31 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Analisis Metabolit Sekunder Praxelis clematidea Hasil penapisan fitokimia melalui uji warna, endapan, dan busa pada ekstrak akuades berbagai bagian tumbuhan P. clematidea (tajuk, akar dan seluruh tumbuhan) ditunjukkan pada Tabel IV.1. Tampak bahwa ekstrak akuades dari akar, pucuk dan seluruh bagian tumbuhan Praxelis mengandung metabolit sekunder dari golongan senyawa fenolik, alkaloid, dan terpenoid. Kandungan senyawa metabolit sekunder dapat ditemukan di seluruh komponen tumbuhan dengan beragam variasi komposisi dan kadar, namun keberadaannya bergantung pada spesies tumbuhan dan faktor lingkungan (Gomes dkk., 2017). Hasil penapisan fitokimia yang diperoleh sejalan dengan penelitian sebelumnya yang juga menemukan metabolit sekunder tumbuhan Praxelis dari golongan senyawa fenolik (Thepphakhun & Intanon, 2020), terpenoid (Wang dkk., 2006), serta alkaloid (Permatasari dkk., 2020). Proses ekstraksi dengan akuades mampu menarik beragam senyawa karena air merupakan pelarut universal yang molekulnya memiliki ikatan -OH sehingga air menjadi medium ideal untuk melarutkan banyak zat kimia, baik bersifat polar, semi-polar, dan non-polar (Fried & Hademenos, 2007). Sumber ekstrak yang berbeda memperlihatkan konsentrasi kandungan metabolit sekunder yang berbeda pula. Nilai rerata intensitas warna alkaloid pada akar (71,4) dan seluruh bagian (74,2) tumbuhan lebih rendah dibandingkan pucuk (82,13). Dengan kata lain, sumber ekstrak di akar dan seluruh bagian tumbuhan memiliki tingkat konsentrasi sedang, sedangkan pucuk memiliki tingkat konsentrasi lemah. Sementara itu, terpenoid pada seluruh bagian tumbuhan memiliki nilai rerata intensitas warna (42,6) lebih rendah dibandingkan pucuk (52,6) dan akar (58,3) sehingga sumber ekstrak dengan tingkat konsentrasi terpenoid kuat, sedang, dan lemah secara berurutan terdapat pada seluruh bagian tumbuhan, pucuk, dan akar. Flavonoid pada pucuk memiliki nilai rerata intensitas warna (49,8) lebih rendah dibandingkan seluruh bagian tumbuhan (61,8) dan akar (63,4), sehingga sumber ekstrak yang berasal dari pucuk termasuk ke dalam tingkat konsentrasi kuat, 32 sedangkan seluruh bagian tumbuhan dan akar memiliki tingkat konsentrasi sedang. Saponin pada pucuk memiliki nilai tinggi busa (1,9 cm) lebih tinggi dibandingkan seluruh bagian tumbuhan (1,3 cm) dan akar (1,1 cm) sehingga sumber ekstrak yang berasal dari pucuk termasuk ke dalam tingkat konsentrasi kuat, sedangkan seluruh bagian dan bagian bawah memiliki tingkat konsentrasi sedang. Secara keseluruhan, sumber ekstrak yang berasal dari seluruh bagian tumbuhan memiliki komposisi metabolit sekunder lebih lengkap dan kandungan lebih tinggi dibandingkan sumber lainnya. Pengembangan bioherbisida yang berasal dari beragam senyawa lebih baik karena ekstrak memiliki aktivitas multi target (Verdeguer dkk., 2020). Tabel IV. 1 Penapisan fitokimia dengan uji warna, endapan, dan busa pada ekstrak Praxelis clematidea Sumber Ekstrak Pengujian Senyawa Reagen Perubahan Hasil Nilai RGB Bagian pucuk tumbuhan Flavonoid Mg + HCl 2N Jingga +++ 49,8 Alkaloid Dragendorff Endapan merah jingga + 82,1 Terpenoid Liberman-Burchard Merah ungu ++ 52,6 Saponin Air panas Busa (1,9 cm) +++ - HCl 2N Busa (1,1 cm) - Bagian akar tumbuhan Flavonoid Mg + HCl 2N Jingga ++ 63,4 Alkaloid Dragendorff Endapan jingga ++ 71,4 Terpenoid Liberman-Burchard Cokelat + 58,3 Saponin Air panas Busa (1,1 cm) ++ - HCl 2N Busa (0,8 cm) - Seluruh bagian tumbuhan Flavonoid Mg + HCl 2N Jingga ++ 61,8 Alkaloid Dragendorff Endapan jingga ++ 74,2 Terpenoid Liberman-Burchard Merah tua +++ 42,6 Saponin Air panas Busa (1,3 cm) ++ - HCl 2N Busa (0,7 cm) - Keterangan: (+++) = Kuat; (++) = Sedang; (+) = Lemah; dan (-) = Tidak ada Perubahan warna pada lapisan amil alkohol dari putih menjadi jingga setelah pemberian reagen logam Mg dan HCl menandakan keberadaan golongan senyawa fenolik berupa flavonoid pada ekstrak Praxelis. Reaksi perubahan warna disebabkan reagen logam Mg dan HCl mereduksi inti benzopiron yang terdapat dalam struktur flavonoid sehingga membentuk senyawa kompleks berupa garam flavilium yang memiliki warna merah-jingga (Sitepu dkk., 2020). 33 Keberadaan golongan senyawa alkaloid pada ekstrak Praxelis terlihat melalui terbentuknya endapan jingga. Reaksi pengendapan yang terjadi disebabkan adanya penggantian ligan. Elektron bebas atom nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K + dari kalium-iodida pada reagen Dragendorff. Nitrogen dapat menggantikan ion iodin dan berikatan dengan kalium sehingga membentuk senyawa kompleks kalium-alkaloid yang ditandai dengan adanya endapan berwarna jingga pada reagen Dragendorff (Idroes dkk., 2019; Safitri & Roosdiana, 2021). Keberadaan golongan senyawa terpenoid pada ekstrak Praxelis terlihat melalui perubahan warna dari merah-ungu, merah tua, atau cokelat. Reaksi perubahan warna disebabkan proses pelepasan H2O dan penggabungan karbokation. Karbokation menyebabkan adisi elektrofilik yang diikuti pelepasan hidrogen beserta elektronnya, sehingga terjadi perpanjangan konjugasi (Siadi, 2012) yang menimbulkan perubahan warna menjadi cokelat, merah, atau ungu (Marjoni, 2022). Pembentukan busa yang tahan lama dan tidak hilang pada ekstrak Praxelis menjadi tanda keberadaan senyawa saponin. Busa yang terbentuk pada sumber ekstrak bagian pucuk, akar, dan seluruh bagian tumbuhan mampu bertahan selama 15 menit dengan ketinggian busa secara berurutan, yaitu 1,9 cm, 1,1 cm, dan 1,3 cm. Penambahan reagen HCl 2N pada sumber ekstrak bagian pucuk, akar, dan seluruh bagian tumbuhan tidak menyebabkan busa hilang selama 15 menit dengan ketinggian busa secara berurutan, yaitu 1,1 cm, 0,8 cm, dan 0,7 cm. Busa dapat terbentuk karena saponin memiliki sifat ampifilik dari gugus sapogenin yang bersifat lipofilik dan gugus sakarida yang bersifat hidrofilik. Adanya sifat tersebut akan menurunkan tegangan antarmuka cairan dan gas pada saat larutan dikocok sehingga memudahkan dipersi gas dalam cairan dan terbentuknya gelembung gas yang terbungkus oleh lapisan film yang disebut busa (Hambali dkk., 2019; Lestari dkk., 2019). Penambahan HCl menunjukkan ketahanan busa yang terbentuk karena menyebabkan gugus lipofilik berikatan dengan gas dan gugus hidrofilik berikatan dengan air menjadi semakin mantap (Tandi dkk., 2020). 34 Hasil skrining alelokimia melalui uji warna, endapan, dan busa dianalisis lanjut dengan KLT menggunakan sinar tampak dan UV pada ekstrak Praxelis di seluruh bagian tumbuhan (Tabel IV.2). Pada fraksi etil asetat, ditemukan dua golongan senyawa, yaitu fenolik dan terpenoid. Flavonoid yang termasuk ke dalam golongan senyawa fenolik terlihat dua noda pada eluen etil-asetat:metanol (7:3), yaitu berwarna merah dengan Rf. 0,67 dan berwarna kuning dengan Rf. 0,60. Kemudian, triterpenoid yang termasuk ke dalam golongan senyawa terpenoid terlihat satu noda pada eluen kloroform:metanol (8:2), yaitu berwarna ungu dengan Rf. 0,80. Pada fraksi kloroform ditemukan dua golongan senyawa, yaitu alkaloid dan terpenoid. Alkaloid terdapat dua noda pada eluen kloroform:metanol (9,5:0,5), yaitu berwarna merah-ungu dengan Rf. 0,85 dan berwarna jingga-merah dengan Rf. 0,78. Golongan senyawa terpenoid terdapat senyawa steroid yang terlihat satu noda pada kloroform:metanol (9,5:0,5) dengan warna biru-hijau (Rf. 0,20) dan senyawa triterpen-saponin terdapat satu noda pada eluen n-heksana:etil-asetat (1:1) dengan warna ungu (Rf. 0,20). Proses identifikasi senyawa pada KLT melalui nilai Rf, warna noda, dan fase gerak hanya dapat memprediksi komponen metabolit sekunder pada sampel dan belum mampu menggambarkan keaktifan suatu senyawa dan karakteristik struktur apapun karena terdapat senyawa-senyawa yang sulit dikarakterisasi melalui penampak noda sehingga bisa saja menyebabkan reaktif semu atau warna tidak tampak pada saat di bawah paparan UV atau cahaya alami karena kurangnya reaktivitas kimia terhadap struktur senyawa (Gibbons, 2006; Oleszek dkk., 2008). 35 Tabel IV. 2 Penapisan fitokimia dengan uji KLT pada ekstrak seluruh bagian tumbuhan Praxelis clematidea Pengujian Senyawa/ Fraksi Pelarut Eluen Warna Noda Nilai Rf Sebelum Semprot Reagen Setelah Semprot Reagen Visual UV 245 nm UV 366 nm Visual UV 245 nm UV 366 nm Flavonoid/ Etil Asetat Etil Asetat: Metanol (7:3) Merah muda Hijau Ungu-Biru Merah Kuning-Hijau Kuning-Hijau 0,67 Kuning muda Hijau Biru Kuning Biru muda Biru muda 0,60 Alkaloid/ Kloroform Kloroform: Metanol (9,5:0,5) Tidak tampak Biru-Ungu Biru muda Merah-Ungu Ungu Biru tua 0,85 Tidak tampak Biru Biru muda Jingga-Merah Jingga Biru tua 0,78 Triterpenoid/ Etil Asetat Kloroform: Metanol (8:2) Tidak tampak Hijau Tidak tampak Merah-Ungu Violet Ungu-Biru 0,80 Steroid/ Kloroform Kloroform: Metanol (9,5:0,5) Kuning muda Hijau Violet Biru-Hijau Ungu muda Ungu-Biru 0,20 Triterpenoid- Saponin/ Kloroform n-Heksana: Etil Asetat (1:1) Kuning muda Hijau Violet Ungu Abu Ungu-Biru 0,20 36 Senyawa flavonoid ditemukan pada fraksi etil asetat dengan nilai Rf 0,67 (noda 1) dan 0,60 (noda 2) di eluen etil asetat-metanol (7:3) (Gambar IV.1). Kedua noda teramati berwarna kuning-hijau (noda 1) dan biru muda (noda 2) pada UV 254 nm dan 366 nm, sementara pada sinar tampak berwarna merah (noda 1) dan kuning (noda 2) setelah disemprot dengan reagen AlCl3. Hasil ini didukung dengan beberapa penelitian mengenai uji flavonoid bahwa senyawa flavonoid dapat dideteksi dengan reagen AlCl3. Warna noda yang tampak secara visual, seperti kuning, jingga, atau merah (Xu dkk., 2011), sedangkan pada sinar UV dapat berwarna kuning, hijau, atau biru (Medić-Šarić dkk., 2008).