1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Tumbuhan adalah organisme autotrof yang menyintesis senyawa organik dari senyawa anorganik, hal tersebut dilakukan melalui proses anabolisme yang terdiri dari proses fotosintesis dan kemosintesis. Senyawa organik hasil anabolisme berupa metabolit primer dan sekunder, selanjutnya akan dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk tumbuh, berkembang dan mempertahankan diri dari serangan hama, penyakit dan cekaman lingkungan. Metabolit tumbuhan umumnya disimpan dan diakumulasikan pada organ yang memiliki vakuola sel sebagai tempat penyimpanan atau pada organ yang berperan untuk pertumbuhan dan perkembangan serta berperan dalam perlindungan diri tumbuhan terhadap serangan hama. Oleh karena itu, akumulasi metabolit akan berbeda pada setiap organ tumbuhan. Metabolit tumbuhan tersebut bagi manusia selain dimanfaatkan sebagai sumber pangan, papan, dan sandang bagi manusia, juga dapat dijadikan sebagai senyawa obat (Kaur dkk., 2011). Unnati dkk. (2013) menyatakan bahwa lebih dari 50% dari obat modern berasal dari senyawa alam. Berdasarkan data WHO (2020), ternyata lebih dari 80% masyarakat dunia bergantung pada obat tradisional yang berasal dari bahan alam untuk kebutuhan kesehatannya. Obat dari bahan alam banyak dimanfaatkan oleh masyarakat selain karena harganya relatif murah juga mudah diperoleh. Bahan alam tersebut telah banyak dimanfaatkan manusia, di antaranya sebagai antikanker, antiplasmodia, antioksidan, antibakteria, antivirus, antiradang, dan penghilang rasa nyeri (Raina dkk., 2014). Cragg dan Newman (2020) bahkan mengemukakan bahwa sejumlah obat antikanker yang saat ini telah digunakan secara luas merupakan metabolit sekunder yang diperoleh dari tumbuhan. Penelitian tumbuhan sebagai sumber senyawa antikanker banyak dilakukan seiring dengan meningkatnya prevalensi penyakit kanker di masyarakat. Setiap tahun jutaan orang didiagnosa mengidap kanker. Data di American Cancer Society yang dilaporkan oleh Unnati dkk. (2013) menunjukkan bahwa kematian yang disebabkan 2 oleh kanker berkisar 2%–3% atau sekitar 3,5 juta orang pertahun. Pada saat ini, kanker merupakan penyakit penyebab kematian kedua di dunia setelah penyakit jantung (Amin dkk., 2009, Kaur dkk., 2011 dan Mariotto dkk., 2017). Penanggulangan kanker dapat dilakukan secara preventif (pencegahan) maupun kuratif (pengobatan). Pencegahan penyakit kanker dapat dilakukan melalui pola hidup dan pola makan yang sehat, sedangkan tindakan kuratif atau pengobatan dilakukan dengan terapi fisik (radioterapi), terapi kimia (kemoterapi) dan terapi gen. Pengobatan fisik dapat dilakukan menggunakan unsur radioaktif, kemoterapi menggunakan senyawa kimia dan terapi gen yang memanfaatkan materi genetik untuk memodifikasi sel. Salah satu terapi yang banyak dilakukan adalah kemoterapi dengan menggunakan obat sintetik maupun obat bahan alam. Penggunaan obat bahan alam dalam mengobati kanker lebih banyak dilakukan oleh masyarakat karena lebih mudah, lebih murah dan sumber dayanya sangat banyak. Salah satu sumberdaya alam yang potensial sebagai sumber senyawa obat adalah tumbuhan, yang dapat menghasikan metabolit sekunder yang berperan penting untuk sumber pengembangan obat-obat baru, khususnya obat antikanker tersebut (Cragg dan Newman, 2020). Sejumlah metabolit sekunder dari tumbuhan telah digunakan dalam kemoterapi kanker, di antaranya adalah senyawa vinkristin dan vinblastin yang diisolasi dari tumbuhan Catharantus roseus, kolkisin yang diisolasi dari tumbuhan Colchicum autumnal, dan paklitaksel (taksol) yang diisolasi dari tumbuhan Taxus brevifolia (Raina, 2014 dan Cragg dan Newman, 2020). Ada pula metabolit sekunder yang berpotensi memiliki sifat antikanker namun belum diuji secara klinis, di antaranya yaitu andrograpolid dari tumbuhan Andrographis paniculata, morindron dari tumbuhan Morinda citrifolia, asetogenin dari tumbuhan Annona muricata, dan mangostin dari tumbuhan Garcinia mangostana (Amin dkk., 2009). Struktur kimia dari senyawa-senyawa tersebut ditunjukkan pada Gambar I.1. Selain itu, banyak pula tumbuhan lain yang telah diketahui menghasilkan senyawa yang potensial sebagai antikanker, beberapa di antaranya adalah tumbuhan dari 3 famili Lauraceae. Beberapa genus Lauraceae yang telah dilaporkan mengandung senyawa yang berpotensi sebagai antikanker adalah genus Cryptocarya, Cinnamomum, Litsea, Endiandra, dan Neolitsea (Collins dkk., 1990). Salah satu genus tersebut yaitu Cryptocarya memiliki 327 spesies yang sudah teridentifikasi (International Plants Names Index-IPNI) dan tersebar di Indomalaya, Pasifik, Australia, Asia Timur dan Amerika Selatan. Di Australia terdapat beberapa spesies Cryprocarya asli yang bagian daun dan kulit kayunya diketahui memiliki senyawa yang berpotensi sebagai antikanker di antaranya yaitu C. ainikini, C. bidwillii, C. glaucescens, C. laevigata, dan C. multinervis (Collins dkk., 1990). Gambar I.1 Struktur kimia senyawa antikanker (Cragg dan Newman, 2020) 4 Sementara itu, di Indonesia terdapat beberapa spesies Cryptocarya asli, di antaranya yaitu C. costata, C. crassinervia, C. densiflora, C. ferrea, C. massoia, C. nigra, C. niten, C. oblongifolia, C. pulchrinervia, C. scortechinii , C. sumatrana, C. sumbawaensis, dan C. sulawesiana (Index of Botanical Specimen dan IPNI). Beberapa di antara spesies tersebut telah diketahui dan digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat, contohnya kulit kayu C. massoia yang dimanfaatkan sebagai obat demam, obat kejang perut, nyeri persendian dan rematik (Rali dkk., 2007).