6 2. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Siklus Rankine merupakan siklus yang digunakan dalam pembangkit listrik tenaga uap. Siklus ini telah banyak dimodifikasi dan dikembangan, baik dari segi skala pemanfaatan maupun alat termal. Penggunaan awalnya untuk uap yang bertemperatur dan tekanan tinggi, namun sekarang telah ada pengembangan menggunakan fluida organik, sehingga sumber energi panas skala kecil dapat dimanfaatkan. Alat termal yang terdapat dalam siklus ini adalah boiler, turbin, kondensor, dan pompa. Jenis pembangkit yang menggunakan keempat alat tersebut adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Seiring berjalannya waktu, ditemukan reservoar di dalam perut bumi. Reservoar tersebut mengeluarkan uap dan air yang bertekanan dan temperatur tinggi. Reservoar tersebut dapat menggantikan posisi boiler dalam siklus rankine. Penggantian tersebut menghasilkan pembangkit listrik baru, yaitu Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP). Siklus yang terjadi pada PLTP telihat pada Gambar 2-1. Berbeda dari siklus PLTU, input turbin PLTP bukan uap super panas. Input pada PLTP berada pada fasa cair jenuh. Gambar 2-1 Diagram T-s Siklus Rankine pada PLTP [9] Uap dan air panas yang keluar dari reservoar memiliki jumlah terbatas. Agar didapat pembangkit berkelanjutan, sebagian fluida kerja tersebut dipompa kembali ke dalam perut bumi. Selain fluida kerja, terdapat fluida lain berupa gas seperti CO 2, N2, H2S, dan 7 sebagainya[4]. Gas-gas tersebut tidak diperlukan dalam siklus rankine. Keberadaannya tidak mengganggu turbin, namun gas tersebut dapat mengganggu sistem operasi kondensor karena memiliki temperatur kondensasi lebih rendah dibandingkan uap. Gas yang terakumulasi di dalam kondensor hingga menyebabkan tekanan kondenser naik. Naiknya tekanan kondensor menurunkan daya netto yang dihasilkan turbin. Oleh karena itu digunakan Gas removal system (GRS) untuk mengeluarkan gas yang tidak terkondensasi. 2.2. Gas Removal System (GRS) Gas removal system (GRS) berfungsi mengeluarkan gas yang tidak terkondensasi dari kondensor menuju atmosfer. Alat penghisap yang digunakan diantaranya steam jet ejector (SJE), centrifugal compressor, ataupun liquid ring vacuum pump (LRVP). Setiap alat penghisap memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu. Rentang tekanan kondensor dengan atmosfer yang begitu besar memerlukan GRS bertingkat. Alat hisap yang memiliki rentang tekanan kerja besar akan memiliki dimensi besar, sehingga membutuhkan investasi yang besar pula. GRS umumnya dibuat menjadi dua atau tiga tingkat, tergantung pada kebutuhan pada PLTP dan kondisi reservoar. Di Indonesia sendiri umumnya digunakan dua dan tiga tingkat GRS. Dua dan tiga tingkat tersebut dapat menggunakan sistem yang seluruhnya SJE. Selain itu ada juga sistem hybrid, yaitu mengunakan lebih dari satu alat hisap. Di Indonesia bisa menggunakan SJE dengan LRPV. Centrifugal compressor tidak digunakan karena untuk PLTP skala besar dan di Indonesia tidak ada yang memenuhi kualifikasi tersebut. Kondensor tambahan (inter-condenser (IC) dan after-condenser (AC)) diperlukan untuk kondensasi uap motive steam yang digunakan SJE. Penjelasan mengenai prinsip kerja dari alat-alat tersebut dapat dilihat pada sub-bab berikutnya. 2.2.1. Steam jet ejector (SJE) Steam jet ejector (SJE) merupakan alat turunan dari ejektor. Ejektor merupakan gabungan dari dua buah nozel konvergen-divergen[10]. Ejektor menghisap gas yang bertekanan rendah menggunakan motive fluid yang bertekanan tinggi, sehingga tekanan outlet lebih besar dari tekanan suction. Jenis motive fluid yang digunakan dapat berupa air, udara, dan uap[6]. 8 Selanjutnya perbedaan motive fluid tersebut dijadikan nama jenis ejektor. Gambar 2-2 menjelaskan prinsip kerja SJE. Gambar 2-2 Diagram tekanan dan kecepatan saat SJE bekerja [10], [11] Motive steam (MS) dari titik p masuk menuju converging nozel lalu menuju throat (titik 1) dan nozel divergen (titik 2). Bentuk tersebut mengakibatkan kecepatan MS pada titik 1 mencapai kecepatan sonic dan pada titik 2 kecepatan supersonic. Tingginya kecepatan tentu berbanding terbalik dengan tekanan di titik tersebut, setelah dari titik 2 MS memenuhi suction chamber. Tekanan pada suction chamber turun drastis akibat MS dengan kecepatan super sonic. Tekanan suction chamber lebih rendah dari tekanan inlet entrain, sehingga fluida dari titik e terhisap menuju suction chamber. Fluida dari titik e bersama motive steam bergerak menuju titik 3 sampai titik 4 dengan kondisi kecepatan konstan. Pada throat tekanan dan kecepatan kedua fluida sama.