium dan Endapan Pantai (Qa), sedangkan satuan geologi yang termasuk dalam lapisan akuitar dan lapisan akuifer tertekan adalah Formasi Pakuli (Qp; Tabel IV.1). Geometri akuifer dibangun berdasarkan 17 data litologi pengeboran dari JICA, 15 data resistivitas dari penampang geolistrik, dan 9 data litologi pengeboran Peta Hidrogeologi Indonesia Lembar Palu dan Parigi (Arief dan Hidayat, 1993) dan Peta Hidrogeologi Indonesia Lembar Pasangkayu dan Sebagian Poso (Tjahyadi, 1981). Tabel IV.1 Hidrostratigrafi CAT Palu (Balai Air Tanah, 2020) Geometri akuifer dibentuk dengan menggunakan perangkat lunak Groundwater Modeling System (GMS). Geometri yang sudah terbangun pada perangkat lunak Groundwater Modeling System (GMS) memiliki perbedaan skala vertikal (Gambar IV.1), sehingga diterjemahkan dalam perangkat lunak IMOD (Gambar IV.2), kemudian didigitasi kembali dalam perangkat lunak Visual MODFLOW untuk melakukan pemodelan numerik (Gambar IV.3). Hidrostratigrafi Litostratigrafi Akuifer Bebas Qa Holosen Akuitar Akuifer Terkekang Tmpi Kls TRw Km Paleozoikum Kenozoikum Mesozoikum Umur Akuitar dan Batuan Dasar Qp Kuarter Pleistosen Kapur Jura Trias - Tersier 33 Gambar IV.1 Geometri akuifer pada perangkat lunak Groundwater Modeling System ( GMS; Balai Air Tanah 2020) Gambar IV.2 Geometri akuifer pada perangkat lunak IMOD (Balai Air Tanah, 2020) 34 Gambar IV.3 Geometri akuifer pada perangkat lunak Visual MODFLOW IV.2 Grid Model Ukuran dan jumlah grid harus ditentukan sebelum melakukan pemodelan numerik. Grid model terletak pada koordinat UTM 813100—830100 mT dan 9850900— 9908300 mU (Gambar IV.4). Ukuran grid pada sumbu x dan y yang digunakan pada model ini adalah 200 m, sehingga dihasilkan 85 kolom dan 287 baris. Model secara vertikal dibagi menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan akuifer bebas, lapisan akuitar, dan lapisan akuifer tertekan. Lapisan akuifer bebas berada pada elevasi - 19—1204 mdpl, lapisan akuitar berada pada elevasi -20—464 mdpl, dan lapisan akuifer tertekan berada pada elevasi -78—285 mdpl. IV.3 Properti Akuifer Properti akuifer yang digunakan sebagai input model adalah konduktivitas hidraulik, specific storage, dan elevasi muka air tanah awal (initial head). Akuifer Bebas Akuitar Akuifer Tertekan 35 Gambar IV.4 Grid model Visual MODFLOW IV.3.1 Konduktivitas Hidraulik Berdasarkan Balai Air Tanah (2020), akuifer bebas memiliki nilai konduktivitas hidraulik horizontal (KHV) antara 1,037—4,32 m/ hari (Gambar IV.5), nilai konduktivitas hidraulik vertikal (KVV) antara 0,104—3,542 m/hari (Gambar IV.6), dan nilai konduktivitas hidraulik anisotropi (KVA) antara 0,024—1 m/ hari (Gambar IV.7). Akuitar memiliki nilai konduktivitas hidraulik horizontal (KHV) 1,037 m/ hari, nilai konduktivitas hidraulik vertikal (KVV) 0,501 m/ hari, dan nilai konduktivitas hidraulik anisotropi (KVA) 0,483 m/ hari. Akuifer tertekan memiliki nilai konduktivitas hidraulik horizontal (KHV) 3,542 m/ hari, nilai konduktivitas hidraulik vertikal (KVV) 3,542 m/ hari, dan nilai konduktivitas hidraulik anisotropi (KVA) 1 m/ hari. Nilai konduktivitas hidraulik ini nantinya akan dihitung otomatis oleh perangkat lunak Visual MODFLOW untuk mendapatkan nilai transmisivitas. 36 Gambar IV.5 Peta konduktivitas hidraulik akuifer bebas horizontal (KHV) CAT Palu (Balai Air Tanah (2020) Gambar IV.6 Peta konduktivitas hidraulik akuifer bebas vertikal (KVV) CAT Palu (Balai Air Tanah, 2020) 37 Gambar IV.7 Peta konduktivitas hidraulik akuifer bebas anisotropi (KVA) CAT Palu (Balai Air Tanah, 2020) Pada Visual MODFLOW, konduktivitas hidraulik ditampilkan dalam satu visualisasi, tidak terpisah menjadi KHV, KVV, dan KVA (Gambar IV.8). Konduktivitas hidraulik ini nantinya akan dihitung otomatis oleh Visual MODFLOW menjadi nilai transmisivitas. IV.3.2 Specific Storage dan Specific Yield Berdasarkan Balai Air Tanah (2020), akuifer bebas memiliki nilai specific storage antara 0,0001—0,0007 m -1 (Gambar IV.9), akuitar memiliki nilai specific storage 0,0002 m -1 , dan akuifer tertekan memiliki nilai specific storage 0,0001 m -1 . Berdasarkan Fetter (2014), nilai specific yield akuifer bebas berada diantara 0,02— 0,3, sehingga pada model ini diasumsikan nilai specific yield untuk akuifer bebas adalah 0,14. Nilai specific storage dan specific yield ini nantinya akan dihitung otomatis oleh perangkat Visual MODFLOW untuk mendapatkan nilai storativitas (Gambar IV.10). 38 Gambar IV.8 Nilai konduktivitas hidraulik pada Visual MODFLOW Gambar IV.9 Peta specific storage akuifer bebas CAT Palu (Balai Air Tanah, 2020) IV.3.3 Elevasi Muka Air Tanah Awal (Initial Head) Data elevasi muka air tanah di daerah Cekungan Air Tanah (CAT) Palu sebelum terjadinya peristiwa likuefaksi tidak tercatat, sehingga elevasi muka air tanah awal 39 (initial head) dianggap sejajar dengan elevasi topografi pada saat pemodelan numerik untuk mencari kondisi muka air tanah yang konstan. Elevasi muka air tanah yang konstan (Gambar IV.11) digunakan sebagai initial head pada pemodelan numerik muka air tanah untuk verifikasi. Setelah terverifikasi, elevasi muka air tanah tersebut digunakan pada saat pemodelan numerik muka air tanah untuk prediksi. Gambar IV.10 Nilai specific storage pada Visual MODFLOW IV.4 Sumur Produksi dan Sumur Pantau IV.4.1 Sumur Produksi Terdapat 20 titik sumur produksi yang tercatat oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) Sulawesi Tenggara. Tetapi data tersebut hanya berpusat di Kota Palu atau di bagian utara Cekungan Air Tanah (CAT) Palu (Gambar IV.12). Sehingga untuk mengatasi sumur-sumur produksi yang tidak tercatat oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) Sulawesi Tenggara, Balai Air Tanah (2020) mengasumsikan terdapat sumur produksi estimasi. 40 Gambar IV.11 Nilai initial head pada Visual MODFLOW Gambar IV.12 Peta lokasi sumur produksi DESDM (Balai Air Tanah 2020) 41 Sumur produksi estimasi diasumsikan dengan cara menghitung kebutuhan air masing-masing desa, kemudian dikurangi dengan suplai air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat. Jika terjadi defisit pada perhitungan tersebut, maka diasumsikan masyarakat mengambil air tanah melalui sumur produksi yang tidak tercatat oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) Sulawesi Tenggara. Melalui perhitungan yang sudah dilakukan oleh Balai Air Tanah, terdapat 104 titik sumur produksi estimasi yang tersebar di Cekungan Air Tanah (CAT) Palu (Gambar IV.13). Gambar IV.13 Peta lokasi sumur produksi estimasi (Balai Air Tanah, 2020) IV.4.2 Sumur Pemantauan Sumur pemantauan digunakan untuk melakukan verifikasi muka air tanah. Pada lokasi penelitian tidak terdapat sumur pantau, sehingga elevasi muka air tanah pada sumur-sumur produksi yang meliputi sumur gali, sumur bor, dan sumur suntik serta mata air diasumsikan sebagai sumur pemantauan. Terdapat 93 titik sumur untuk pemantauan, yang terdiri dari 41 titik sumur gali, 33 titik sumur bor, 17 titik sumur suntik, dan 2 titik mata air (Gambar IV.14). 42 Gambar IV.14 Peta lokasi sumur pemantauan (Balai Air Tanah, 2020) IV.5 Kondisi Batas Kondisi batas yang digunakan dalam model ini berjumlah lima, yaitu Teluk Palu, puncak perbukitan, sungai, drainase, dan imbuhan air tanah. IV.5.1 Teluk Palu Teluk Palu merupakan teluk yang terletak di sebalah utara Cekungan Air Tanah (CAT) Palu. Teluk Palu dapat dijadikan sebagai kondisi batas model, dengan mengasumsikan tidak terjadi perubahan head atau nilai head konstan 0 mdpl. Teluk Palu termasuk dalam kondisi batas tipe Dirichlet (Gambar IV.15). IV.5.2 Puncak Perbukitan Puncak perbukitan terletak di sebelah barat, timur, dan selatan Cekungan Air Tanah (CAT) Palu. Puncak perbukitan ini dapat dijadikan sebagai kondisi batas model, dengan mengasumsikan tidak terjadi perubahan fluks atau tidak ada aliran yang melewati batas tersebut. Puncak perbukitan termasuk dalam kondisi batas tipe Neumann atau biasa disebut sebagai no-flow boundary (Gambar IV.15). 43 Gambar IV.15 Kondisi batas constand head dan no flow boundary IV.5.3 Sungai Sungai tersebar di seluruh bagian Cekungan Air Tanah (CAT) Palu. Sungai dapat dijadikan sebagai kondisi batas model, dengan memasukan nilai muka air sungai (river stage), kedalaman sungai (river bottom), dan conductance. Muka air sungai terletak 1,5 m di bawah elevasi topografi, kedalaman sungai terletak 10 m di bawah elevasi topografi, dan nilai conductance sungai adalah 100 m 2 / hari (Gambar IV.16). IV.5.4 Drainase Drainase tersebar di bagian utara Cekungan Air Tanah (CAT) Palu. Drainase dapat dijadikan sebagai kondisi batas model, dengan memasukan nilai kedalaman drainase dan conductance drainase. Kedalaman drainase terletak 0,7 m di bawah elevasi topografi dan nilai conductance drainase adalah 500 m 2 / hari (Gambar IV.16). IV.5.5 Imbuhan Air Tanah Metode yang digunakan oleh Balai Air Tanah untuk menghitung imbuhan air tanah di Cekungan Air Tanah (CAT) Palu adalah metode neraca air Jabotabek Water 44 Resources Management Study (JWRMS). Metode ini membutuhkan data curah hujan, evapotranspirasi, kepadatan penduduk, dan tata guna lahan. Data curah hujan yang digunakan dalam perhitungan metode neraca air JWRMS diambil dari Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) pada Januari 2018 hingga Desember 2018. Data evapotranspirasi ditetapkan 114,402 mm/bulan untuk seluruh wilayah. Gambar IV.16 Peta lokasi sungai dan drainase Data tata guna lahan dibagi menjadi empat kelas, yaitu sungai yang dikategorikan sebagai area tidak kedap dan menempati 1,32% (5,53 km 2 ) dari total daerah penelitian, pemukiman atau lingkungan terbangun yang dikategorikan sebagai area kedap dan menempati 10,97% (45,82 km 2 ) dari total daerah penelitian, sawah yang dikategorikan sebagai area tidak kedap dan menempati 27,4% (114,47 km 2 ) dari total daerah penelitian, dan hutan yang dikategorikan sebagai area tidak kedap dan 45 menempati 60,31% (251,96 km 2 ) dari total daerah penelitian (Gambar IV.17).