69 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN V.1 Pelaksanaan CBT di Desa Kolorai Desa wisata Kolorai dikelola oleh Lembaga Desa Wisata Kolorai. Community Based Tourism (CBT) merupakan konsep yang diterapkan dan dikembangkan di Desa Kolorai. Tujuan dari pengorganisasian yang dilakukan atas inisiatif bersama ini adalah untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dengan tidak merusak tatanan ekologi daerah perdesaan di Desa Wisata. Inisiatif membangun pariwisata di Desa Kolorai sendiri sudah dimulai dengan ditetapkannya Morotai sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) pada Tahun 2011. Melalui berbagai strategi dan pendekatan dalam pengembangan pariwisata di Morotai diadakannya festival Sail Morotai untuk mempromosikan Morotai yang dimana Kolorai masuk dalam agenda tersebut. Berbagai peningkatan kapasitas masyarakat Kolorai paska Sail Morotai untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat baik secara ekonomi dan untuk menjaga lingkungan di Desa Kolorai Tahun 2013. Melalui konsep ‘pengelolaan produk berbasis masyarakat’ yang diprakarsai oleh kelompok-kelompok masyarakat Desa Kolorai yang tergabung dalam kelompok Desa Wisata (Deswita) Kolorai. Berbagai produk dengan hasil sumber daya alam seperti ikan dan tumbuhan dibuat dan diproduksi sebagai kerajinan bernilai ekonomi dan estetis untuk dikonsumsi dan dijual. Tahun 2016, generasi muda Desa Wisata Kolorai yang tergabung dalam kelompok sadar wisata (Pokdarwis) mendedikasikan diri membangun Kolorai dengan memperkuat dan mempromosikan kembali budaya- budaya lokal (Morotai) yan mulai dilupakan dan bahkan ditinggalkan oleh generasi muda. Dalam atribut kunci yang disebutkan oleh Shareh dan Badaruddin (2013) juga menyebutkan dalam mendukung pengemban gan pariwisata budaya yang berkelanjutan, prinsip pengembangan yang perlu dipenuhi adalah keterlibatan masyarakat lokal sebagai tuan rumah dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata. Sinergitas kelompok masyarakat Desa Kolorai terus bersinergi dalam 70 membangun gerakan perubahan dengan semangat menuju Desa Wisata Kolorai, dimulai tahun 2013. Untuk pengoptimalan potensi lokal yang ada di Desa Kolorai mulai didiskusikan dengan berbagai pihak di Kolorai. Namun konsep Desa Wisata masih menjadi hal dimasyarakat dan bahkan beberapa pihak masih belum memiliki kesadaran dalam pengembangan Desa Wisata Kolorai sehingga belum berpartisipasi disetiap agenda. Proses panjang yang dilalui oleh kelompok masyarakat Kolorai dalam mengemas Konsep CBT telah mengantarkan gerakan insiatif bersama ini, sehingga melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pada tahun 2021 menetapkan sebagai Desa Wisata di Maluku Utara. Berbagai pendekatan dan strategi terus dikonsep dan dilaksanakan. Destinasi dan atraksi wisata terus dibenahi, peningkatan sumber daya manusia untuk menjamin implementasi pengelolaan wisata dengan konsep CBT juga terus dilaksanakan. Bersama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Pulau Morotai melalui Dinas Pariwisata dengan kelompok masyarakat Kolorai telah berhasil menarik wisatawan lokal dan mancanegara dari tahun 2800 orang. Pendekatan pariwisata berbasis masyarakat dapat dianggap sebagai sebuah solusi dalam pengembangan masyarakat dari sektor pariwisata. Program ini mendukung keselarasan antara lingkungan, sosial budaya, dan juga ekonomi masyarakat. Sehingga hadirnya Desa Wisata Kolorai sebagai pioneer pariwisata berbasis masyarakat atau Community Based Tourism (CBT) di Morotai dan sebagai role model dalam pengembangan kawasan yang potensial dijadikan sebagai desa wisata di Kabupaten Pulau Morotai. Pada proses penerapan perkembangan yang terjadi di Desa Wisata Kolorai dapat dilihat pada kronik peristiwa Desa Wisata Kolorai sampai pada penetapan dan awal penyusunan kebijakan pariwisata yang terjadi Kabupaten Pulau Morotai yang dimana Kolorai masuk dalam setiap perencanaan yang sudah disusun. Dapat dilihat pada Gambar V.1 berikut. 71 Sumber : Hasil Pengolahan, 2023. V.1.1 Fase Persiapan Menurut Fuller dan Reid (1998), pada fase ini proses katalis serta kepemimpinan di daerah setempat menjadi faktor penting dalam mempersiapkan pariwisata masyarakat. Desa Wisata Kolorai telah lama membuka diri bagi orang-orang yang ingin berkunjung, hal ini sesuai dengan konsep desa wisata yang dijelaskan oleh Suarthana (2015) bahwa desa wisata merupakan desa yang membuka diri untuk menerima kunjungan wisata lebih dari sekedar objek atau daya tarik wisata. Desa wisata Kolorai dalam mengembangkan pariwisatanya dengan Community Based Tourism (CBT) atau lebih dikenal dengan pariwisata berbasis masyarakat yang dinilai dari outpot yang coba dihasilkan, yaitu kelestarian lingkungan dan peningkatan ekonomi masyarakat. Upaya pengelolaan sumber daya laut yang melibatkan masyarakat menjadi daya tarik cikal bakal menjadi desa wisata sehingga banyak tamu yang berkunjung tersebut. Hal ini menjadi peluan dalam mengembankan Desa Wisata Kolorai sebagai destinasi wisata dengan masyarakat dan sumber daya alam yang unik. Proses penerapan CBT di Desa Kolorai dilakukan dengan prinsip yang dijalankan pada pendekatan fase persiapan. Dalam penelitian ini dilihat proses Gambar V.1 Kronik Peristiwa Desa Wisata Kolorai 72 penerapan dimulai pada saat tahun 2012 sail Morotai terdapat beberapa kelompok yang sudah dibentuk seperti kelompok homestay, angkutan wisata dan pengelolaa kuliner. Dalam proses ini Dinas Pariwisata selaku aktor pengusung selalu melakukan pendekatan dan sosialisasi kepada masyarakat Kolorai dan juga melakukan penyusunan dokumen perencanaan serta kegiatan strategis untuk memberikan inovasi untuk men-empower kelompok masyarakat Desa Kolorai. “Kalo pariwisata itu eh.. dari masyarakat sandiri baru beripikir soal pariwisata itu sa kira ee... Sangat minim dan bahkan tarada hanya saja memang sosialisasi dari Pemerintah Daerah mulai dari tahun 2012 tu terkait dengan torang p potensi ini maka diberilah bimbingan bahwa torang p potensi laut ini bisa torang snorkeling kan bule-bule wisatawan itu kan snorkeling dong cari yang bagitu-bagitu to makanya dengan tong p potensi yang ada dengan wisata sejarah Morotai ini, torang kemarin waktu di tanya terkait mau tarada jadi Desa Wisata akhirnya secara serentak masyarakat semua ok mau jadi begitu dia p awal mula karena memang dengan potensi yang ada mau lari kemana mending ke laut” (Zulfikar Ladjame, Kepala Desa Kolorai). Pada pengembang CBT diawal dari Pemerintah daerah melalui Dinas Pariwisata selaku aktor dalam melakukan berbagai keegiatan peningkatan kualitas sumber daya manusia pada masyarakat dan juga perbaikan infrastruktur Desa Wisata Kolorai akan tetapi pada fase ini dapat dilihat keikutsertaan anggota komunitas disetiap kegiatan pariwisata masih kurang karena belum adanya kesadaran kolektif pada kelompok masyarakat Desa Wisata Kolorai. V.1.2 Fase Penilaian Masyarakat dan Pengembangan Komunitas Pada fase ini penilaian masyarakat dimulai dengan pengelolaan sumber daya manusia yang ada di Desa Wisata Kolorai hingga manajemen konflik yang dilakukan. Hal ini dibutuhkan karena masyarakat berperan penting dalam pengembangan potensi pariwisata yang ada di Desa Wisata Kolorai. Pengembangan komunitas dilakukan melalui pembinaan dan pelatihan bagi sumberdaya anggota kelompok Desa Wisata 73 Kolorai. Pengelolaan wisata merupakan kegiatan untuk mencapai tujuan pariwisata yang berkelanjutan baik secara ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Maka pengelola wajib melakukan sumber daya efektif (Pitana dan Diarta, 2009). “Kalo adat istiadat dia lebe ke tradisi, dengan tarian, wisata bahari dengam tradisi itu e orang mengenal kolorai. biasanya juga ada kalo wisatawan datang ingin mengenal kebiasaan masyarakat ya kaya nelayan” (Zulfikar Ladjame, Kepala Desa Kolorai). Berdasarkan obervasi lapangan dalam segi ini Desa Wisata Kolorai telah memanfaatkan segala potensi yang ada mulai dari potensi alam hingga kearifan lokal seperti kuliner, tari tradisional, permainan tradisional, acara-acara adat, dan dikemas dalam bentuk paket wisata. Sejalan dengan apa yang dikatakan Middleton, (2001). Bahwa pengelolaan sumber daya pariwisata, hal yan harus diperhatikan adalah tiga komponen pariwisata seperti atraksi, amenitas, dan aksesibilitas. Perpaduan tiga hal tersebut merupakan apa yang disebut produk pariwisata, namun apabila komponen- komponen tersebut berdiri sendiri maka komponen tersebut tidak dapat disebut sebagai produk pariwisata. “Sekarang torang ni dalam kelompok masyarakat bagi saya untuk beradabtasi dengan teknologi kita butuh pendukung seperti jaringan tetapi saat ini tidak memungkinkan sehingga adabtasi torang perlu adanya melalui kebijakan pemerintah bagaimana ee dengan teknologi sehingga bagi sayaa belom bisa beradabtasi seperti desa lain. Nahh masyarakatt ini butuh bimbingan lebih jauhh dalamm proses penggunaan teknologi.. untukk pemasaran produkk itu memang torang karenaa tong p produk mendukung ni artinya ikan asin ni mendukungg tapi kenapa torang tara promosi melalu media social” (Jamain Labuha, Ketua Pokdarwis Kolorai). Pemasaran wisata di Desa Kolorai masih cenderung menggunakan konsep Branding Adocacy, dimana orang yang pernah tau tentang Desa Wisata Kolorai akan menyebarluaskan informasi tentang Desa Wisata Kolorai yang membuka diri sebagai destinasi yang dapat dikunjungi.