30 Bab IV Hasil dan Pembahasan Pada peneltian sebelumnya oleh Fahara (2021), sebanyak 25 isolat bakteri penghasil biosurfaktan memiliki potensi dalam bidang MEOR. Diketahui 25 isolat bakteri tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut; (i) Telah diadaptasi pertumbuhannya pada suhu 37 o C dan 50 o C (ii) Merupakan bakteri indigen yang bersifat hidrokarbonoklastik (iii) Memiliki kemampuan mendegradasi minyak bumi dari fraksi SARA. Bakteri yang tergolong sebagai bakteri hidrokarbonoklastik atau bakteri yang mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon untuk metabolisme selulernya, memiliki asosiasi dengan kemampuan memproduksi biosurfaktan sebagai mekanisme pengambilan substrat (Mnif dkk., 2011). Produk biosurfaktan dibutuhkan oleh bakteri hidrokarbonoklastik sebagai salah satu mekanisme perolehan substrat di lingkungan untuk mensolubilisasi senyawa hidrokarbon ke bagian perisplamik sel yang kemudian digunakan sebagai sumber karbon dalam metabolisme selulernya (Anna dkk., 2002). Pada penelitian ini, produksi biosurfaktan dilakukan menggunakan media SMSSe + 1% crude oil, di mana crude oil berperan sebagai sumber karbon utama bagi isolat-isolat bakteri uji dalam memproduksi biosurfaktan. IV.1 Tahap 1 : Penapisan Isolat Bakteri Penghasil Biosurfaktan Anionik IV.1.1 Uji Muatan Supernatan Bakteri Penghasil Biosurfaktan Anionik Pada Tabel IV.1, teramati hasil pengamatan 3 dari 25 biosurfaktan uji yang terpilih dari studi pendahuluan sebelumnya menunjukkan muatan anionik, yaitu biosurfaktan dengan kode BS9, BS16, dan BS17. Penentuan biosurfaktan anionik pada penelitian ini berdasarkan hasil uji muatan dengan metode double diffusion agar yang bersifat kualitatif menggunakan pengamatan visual. Dilakukan evaluasi dengan metode scoring untuk meminimalisir kesalahan dalam pengamatan uji muatan ini (Lampiran A). Pada pengamatan uji muatan, sumur yang berisi supernatan bakteri uji dengan kandungan biosurfaktan anionik menunjukkan keberadaan presipitat berwarna putih di sekitar sumur kontrol setelah pengamatan 31 48 jam (Meylheuc dkk., 2001). Supernatan isolat bakteri BS9, BS16, dan BS17 masing--masing menunjukkan scoring 4/5, 4/5, dan 5/5 secara berturut-turut. Tabel IV. 1 Hasil penelitian tahap 1 ; Uji muatan biosurfaktan, uji emulsifikasi, dan oil drop test pada tiga biosurfaktan uji. Keterangan pengamatan uji muatan : kotak kuning menunjukkan adanya presipitat putih. No Kode BS E24 (%) Scoring Uji Muatan (Anionik) Oil Drop Test Gambar Pengamatan 1 BS9 24,10 4 + 2 BS16 38,10 4 + 3 BS17 47,62 5 + Menurut Açıkel (2011), surfaktan anionik atau surfaktan yang bermuatan negatif menunjukkan afinitas yang lebih tinggi untuk membentuk kompleks dengan ion logam saat terjadi adsorpsi permukaan atau presipitasi kompleks baik dalam bentuk monomer maupun agregat misel. Uji muatan dilakukan untuk menapis biosurfaktan anionik sehingga diharapkan menghasilkan produk biosurfaktan yang potensial sebagai agen bioremediasi logam berat kadmium (Cd). Biosurfaktan anionik merupakan biosurfaktan yang memiliki muatan negatif pada bagian kepala 32 hidrofilik, karena keberadaan gugus-gugus fungsi bermuatan negatif, seperti; karboksilat, sulfonat, ester asam sulfat (Makkar dkk., 2010). Biosurfaktan anionik diketahui dapat digunakan dalam proses remediasi lingkungan untuk mengikat cemaran logam berat bermuatan positif dengan mekanisme pertukaran ion (Juwarkjar dkk., 2008). Pada metode double diffusion agar yang dikembangkan oleh Van Oss pada 1968, hasil uji biosurfaktan anionik ditandai dengan keberadaan presipitat putih (Lampiran B) pada agar yang terletak di antara sumur sampel biosurfaktan dengan sumur BaCl 2 dan atau CTAB. Namun presipitat tidak teramati pada agar di antara sumur sampel dan sumur SDS. Baik larutan CTAB maupun BaCl 2 memiliki muatan positif, sehingga melalui mekanisme difusi agar dengan viskositas rendah (1% w /v), larutan dengan kandungan biosurfaktan anionik terikat oleh salah satu atau kedua larutan kontrol yang memiliki muatan berlawanan dengan muatan biosurfaktan uji (da Silva dkk., 2021). Sebaliknya, biosurfaktan anionik tidak membentuk presipitat berwarna putih di sekitar sumur kontrol dengan muatan yang sama yaitu dalam larutan SDS. Menurut Max dkk., 2012 terbentuknya presipitat putih diantara sumur yang berisi biosurfaktan uji dan sumur yang berisi BaCl 2 sehingga menimbulkan hasil berupa presipitat insoluble dari reaksi kedua larutan pada sumur tersebut, kebanyakan adalah berupa garam ammonium kuartener (quartenary ammonium salts) yang tidak larut dalam air. V.1.2 Uji Indeks Emulsifikasi Kandidat Biosurfaktan Anionik Setelah mendapatkan kandidat biosurfaktan anionik dari supernatan media produksi bakteri isolat BS9, BS16, dan BS17, masing-masing menunjukkan angka indeks emulsifikasi sebesar 24,10%; 38,105; dan 47,52% secara berturut-turut (Gambar IV.2). Dengan didapatkannya angka indeks emulsifikasi yang dihasilkan oleh supernatan bakteri uji, dapat disimpulkan bahwa masing-masing supernatan isolat bakteri mengandung biosurfaktan ekstraseluler yang mampu menurunkan tegangan antarmuka minyak dan air untuk membentuk emulsi (Hąc-Wydro dkk., 2016). Hal ini dilakukan untuk mengkonfirmasi keberadaan biosurfaktan pada supernatant yang menunjukkan aktivitas muatan anionik pada uji sebelumnya. Secara umum, 33 aktivitas biosurfaktan dievaluasi menggunakan kemampuan biosurfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka yang diketahui melalui aktivitas emulsifikasi. Penelitian oleh Hidayati N., dkk. pada 2014 menunjukkan angka indeks emulsifikasi (24 jam) dari supernatan media produksi isolat Pseudomonas putida adalah sebesar 31,69% yang mana menunjukkan angka yang signifikan dibandingkan kontrol berupa deion dengan angka emulsi 0%, sehingga keberadaan ekstrak biosurfaktan dalam supernatan dapat disimpulkan terkonfirmasi. Di alam, salah satu peranan biosurfaktan terhadap fisiologi mikroba adalah membantu pemanfaatan substrat yang tidak larut air seperti crude oil sehingga memungkinkan mikroba untuk memetabolisme senyawa tersebut (Desai dan Banat, 1997). Biosurfaktan berperan dalam menurunkan tegangan permukaan dan antarmuka minyak dan air untuk meningkatkan ketersediaan substrat melalui mekanisme emulsifikasi dan memfasilitasi substrat hidrofobik melalui reduksi hidrofobisitas senyawa tersebut terhadap permukaan sel bakteri, sehingga dapat meningkatkan ketersediaan dan mobilitas senyawa hidrokarbon hingga ke ruang periplasmik sel (Mulligan dan Gibbs, 2004 dan Mahanty dkk. 2006 dan Anna dkk., 2002). Sebagai data penunjang terseleksinya biosurfaktan anionik lainnya yang juga menentukan adalah oil drop test (Tabel IV.1). Uji Oil Drop Test dilakukan secara kualitatif mengukur adanya zona bening ketika supernatant biosurfaktan yang digunakan pada uji muatan diteteskan ke permukaan light oil dalam wadah cawan petri. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya zona bening yang kemudian teramati pada seluruh supernatan bakteri uji, sehingga mengkonfirmasi bahwa keberadaan biosurfaktan yang memberikan muatan negatif pada supernatan tersebut. IV.2 Tahap 2: Uji Adsorpsi Cd oleh Biosurfaktan Pada tahap 2 dilakukan karakterisasi biosurfaktan uji dan identifikasi isolat bakteri penghasilnya. Berbeda dengan tahap awal penelitian ini, pada tahap dua uji karakterisasi biosurfaktan dilakukan menggunakan sediaan dalam bentuk ekstrak kasar (crude extract) yang diperoleh melalui tahap ekstraksi kloroform-metanol (Smyth dkk., 2010). Berdasarkan beberapa uji yang telah dilakukan di tahap satu, 34 selanjutnya eksplorasi potensi biosurfaktan lebih lanjut ditentukan pada ketiga biosurfaktan (BS9, BS16 dan BS17) untuk mengetahui potensi adsorpsi logam berat kadmium oleh biosurfaktan pada media cemaran cair buatan. IV.2.1 Penentuan Nilai CMC Biosurfaktan Identifikasi kemampuan mikroba dalam menghasilkan biosurfaktan ditentukan melalui pembentukan emulsi dan penurunan IFT antara larutan yang mengandung biosurfaktan (supernatan) dengan minyak (Satpute dkk., 2010). Biosurfaktan berperan mengurangi tegangan antarmuka media cair dan substrat yang tidak larut air seperti crude oil sehingga memungkinkan mikroba memanfaatkan substrat tersebut untuk metabolisme hidupnya (Desai and Banat, 1997). Pada penelitian ini, penurunan IFT dari biosurfaktan uji BS9, BS16 dan BS17 pada konsentrasi yang berbeda di-plot-kan pada kurva yang ditunjukkan pada Gambar IV.1. Pada kurva dapat diamati adanya pola penurunan signifikan antara konsentrasi biosurfaktan tertentu. Pada grafik teramati pula kisaran angka CMC yang didefinisikan sebagai konsentrasi minimum biosurfaktan yang dibutuhkan untuk menurunkan nilai tegangan permukaan secara maksimum dan kemudian menginisiasi terbentuknya agregat biosurfaktan yang membentuk formasi misel. Diketahui biosurfaktan mampu menurunkan tegangan permukaan pada konsentrasi yang lebih kecil dibandingkan surfaktan sintetik. Biosurfaktan merupakan alternatif surfaktan yang efektif dan efisien, karena angka CMC biosurfaktan diketahui dapat mencapai 10 hingga 40 kali lebih rendah dibandingkan surfaktan sintetik (F. Anjum dkk., 2016). Pada penelitian ini didapatkan CMC BS9 (glikolipid) dan BS16 (lipopeptida) ada pada kisaran 0,15 g/L atau setara dengan 150 mg/L, sementara surfaktan anionik sintetik SDS (Merck 817034) diketahui memiliki nilai yang jauh lebih besar yaitu 2.350 mg/L. Efisiensi sebuah surfaktan dapat ditentukan oleh nilai CMC yang rendah. Semakin rendah nilai CMC semakin sedikit pula surfaktan yang dibutuhkan untuk mereduksi suatu nilai tegangan permukaan, sehingga lebih diminati untuk pengembangan aplikasi industri (Diniz dkk., 2013). Beberapa biosurfaktan dengan kemurnian 35 tinggi diketahui memiliki nilai CMC yang beragam; Rhamnolipid memiliki CMC sebesar 20mg/L, Surfactin memiliki CMC sebesar 11 mg/L (Bognolo, 1999). Sedangkan, beberapa ekstrak kasar biosurfaktan (crude extract) memiliki kisaran CMC yang lebih tinggi; Glikolipid yang diproduksi oleh Pseudeoxanthomonas sp.