110 Bab V Analisis dan Pembahasan V.1 Analisis Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner dilakukan setelah pengambilan data awal dilakukan dengan menggunakan data 55 responden awal. Seperti yang dijelaskan pada Bab IV, seluruh indikator dinyatakan valid sehingga dapat dikatakan setiap indikator sudah tepat untuk digunakan mengukur masing-masing konstruk. Sedangkan pada uji reliabilitas, konstruk PBC memiliki nilai alpha cronbach lebih kecil dari batas minimum (0,5) yaitu 0,429. Secara umum, hal pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan eliminasi pada salah satu indikator untuk meningkatkan nilai alpha cronbach sehingga konstruk dapat menjadi reliabel. Tetapi secara perhitungan diketahui bahwa apabila salah satu indikator dihilangkan maka konstruk PBC akan menjadi semakin tidak reliabel (nilai alpha cronbach menurun). Konstruk yang dianggap reliabel artinya konstruk tersebut tetap dapat digunakan pada sampel, tempat dan waktu pengambilan data yang berbeda. Konstruk PBC yang digunakan dalam penelitian ini sepenuhnya diadaptasi dari penelitian Champahom dkk. (2020) dimana pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa konstruk PBC reliabel. Berdasarkan hal tersebut maka konstruk PBC dalam penelitian ini diasumsikan reliabel sehingga tidak dilakukan eliminasi dan tetap digunakan dalam proses pengambilan data yang sesungguhnya. Pertimbangan lain untuk tetap menyertakan konstruk PBC dikarenakan nilai alpha cronbach yang dihasilkan yaitu 0,429 mendekati nilai batas minimum. Selain itu beberapa penelitian memberikan hasil bahwa konstruk PBC mempengaruhi intensi penggunaan helm (Aghamolaei dkk., 2011 dan Ali dkk., 2011), dengan demikian melakukan eliminasi konstruk PBC kemungkinan dapat menyebabkan hilangnya informasi lebih besar dibandingkan tetap menggunakannya. V.2 Analisis Tingkat Penggunaan Helm Pada penelitian ini, tingkat penggunaan helm didasarkan pada persentase responden yang merespon pernyataan terkait dengan respon β7β atau βselaluβ. Secara umum, 111 tingkat penggunaan helm pada sampel penelitian adalah 42,86%. Tingkat penggunaan helm ini terbilang rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya di negara lain yang menggunakan sepeda motor sebagai alat transportasi utama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Roehler dkk. (2003) tingkat penggunaan helm sepeda motor di Kamboja adalah 50%, di Ghana mencapai 47% (Aidoo dkk., 2018), tingkat penggunaan helm di Malaysia sedikit lebih tinggi yaitu 54,4% (Kulanthayan dkk., 2001) sedangkan Haqverdi dkk. (2015) melaporkan tingkat penggunaan helm di Iran 47%. Sehingga dapat dikatakan tingkat penggunaan helm sepeda motor di sebagian besar negara yang menggunakan sepeda motor sebagai alat transportasi cukup rendah. Berdasarkan hasil pengolahan data pada subbab IV.2 dapat dilihat adanya perbedaan yang signifikan antara penggunaan helm saat mengendarai sepeda motor di dalam kota dan ke luar kota. Tingkat penggunaan helm sepeda motor pada sampel penelitian saat di dalam kota 58,28% sebaliknya untuk penggunaan helm sepeda motor pada sampel penelitian saat ke luar kota mencapai 90,70%. Hasil yang diperoleh berbeda dengan penelitian terdahulu menyangkut penggunaan helm sepeda motor di dalam dan luar kota. Karuppanagounder dan Vijayan (2016) melaporkan tingkat penggunaan helm yang tinggi di dalam kota di Calicut India, yaitu 89%. Sejalan dengan hasil Karuppanagounder dan Vijayan (2016), Xuequn dkk. (2011) juga melaporkan tingkat penggunaan helm di jalan dalam kota hampir mencapai 95% di China. Tingkat penggunaan helm yang rendah saat di dalam kota sejalan dengan alasan utama pengendara sepeda motor di Indonesia tidak menggunakan helm saat mengendarai sepeda motor yaitu karena jarak perjalanan yang dekat (86,16%). Hal ini mungkin disebabkan adanya pendapat bahwa tidak perlu menggunakan helm jika pengendara mengendarai sepeda motor dengan pelan dan hati-hati (Karuppanagounder dan Vijayan., 2016). Selain itu, alasan lainnya mungkin disebabkan karena persepsi pengendara sepeda motor yang merasakan risiko cedera lebih besar saat melakukan perjalanan jarak jauh (Hung dkk., 2008). 112 V.2.1 Jenis Kelamin Pada penelitian ini, responden terdiri atas 53,97% laki-laki sedangkan perempuan sejumlah 46,03%. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada perbedaan tingkat penggunaan helm pada sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin. Hasil ini tidak mendukung hasil penelitian terdahulu yang melaporkan bahwa tingkat penggunaan helm sepeda motor lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki (Sreedharan dkk., 2010 dan Papadakaki dkk., 2013). Hal ini mungkin disebabkan karena baik laki-laki maupun perempuan memiliki persepsi yang tidak jauh berbeda terkait penggunaan helm. V.2.2 Usia Berdasarkan hasil pengolahan data, diketahui bahwa pengendara sepeda motor yang berusia lebih tua lebih sering menggunakan helm dibandingkan pengendara sepeda motor usia muda. Hal ini dapat disebabkan adanya perbedaan perilaku mengambil risiko berdasarkan usia. Pengemudi usia remaja dilaporkan lebih sering terlibat dalam perilaku mengemudi berisiko dibandingkan pengemudi usia dewasa (Rhodes dkk., 2011). Truelove dkk. (2017) mengungkapkan bahwa usia memainkan peranan penting dalam usaha mencegah individu melakukan pelanggaran. Penelitian ini menunjukkan hasil yang serupa dengan penelitian Truelove dkk. (2017) dimana pengendara usia dewasa lebih terpengaruh akan efek pencegahan untuk melakukan pelanggaran (misalnya aturan lalu lintas) dibandingkan pengendara usia muda. Selain itu hasil penelitian Kulanthayan dkk. (2001) juga mendukung penelitian ini dimana pengendara usia dewasa (> 21 tahun) lebih sering menggunakan helm dibandingkan usia muda (< 21 tahun). Hal ini mungkin disebabkan karena seiring pertambahan usia, kemampuan berpikir rasional juga meningkat (Kulanthayan dkk., 2001) sehingga pengendara sepeda motor yang berusia tua cenderung mematuhi peraturan keselamatan dibandingkan pengendara usia muda. Berdasarkan perhitungan odds ratio, pengendara sepeda motor berusia 26 β 45 tahun memiliki kemungkinan 1,616 kali untuk menggunakan helm dibandingkan pengendara usia 17 β 25 tahun. Begitupula dengan pengendara berusia 45 β 65 tahun 113 memiliki kemungkinan 1,734 kali dibandingkan usia 25 β 45 tahun dan 2,802 kali dibandingkan pengendara usia 17 β 25 tahun. Hal ini memperlihatkan bahwa pertambahan usia memiliki pengaruh besar terhadap intensi penggunaan helm sepeda motor. V.2.3 Tingkat Pendidikan Ada perbedaan yang signifikan antara pengendara sepeda motor yang merupakan lulusan universitas dan bukan lulusan universitas dalam hal penggunaan helm sepeda motor. Latar belakang pendidikan menjadi faktor penting dalam hal penggunaan helm diantara pengendara sepeda motor di Indonesia dimana pengendara yang merupakan lulusan universitas lebih sering menggunakan helm dibandingkan pengendara sepeda motor yang bukan lulusan universitas. Hasil serupa juga didapatkan oleh beberapa penelitian sebelumnya seperti Kulanthayan dkk. (2000), Ranney dkk. (2010), dan Papadakaki dkk. (2013). Papadakaki dkk. (2013) menyatakan bahwa pengendara sepeda motor yang lebih berpendidikan mendapatkan informasi tentang manfaat terkait keselamatan dari penggunaan helm dan risiko kecelakaan lalu lintas dibandingkan dengan pengendara sepeda motor dengan pendidikan lebih rendah. Berdasarkan hasil pengolahan data pengendara sepeda motor yang merupakan lulusan universitas memiliki kemungkinan 1,516 kali lebih tinggi untuk menggunakan helm dibandingkan pengendara sepeda motor yang bukan merupakan lulusan universitas. V.2.4 Status Pernikahan Pengendara sepeda motor yang berstatus menikah lebih tinggi kemungkinannya menggunakan helm dibandingkan yang belum menikah. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Akaateba dkk., (2015). Pada penelitiannya, Akaateba dkk. (2015) mendapatkan kesimpulan bahwa dibandingkan dengan pengendara sepeda motor yang berstatus menikah dan cerai, pengendara sepeda motor yang belum menikah lebih jarang menggunakan helm saat mengendarai sepeda motor. Seperti halnya terkait usia, pengendara yang belum menikah cenderung melakukan perilaku mengemudi berisiko karena mereka merasa memiliki tanggung jawab yang lebih rendah dibandingkan dengan pengendara yang sudah menikah (Wang dkk., 2018). 114 Hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan perilaku penggunaan helm sepeda motor diantara pengendara sepeda motor yang belum menikah dan sudah menikah. Perbedaan kemungkinan penggunaan helm antara pengendara sepeda motor yang sudah menikah dan belum menikah adalah 1,559 kali lipat. V.2.5 Status Anak Pengendara sepeda motor yang memiliki anak lebih sering menggunakan helm dibandingkan pengendara yang tidak memiliki anak. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Haqverdi dkk. (2015) dimana pengendara sepeda motor yang memiliki anak kecil cenderung menggunakan helm. Pengendara yang belum memiliki anak cenderung melakukan perilaku mengemudi berisiko karena merasa memiliki tanggung jawab lebih rendah dibandingkan pengendara yang sudah memiliki anak (Wang dkk., 2018). Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa pengendara sepeda motor yang memiliki anak memiliki kemungkinan 1,599 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak memiliki anak. V.2.6 Kepemilikan SIM Pada penelitian ini, dikumpulkan data menyangkut kepemilkan SIM, apakah responden memiliki SIM terkait sepeda motor atau tidak. Sebagian besar responden yaitu 91% memiliki SIM sedangkan 9% lainnya tidak. Terkait tingkat penggunaan helm, pengendara sepeda motor yang memiliki SIM lebih sering menggunakan helm dibandingkan pengendara sepeda motor yang tidak memiliki SIM. Pada penelitian sebelumnya, Valen dkk. (2019) menyatakan pengendara yang tidak memiliki SIM tidak mempengaruhi terjadinya kecelakaan secara langsung tetapi mungkin mengindikasikan bahwa pengendara tidak memiliki motivasi untuk mengendarai secara aman. Di sisi lain, Ledesma dkk. (2015) juga menyebutkan bahwa pengendara yang tidak memiliki SIM cenderung juga tidak menggunakan helm saat mengendarai sepeda motor dikarenakan memiliki SIM merupakan suatu bentuk kepatuhan terhadap aturan sama halnya dengan penggunaan helm saat mengendarai sepeda motor yang juga merupakan suatu aturan. Pengendara yang tidak memiliki SIM memiliki pengetahuan lebih sedikit terkait peraturan sehingga cenderung melakukan perilaku 115 mengemudi berisiko (Wang dkk., 2018) seperti tidak menggunakan helm. Berdasarkan hasil pengolahan data, pengendara yang memiliki SIM memiliki kemungkinan 2,238 lebih tinggi dibandingkan pengendara sepeda motor yang tidak memiliki SIM. V.2.7 Lama Kepemilikan SIM Pengendara sepeda motor yang memiliki SIM lebih dahulu cenderung menggunakan helm dibandingkan pengendara sepeda motor yang baru memiliki SIM. Semakin lama memiliki SIM, maka pengalaman pengendara sepeda motor dalam hal mengendarai sepeda motor juga meningkat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Haqverdi dkk. (2015) yang menyatakan bahwa probabilitas penggunaan helm sepeda motor akan meningkat seiring bertambahnya pengalaman. Seiring bertambahnya pengalaman, pengendara sepeda motor akan semakin menyadari bahwa dirinya terpapar bahaya sehingga akan berusaha untuk melindungi diri dengan menggunakan helm. Berdasarkan hasil pengolahan data, perbedaan lama kepemilikan SIM yang menyebakan perbedaan perilaku penggunaan helm secara signifikan adalah antara pengendara yang memiliki lama kepemilikan SIM kurang dari 10 tahun dan lebih dari 10 tahun. Pengendara sepeda motor yang memiliki SIM lebih dari 10 tahun memiliki kemungkinan untuk menggunakan helm 2,367 kali lipat lebih tinggi dibandingkan pengendara yang memiliki SIM kurang dari 10 tahun. V.2.8 Kepemilikan Helm SNI Pengendara sepeda motor yang memiliki helm SNI lebih sering menggunakan helm dibandingkan pengendara yang tidak memiliki helm SNI. Hal ini berbeda dengan penelitian Karuppanagounder dkk. (2016) yang menyatakan bahwa meskipun harga helm terjangkau sehingga mudah didapatkan, tapi hal ini tidak menyebabkan pengendara sepeda motor selalu menggunakan helm. Lajunen dan Rasanen (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tingkat penggunaan helm tidak akan meningkat hanya karena helm diberikan secara gratis. Dengan demikian, responden penelitian cenderung akan menggunakan helm saat mengendarai sepeda motor selama helm SNI tersedia. Berdasarkan hasil perhitungan odds ratio, kemungkina 116 pengendara sepeda motor yang memiliki helm SNI menggunakan helm 1,516 kali lipat dibandingkan yang tidak memiliki helm SNI. V.2.9 Anggaran Pembelian Helm SNI Perbedaan perilaku penggunaan helm saat mengendarai sepeda motor tidak didasarkan adanya perbedaan anggaran untuk membeli helm SNI yang berbeda-beda. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Karuppanagounder dkk. (2016). Dalam penelitiannya, Karuppanagounder dkk. (2016) menyatakan bahwa harga helm bukanlah penyebab pengendara sepeda motor tidak menggunakan helm. Pengendara sepeda motor di Calicut, India mengaku bahwa harga helm termasuk terjangkau tetapi hal ini tidak sejalan dengan tingkat penggunaan helm yang rendah. V.2.10 Pengetahuan tentang Aturan Pada penelitian ini sebagian besar pengendara sepeda motor (98%) mengaku telah mengetahui aturan tentang penggunaan helm sepeda motor sedangkan 2% lainnya mengaku tidak tahu. Meskipun tidak signifikan, responden yang memiliki pengetahuan tentang aturan penggunaan helm menunjukkan tingkat penggunaan helm lebih tinggi (43,2%) dibandingkan dengan pengendara sepeda motor yang mengaku tidak mengetahui aturan tersebut (30%). Sebelumnya diketahui bahwa pengendara yang memiliki tingkat pendidikan tinggi lebih sering menggunakan helm dibandingkan pengendara yang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah. Hal ini mungkin mengindikasikan bahwa pengetahuan umum tentang keselamatan yang dimiliki oleh pengendara sepeda motor yang berpendidikan tinggi mempengaruhi keputusan untuk menggunakan helm, terlepas dari pengetahuan mereka tentang hukum. Jika meningkatkan level pendidikan pengendara sepeda motor membutuhkan usaha yang besar, peningkatan pengetahuan tentang penggunaan helm mungkin akan menjadi lebih mudah melalui kampanye tertentu. Mempertimbangkan keberhasilan penerapan penegakan hukum terkait helm di negara lain seperti Amerika Serikat (Buckley dkk.