1 Bab I Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang penelitian, asumsi dan hipotesis, perumusan masalah dan tujuan, kebaruan serta deskripsi dari tahapan penelitian. I.1 Latar Belakang Imunoglobulin G (IgG) adalah protein plasma darah terbanyak kedua setelah albumin. Imunoglobulin G (IgG) merupakan glikoprotein yang memiliki kemampuan mengeliminasi antigen di dalam tubuh. IgG tersusun atas 476 residu asam amino dengan berat molekul ~150 kDa. Berat molekul tersebut berasal dari dua rantai ringan masing-masing ~25 kDa dan dua rantai berat masing-masing ~50 kDa yang identik (Corman dkk, 2014). Secara struktural, IgG memiliki daerah Fab (fragment antigen binding) pada ujung amino (N-terminal) dan daerah Fc (fragment crystallizable) pada ujung karboksil (C-terminal). Daerah Fab berfungsi mengeliminasi antigen dari suatu mikroba, sedangkan daerah Fc berfungsi mengenali reseptor Fcγ yang terdapat pada permukaan sistem kekebalan tubuh seluler seperti sel makrofag, sel NK (natural killer), dan sel netrofil. Selain itu, daerah Fc juga mengaktifkan sistem komplemen sehingga mikroba dapat dieliminasi (Schoeder dkk., 2010). Selain sebagai pertahanan tubuh, IgG juga berpotensi digunakan sebagai molekul terapi penyakit seperti kanker, autoimun, dan beberapa penyakit yang disebabkan oleh paparan virus seperti HIV (Dong dkk., 2016). Keunggulan IgG sebagai molekul terapi yaitu mampu mengenali antigen secara spesifik, memiliki waktu tinggal dalam serum paling lama dibandingkan dengan kelas imunoglobulin lainnya, yaitu sekitar 23 hari, serta dapat ditoleransi tubuh dengan baik (Oganesyan dkk., 2009). Permintaan IgG kasar maupun murni meningkat dari tehun ke tahun seiring dengan peningkatan pemakaian IgG dalam terapi. Oleh sebab itu pengembangan teknologi pemurnian IgG yang cepat, efisien, murah dan selektif sangat krusial untuk dilakukan. Sampai saat ini, teknologi pemurnian IgG yang telah dikembangkan adalah metode fraksinasi plasma (Cohn dkk., 1946). Cohn mandapatkan fraksi protein dengan mencampurkan alkohol dingin pada plasma manusia melalui metode pengendapan pada variasi pH dan suhu tertentu. Namun, metode ini tidak dapat menghasilkan 2 IgG dengan kemurnian tinggi. Meskipun demikian, sampai saat ini metode Cohn digunakan pada tahap perlakuan awal plasma sebelum dimurnikan, terutama pada pemurnian IgG dalam skala besar (Tanaka dkk., 1998). Beberapa metode pengendapan selain dengan alkohol dingin juga telah dikembangkan, seperti pengendapan dengan polietilenglikol (Polson dkk., 1972; Vargas dkk., 2012), ammonium sulfate (Habeeb dkk., 1976), asam kaprilat (Habeeb, dkk. 1984) dan ekstraksi dengan pelarut organik (Dong dkk., 2016). Namun, metode tersebut juga tidak menghasilkan IgG dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Selanjutnya, untuk memperoleh kemurnian IgG dan yield yang lebih tinggi, kombinasi antara metode pengendapan dan teknik kromatografi seperti filtrasi gel (Phillips dkk., 1984; Horneman dkk., 2007), penukar anion (Corthierdkk., 1984; de souzadkk., 2010; Bresolin dkk., 2010), dan afinitas (Hahn dkk., 2005; Zhu dkk., 2012) juga telah dikembangkan. Metode kombinasi ini mampu meningkatkan kemurnian IgG yang diperoleh, namun masih memiliki kapasitas terbatas dalam memisahkan sampel terutama sampel dalam jumlah besar. Oleh karena itu, pengembangan metode kromatografi, khususnya kromatografi afinitas untuk aplikasi pemisahan IgG dari plasma darah manusia dalam skala besar sangat penting dilakukan. Akhir-akhir ini, beberapa peneliti mengembangkan matriks polimer bercetakan molekul (MIP) untuk pemisahan IgG dari plasma darah manusia. Prinsip kerja MIP didasarkan pada prinsip kromatografi afinitas, dimana rongga-rongga dalam MIP berbentuk cetakan dengan ukuran dan permukaan yang sesuai dengan molekul IgG. Beberapa peneliti telah mengembangkan MIP, seperti MIP dengan molekul cetakan sebagian dari molekul target, dengan kelemahan yaitu memiliki penurunan spesifitas ikatan sebanding dengan kecilnya ukuran molekul cetakan yang digunakan (Schwark dkk., 2013; Corman dkk., 2014; Culha dkk., 2014). Peningkatan kapasitas adsorpsi cenderung meningkat pada matriks polimer termosensitif bercetakan poli (N-isopropil akrilamid) (Percin dkk. 2019) dan MIP dengan poli-L-glutamat dan N,N-metilen bisakrilamid sebagai pengikat silang untuk peptida (Dong dkk., 2023). Namun, matriks tersebut dibuat dengan tahapan dan bahan yang tidak sederhana sehingga menyebabkan peningkatan biaya produksi dalam menghasilkan IgG. Silika merupakan material murah yang dapat dimodifikasi permukaannya dengan gugus tiol (SiO 2–SH) menggunakan metode 3 sederhana (Pan dkk., 2021). SiO 2–SH dapat digunakan sebagai material inti dari MIP untuk menjebak molekul IgG membentuk SiO 2–SH@Ig (Saylan dkk., 2014). Sedangkan agarosa merupakan polimer ramah lingkungan, harganya murah, dan dapat mempermudah pengiriman dan penerimaan protein (Ying dkk., 2010). Ketiga bahan tersebut dapat digunakan untuk membuat matriks pemisahan yang cepat, efisien, murah dan selektif. Berdasarkan paparan di atas, dengan mempertimbangkan bahan, stabilitas struktur molekul cetakan, dan kemurnian IgG hasil pemisahan menggunakan MIP yang belum diteliti lebih lanjut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pembuatan matriks agarosa bercetakan molekul dengan inti silika yang termodifikasi gugus tiol untuk pemisahan IgG dari plasma darah manusia. I.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan yang diusulkan dari penelitian ini yaitu membuat matriks agarosa bercetakan molekul dengan inti silika yang termodifikasi gugus tiol untuk pemisahan IgG dari plasma darah manusia. 1.3 Masalah yang Dikaji 1. Saat ini metode pembuatan matriks dengan dasar molekul cetakan (MIP) telah dikembangkan oleh beberapa peneliti. Namun, metode pembuatan yang mudah, murah, sederhana, dan memiliki selektivitas tinggi tetrhadap IgG masih terus dikembangkan. Dalam penelitian akan dikaji pembuatan matriks agarosa bercetakan molekul dengan inti silika yang mengandung gugus tiol untuk pemisahan immunoglobulin G dari plasma darah manusia, sebagai matriks pemisahan yang mudah, murah, sederhana dan selektif terhadap IgG yang selanjutnya disebut dengan IgIM. 2. Karakteristik IgIM seperti morfologi permukaan, gugus fungsi, dan luas permukaan spesifik ditentukan dengan SEM, TEM-LR, FTIR, dan BET. 3. Beberapa penelitian untuk pemisahan IgG menggunakan MIP dengan sistem batch telah dilakukan, namun pemisahan IgG dari plasma darah manusia dengan sistem alir yang memiliki keunggulan sebagai sistem pemurnian yang cepat perlu dilakukan. Pada penelitian ini kinerja IgIM dalam sistem batch 4 diujikan dengan IgG standar. Sedangkah plasma darah manusia yang telah mengalami perlakuan awal dengan etanol digunakan sebagai sampel pada aplikasi IgIM dalam sistem alir. 1.4 Metodologi Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan metode penelitian eksperimental. Karakteristik fisikokimia hasil pembuatan MIP dan tingkat kemurnian dan stabilitas IgG hasil pemisahan akan diteliti. IgG akan dipisahkan dari komponen biologis lain yang ada di plasma darah manusia menggunakan IgIM. IgIM dibuat dengan metode cetakan permukaan yang lebih memungkinkan IgG terikat dibandingkan metode ruah. IgIM disintesis melalui tiga tahap, pertama yaitu sintesis SiO 2–SH dengan metode satu tahap. SiO2–SH berfungsi sebagai inti pendukung untuk mengimobilisasi IgG menghasilkan SiO 2– SH@Ig. Tahap kedua yaitu enkapsulasi SiO 2–SH@Ig dengan agarosa. Tahap terakhir yaitu mengeluarkan IgG dengan cara mencuci pairtikel SiO 2–SH@Ig yang terenkapsulasi agarosa sehingga menghasilkan IgIM yang memiliki rongga yang stereospesifik terhadap IgG. Untuk memastikan setiap tahap sintesis IgIM telah berhasil, maka dilakukan karakterisasi. Karakterisasi SiO 2–SH yang diuji meliputi ukuran partikel dengan particle size analyzer, morfologi dan komposisi permukaan silika dengan SEM- EDX, muatan permukaan dengan zeta sizer, perubahan gugus fungsi silika dengan FTIR dan konsentrasi gugus tiol pada permukaan silika ditentukan menggunakan reagen Ellman’s. Sedangkan karakterisasi hasil pembuatan IgIM meliputi perubahan gugus fungsi dengan FTIR, morfologi matriks dengan SEM, TEM-LR, dan kekasaran permukaan dianalisis dengan perangkat lunak Image-J, volum pori dan luas permukaan spesifik dianalisis dengan Brunauer-Emmett-Teller (BET). Polimer tidak bercetakan molekul (nIgIM) juga disintesis sebagai pembanding atau kontrol negatif. nIgIM dibuat dengan cara yang sama dengan IgIM, namun tidak ada tahap imobilisasi IgG sehingga nIgIM tidak memiliki rongga yang stereospesifik terhadap IgG. IgIM dan nIgIM yang telah disintesis dievaluasi kinerja pada sistem batch dan sistem alir. Semua data diambil dari hasil tiga kali 5 pengujian dan dilaporkan sebagai nilai rata-rata ± standar deviasi. Perhitungan dilakukan menggunakan perangkat lunak MS Office Excel 2010 dan pembuatan grafik menggunakan perangkat lunak origin versi 8.5. 1.5 Asumsi Penelitian Selain imunoglobulin, di dalam plasma darah manusia mengandung berbagai komponen protein lain seperti albumin, fibrinogen, dan lipoprotein. Komponen tersebut dapat mengganggu proses pemisahan imunoglobulin G dari plasma darah manusia menggunakan IgIM. Sehingga diasumsikan bahwa sangat penting melakukan perlakuan awal terhadap plasma darah manusia menggunakan metode pengendapan dengan etanol (Cohn dkk., 1946). Perlakuan awal berupa pengendapan dengan etanol diasumsikan dapat membantu mengurangi protein albumin, memperkaya IgG, dan meningkatkan keberulangan pemakaian IgIM. Sampai saat ini MIP yang telah dikembangkan sebagai matriks pemisahan IgG dari plasma darah manusia masih memiliki kekurangan yaitu selektifitas terhadap IgG relatif rendah. Penggunaan molekul utuh IgG sebagai molekul cetakan pada IgIM dapat menghasilkan rongga stereospesifik terhadap IgG. Berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan bahwa pori IgIM mampu memisahkan IgG dari plasma darah manusia. Interaksi IgIM terhadap IgG dapat dicapai melalui penggunaan gugus tiol yang terdapat pada permukaan silika yang digunakan sebagai inti pembuatan MIP. Menurut Saylan dkk. (2014), MIP yang terbuat dari inti silika termodifikasi gugus tiol yang dicetak dengan N-meth acryloyl-L-aspartic acid sebagai monomer fungsional dapat mengadsorpsi IgG sebesar 15,43 mg g –1 . Pada penelitian ini digunakan agarosa sebagai polimer alami yang memiliki permeabilitas, stabilitas, dan kemampuan membentuk gel yang bagus pada suhu ruang, serta ukuran mesh yang besar sehingga mempermudah pengiriman dan penerimaan protein. Selain itu, harga agarosa relatif murah dibandingkan dengan polimer yang lain. Agarosa larut dalam air pada 80-90 o C dan tidak membeku di bawah 41 o C (Ying dkk., 2010). Sedangkan IgG manusia akan mengalami agregasi pada pemanasan 63 o C selama 6 15 menit (Rosenqvist dkk. 1987). Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa pembuatan IgIM yang melibatkan suhu 45 o C memiliki pori yang stereospesifik terhadap IgG, sehingga IgIM dapat digunakan untuk memisahkan IgG dari plasma darah manusia. 1.6 Hipotesis penelitian Hipotesis yang diuji pada penelitian ini adalah: 1. Matriks agarosa bercetakan molekul (IgIM) dapat disintesis dari SiO 2–SH yang dikonjugasikan dengan IgG membentuk SiO 2–SH@Ig, kemudian SiO2–SH@Ig dienkapsulasi dengan agarosa. IgIM terbentuk setelah molekul cetakan dilepaskan dengan 10 mM bufer fosfat pH 8,0 yang mengandung 0,5 M NaCl. 2. Karakteristik IgIM yaitu memiliki luas permukaan spesifik 10 kali lipat dibandingkan dengan nIgIM. Hal ini menyebabkan IgIM memiliki struktur longgar sehingga mampu menampung rongga-rongga dari molekul cetakan. 3. IgIM dapat digunakan sebagai matriks pemisahan IgG dari plasma darah manusia karena IgIM memiliki rongga stereospesifik terhadap IgG. 1.7 Kebaharuan dan Orisinilitas Metode untuk pemisahan IgG dari plasma darah manusia terus dikembangkan oleh para peneliti, diantaranya MIP. Hingga 2023, metode pembuatan polimer MIP yang tidak mudah, mahal, dan selektifitas terhadap IgG yang relatif rendah menjadi tantangan tersendiri. Pada penelitian ini dihasilkan IgIM yaitu polimer MIP yang telah dibuat dengan tahapan dan bahan yang sederhana, juga selektif terhadap IgG. Hasil pemisahan IgG dari plasma darah manusia menggunakan IgIM sangat baik, hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis SDS-PAGE (kondisi reduksi) menghasilkan dua pita di daerah ~50 kDa dan ~25 kDa yang secara berturut-turut merupakan pita rantai berat dan rantai ringan IgG. Selain itu, stabilitas dari IgG hasil pemurnian diuji dan dibandingkan dengan sediaan IgG intravenous dan IgG standar. Melalui penelitian ini diharapkan IgIM dapat menjadi salah satu solusi untuk pemenuhan IgG sebagai molekul terapi penyakit dan vaksinasi pasif di masa depan..