11 Bab II Tinjauan Pustaka Studi mengenai disrupsi transit dan perilaku perjalanan telah banyak dieksplorasi dengan beragam komponen dan prespektif. Fokus pada bab ini adalah penekanan pada disrupsi transit dengan perubahan perilaku komuter pekerja. Serta dengan detail variabel yang terkait dari berbagai macam penelitian yang telah ada. Pada bagian akhir pun akan dijabarkan mengenai desain metode analisis, sintesis literatur metode analisis, serta desain variabel. II.1. Disrupsi Transit Sistem transit merupakan sebuah sistem terbuka yang kompleks serta rentan terhadap disrupsi karena berbagai kegagalan operasional dan infrastruktur. Disrupsi tersebut sendiri dapat dikategorikan berdasarkan dari sumbernya, yaitu kendaraan dan infrastruktur, serta insiden teknologi, alam, atau buatan manusia. Kategori disrupsi pun dapat didasarkan oleh keteraturannya seperti besarnya dan skala, durasi, dan dampak (Christoforou et al., 2016). Disrupsi dapat terjadi secara tak terduga ataupun direncanakan, jangka pendek atau jangka panjang, lokal atau global yang memengaruhi seluruh jaringan transit. Berdasarkan studi, walaupun disrupsi terencana terjadi secara terstruktur, namun disrupsi terencana dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama dibandingkan dengan gangguan tidak direncanakan. Sehingga berpotensi mengakibatkan akumulasi dampak gangguan yang jauh lebih besar daripada gangguan yang tidak direncanakan (Yap dan Cats, 2022). Disrupsi dapat menyebabkan beberapa kejadian lainnya seperti penundaan jadwal, kepadatan, penurunan kecepatan, pembatalan jalur, penutupan fasilitas, perubahan rute, dan pergantian layanan, yang berlanjut menjadi penundaan penumpang, kehilangan koneksi, frustrasi, dan ketidaknyamanan yang dapat memengaruhi persepsi keandalan layanan dan penumpang transit (Rodríguez-Núñez dan García-Palomares, 2014). Jika melihat dari kacamata penumpang, disrupsi transit dapat mengarah pada pergantian moda transportasi secara paksa. Bahkan pada kasus terburuk pun dapat menyebabkan pergerakan terhenti secara total (Masud, 2018). 12 Sebagai operator pun, disrupsi dapat berdampak pada stabilitas kualitas pelayanannya. Sehingga operator sangat mengusahakan strategi mitigasi sesuai dengan respon penumpang (Levinson dan Zhu, 2011). Kunci dari perencanaan mitigasi itu sendiri adalah memahami perilaku penumpang dalam menghadapi situasi disrupsi (Ehsan et al., 2020). Faktanya, strategi mitigasi yang dibutuhkan adalah strategi yang cukup detail untuk beragam pengguna, dari yang tidak dapat tahan hingga yang fleksibel karena sikap manusia yang kompleks. II.2. Perilaku Perjalanan Studi mengenai perilaku perjalanan merupakan ilmu yang menarik karena mengkaji bagaimana pelaku perjalanan membentuk keputusan perjalanan serta rangkaian komponennya. Hal tersebut dapat meliputi banyaknya perjalanan yang akan dilakukan, destinasi perjalanan, moda yang digunakan, serta dengan siapa perjalanan dilakukan (Axhausen and Zürich, 2007; Zhang and Van Acker, 2017). Pada akhirnya, tujuan dari analisis perilaku perjalanan adalah untuk mempelajari bagaimana memfasilitasi mobilitas dan menciptakan sistem transportasi yang aman, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Maka dari itu studi perilaku perjalanan meliputi sebagian analisis dan pemodelan permintaan perjalanan, dan didasarkan pada teori dan metode analisis dari berbagai disiplin ilmu (Goulias, 2000). Faktor kunci yang menentukan perilaku perjalanan perkotaan dan permintaan perjalanan dapat dikategorikan secara luas sebagai karakteristik demografi, faktor sosial-ekonomi, biaya perjalanan, moda transportasi, kualitas layanan dan pola penggunaan lahan. Terdapat tiga konsep yang digunakan untuk memahami perilaku perjalanan sebagai berikut: (Allaman, et al., 1982). a. Lifestyle adalah bagaimana individu dan rumah tangga mengalokasikan waktunya untuk suatu kegiatan seperti bekerja, sekolah, rekreasi, dll. Hal ini berkaitan dengan kegiatan yang menjadi dasr tujuan perjalanan individu dan rumah tangga. b. Life Cycle diartikan sebagai usia anggota keluarga dewasa dan jumlah maupun usia anak-anak. Secara detail jumlah anggota keluarga anak dan dewasa yang tinggal pada satu rumah akan berdampak pada pola perjalanan dan waktu untuk setiap individu. 13 c. Household Structure atau struktur rumah tangga berkaitan dengan perubahan ukuran dan komposisi rumah tangga yang terikat juga dengan konsep sebelumnya, life cycle. Model teori yang biasa digunakan dalam penelitian beberapa tahun terakhir untuk menjelaskan perilaku yang berkaitan dengan transportasi termasuk pemilihan moda adalah theoryiof planned behavior (TPB) (Ajzen, 1991). Teori tersebut dimulai sebagai theory of reasoned action tepatnya tahun 1980 untuk memprediksi niat seseorang terlibat dalam suatu perilaku padaiwaktu dan tempat tertentu. Teori tersebut bermaksud untuk menjelaskan semua perilaku dimana orang memilikiikemampuan untuk mengendalikan diri. Komponen kunci dari model ini adalah niat perilaku. Sebagaimana niat perilaku dipengaruhi oleh sikapiitentang kemungkinan hasil yang diharapkanidan evaluasi subjektif terhadap risiko danimanfaat dari hasil. Gambar II. 1 Teori Perilaku Terencana Sumber: Ajzen, 1991 Berdasarkan gambar diatas, TPB telah berhasil digunakaniiuntuk memprediksi dan menjelaskan berbagai macam perilaku dan niat kesehatan, termasuk merokok, minum minuman keras, penggunaan layanan kesehatan, menyusui, dan penggunaan narkoba (Gambar II.1). TPB menyatakanibahwa pencapaian perilaku bergantung pada motivasi serta kemampuan. Hal ini dibedakan antara tiga jenisikeyakinan, yakni attitude, subjective norm, serta perceived behavioral control. Faktor pusat dalam TPB adalah niat individu untuk melakukan perilaku tertentu sebagimana intention diasumsikan untuk menangkap faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku (Ajzen, 1991). Model tersebut 14 menunjukkan dalam memprediksi intention dari suatu perilaku dilihat berdasarkan pada attitude, subjective, norm, daniiperceived behavioral control. Konsep dari tiga faktor utama dari teori ini dijabarkan sebagai berikut: (Ajzen, 1991; Forward, 2004) a. Attitude mengacu pada konsekuensi dari tindakan dalam hal ini dapat dilihat dari sejauh mana individu memiliki evaluasi atau penilaian yang positif atau negatif dari perilaku tersebut. b. Subjective norm mengacuiipada tekanan sosial atau ekspektasi orang lain yang akan mempengaruhi atau membebani individu untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tersebut. c. Perceived behavioral control mengacu pada persepsi individu tentang kemampuannya untuk melakukan perilaku.