Hasil Ringkasan
1 Bab III Landasan Teori III.1 Sistem Mikrogrid Bangunan Mikrogrid atau dalam istilah lain Distributed Resources (DR) adalah sebuah sistem pembangkit listrik dengan sumber energi dan beban listrik yang terdistribusi yang tidak tersambung secara langsung ke transmisi listrik jala-jala, termasuk teknologi pembangkitan listrik dan penyimpanan energi (IEEE, 2011). Pembangkitan listrik yang digunakan untuk mikrogrid pada umumnya bersumber dari energi baru terbarukan, seperti energi surya. Mikrogrid sendiri dapat memiliki beberapa sistem di dalamnya yang mengatur komponen-komponen untuk meningkatkan efisiensi energi, seperti sistem penghematan energi, sistem manajemen energi, sistem komunikasi, dan sistem kontrol (Ustun et al., 2011). Untuk bisa menjaga seluruh sistem tersebut agar bisa berjalan dengan autonomous, digunakan sistem mikrogrid cerdas atau smartgrid. Smartgrid dapat mengatur aliran daya listrik mulai dari pembangkit hingga ke beban, dengan menambahkan infrastruktur komunikasi antar-komponen untuk mengoptimalkan manajemen energi (Soelami et al., 2020). Sistem yang diatur dapat dilihat lebih lanjut pada Smart Grid Architectural Model (SGAM), yang merupakan model untuk merancang atau mengevaluasi arsitektur jaringan listrik cerdas (Soelami et al., 2020). SGAM memiliki lapisan-lapisan interoperabilitas yang terdiri dari lapisan komponen yang terdiri dari entitas fisik, lapisan komunikasi yang menghubungkan perangkat, lapisan informasi yang terdiri dari entitas data dan virtual, lapisan fungsi dimana terdapat sub-servis dan aplikasi, dan lapisan bisnis dimana terdapat servis yang ditunjang oleh smartgrid (Nashirul Haq et al., 2023) Menggunakan lapisan komponen dari SGAM, arsitektur untuk mikrogrid bangunan universitas dapat dilihat pada Gambar 1. Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian 2 Gambar 1. Lapisan komponen SGAM untuk bangunan universitas III.2 Sistem Kontrol Manajemen Energi Banyaknya faktor eksternal yang dapat menurunkan kinerja dari mikrogrid meningkatkan kebutuhan akan pengontrol yang dapat menjalankan operasi mikrogrid secara optimal. Manajemen sistem energi listrik pada bangunan dianggap dapat memberikan kontrol yang efektif dalam penggunaan penyimpan energi pada mikrogrid. Kontrol ini dapat mengoptimasi penggunaan energi dengan mempengaruhi interaksi mikrogrid dengan jaringan listrik jala-jala (Mbuwir et al., 2018). Manajemen sistem energi dapat memantau data ataupun informasi dalam jaringan secara real time dan juga memungkinkan komunikasi digital dua arah antarperangkat (Nanda, 2022). Pada mikrogrid, banyak parameter yang dapat dioptimalkan untuk mencapai operasi yang menghasilkan efisiensi energi paling tinggi. Gambar 2 menunjukkan parameter yang dapat dioptimasi dari berbagai komponen dalam mikrogrid sekaligus juga parameter keluaran yang dapat dijadikan evaluasi kinerja mikrogrid. Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian 3 Gambar 2. Struktur model dan parameter keluaran (Soelami et al., 2020) Salah satu faktor yang ditinjau secara khusus pada manajemen sistem energi adalah self-consumption (SC) atau swakonsumsi. (Luthander et al., 2015) menjelaskan bahwa swakonsumsi adalah jumlah produksi listrik dari PLTS yang langsung digunakan oleh konsumen. Gambar 3. Skema contoh konsumsi listrik dan produksi PLTS harian (Luthander et al., 2015) Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian 4 Secara lebih formal, diberikan pendekatan dengan menggunakan skema contoh menggunakan beban harian gedung yang bisa dilihat pada Gambar 3. Pada skema tersebut, (Luthander et al., 2015) memberikan perumusan untuk perhitungan swakonsumsi seperti yang didefinisikan pada Persamaan III-1, ��= � �+� (III-1) dengan SC = swakonsumsi, C = produksi PLTS yang langsung dikonsumsi, B = produksi PLTS tidak terpakai.