1 Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Hingga saat ini, bagi sebagian orang, patung masih dianggap sebagai salah satu bentuk perwakilan wujud atas roh atau dewa dalam suatu agama. Oleh sebab itu, patung dapat dikatakan memiliki hal mistik. “Binatang yang digambar dan diukir oleh manusia Zaman Batu di dinding guanya adalah alat ajaib. Tentu saja, dia memamerkannya di depan rekan-rekannya; tetapi dimaksudkan terutama untuk roh (Benjamin, 1973, hal. 29)”. Patung, dalam bahasa Inggris disebut sculpture, berasal dari bahasa Latin sculptura, yang berarti ‘memotong, memahat, atau membelah’. “Patung adalah tiruan bentuk orang, hewan, dan sebagainya dibuat dengan cara dipahat, diukir dari batu, kayu, dan sebagainya. Patung merupakan bentuk seni berbahan keras maupun plastis yang diolah menjadi benda seni tiga dimensi (KBBI, 2021)”. Patung adalah seni yang dihasilkan dalam pikiran seniman (pengukir/pemahat/pematung), lalu ide tersebut dibentuk dan dikreasikan dengan imajinasi sehingga memberi “kehidupan” pada gambar. Bagi penulis, patung adalah bentuk sempurna atas pemikiran dan imajinasi seniman terhadap suatu hal yang kemudian terbentuklah perwujudan atas imajinasi tersebut sehingga dapat dilihat dan dinikmati khalayak. Seni patung adalah proses yang tidak pernah selesai. Dari zaman Paleolitikum sampai masa kini, konsep patung selalu mengalami perubahan. Konsep patung muncul sejak era Yunani Kuno. Peradaban Yunani Kuno yang berlangsung selama lebih dari tiga ribu tahun memiliki capaian dalam banyak aspek kehidupan. Beberapa aspek kehidupan Yunani seperti pemikiran, filsafat, sistem pemerintahan, dan seni masih diterapkan hingga masa kini. Seni dapat menjadi medium untuk menghubungkan imajinasi pribadi dengan dunia mistik di sekitar manusia. Aspek-aspek ini dibaca melalui persepsi, 2 pemahaman, dan apresiasi estetik dari seni patung yang didasari nilai-nilai formal. Aspek-aspek tersebut juga selalu dikaitkan dengan karakteristik fisik material dan sifat plastisnya, seperti bentuk, bahan, tekstur, dan pewarnaan. Bernard Berenson mengandalkan gagasan formalis tentang estetika ketika ia menggunakan istilah “life-enhancing” untuk menggambarkan karakteristik seni yang hebat. Istilah ini sebenarnya merupakan cara elegan untuk mengatakan “bagus” untuk mewakili keyakinan penonton bahwa kesenangannya dalam persepsi estetika hanya didasarkan pada kualitas bentuk visual (Feldman, 1992, hal. 455). Hal tersebut bertujuan untuk menghasilkan kebutuhan penonton untuk memahami dan mendekati secara permanen berbagai ekspresi artistik yang sudah ada sebelumnya. Salah satu contoh hasil seni yang hebat sekaligus mengandung hal mistik adalah wayang golek. Wayang golek merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang tumbuh dan berkembang di daerah Jawa Barat. Masyarakat Jawa rata-rata sangat mencintai budaya tradisional. Meskipun mengalami perkembangan zaman dan teknologi, hal tersebut tidak membuat kecintaan masyarakat terhadap kesenian budayanya menjadi luntur. Kesenian wayang golek merupakan kesenian wayang yang dibuat dari bahan kayu dan dibentuk sesuai dengan karakter-karakter dalam cerita wayang. Daerah penyebarannya terbentang luas dari Cirebon di sebelah timur sampai wilayah Banten di sebelah barat, bahkan di daerah Jawa Tengah yang berbatasan dengan Jawa Barat sering pula dipertunjukkan pergelaran wayang golek. Wayang memiliki nilai estetika yang begitu tinggi, wayang bagi orang Jawa merupakan klangenan karena wayang tidak hanya memiliki filosofi yang begitu dalam, tetapi juga memiliki nilai estetika yang tinggi dalam masyarakat Indonesia baik dari segi pertunjukan, bentuk, dan karakter wayang sehingga wayang dianggap sebagai identitas diri orang Jawa. Wayang memiliki unsur rupa yaitu garis, raut, warna, tekstur gelap dan terang. 3 Pengertian wayang secara luas bisa mengandung makna gambar (penikmatannya hanya mungkin dari arah muka), boneka tiruan manusia yang terbuat dari kulit, kardus, seng, mungkin kaca-serat (fibre-glass), atau bahan dwimatra lainnya, dan dari kayu pipih maupun bulat-torak (bisa dinikmati dari beberapa arah), juga pemain sandiwara. Batasan tersebut mungkin masih akan terus berubah sejalan dengan perkembangan kreativitas para juru wayang (Suryana, 2002, hal. 60). Jenis-jenis wayang yang hingga saat ini masih eksis di Indonesia, antara lain wayang kulit purwa, wayang golek purwa, dan wayang wong. Jenis wayang lain seperti wayang beber, wayang klitik, wayang dangkluk, wayang golek menak, wayang pakuan, wayang dupara, wayang kulit menak, wayang madya, dan beberapa wayang yang lain sebagian besar sudah tidak dipertunjukkan lagi (Suryana, 2002, hal. 10). Wayang sebagai Inspirasi Penciptaan Proyek Seni Patung merupakan proposal pembuatan patung dari kayu sebagai media ekspresif. Tesis ini bertujuan untuk menilai patung bukan sebagai volume yang secara tradisional ditandai oleh realisme, melainkan sebagai konsepsi spiritual, mistik, dan ritual. Oleh karena itu, konsep ini tidak dipahami sebagai masalah agama atau secara filosofis.