7 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Industri Pipa Baja Industri baja di Indonesia merupakan sektor industri strategis dalam perekonomian negri yang berkontribusi langsung pada penciptaan keluaran (output) dan nilai tambah bruto, baik produk domestik bruto nasional maupun produk domestik regional bruto. Berbagai industri juga menggunakan baja sebagai bahan baku dan/atau fasilitas penunjang produksi. Beberapa industri seperti konstruksi, otomotif, mesin, minyak dan gas bumi, dan pembangkit listrik menggunakan baja sebagai material kunci dalam kegiatan produksi. Indonesia merupakan salah satu negara yang menempati urutan ke-19 terbesar dunia dalam produksi baja kasar. Dalam data yang disampaikan oleh World Steel Association (2022a), produksi baja kasar Indonesia mencapai 12,9 juta ton pada tahun 2020. Meskipun terjadi penurunan sebesar 2,9%, IISIA (2021) melaporkan bahwa permintaan baja selama semester 1 tahun 2021 meningkat sebesar 36% dari permintaan di periode yang sama tahun 2020. Produksi domestik dan eksport juga meningkat sekitar 12,5%. Dengan pembangunan infrastruktur berkelanjutan yang menopang pertumbuhan industri manufaktur, pengembangan industri migas, peningkatan kegiatan pertambangan, dan pengolahan mineral serta berbagai sektor industri lainnya, maka kebutuhan baja dalam negeri akan terus mengalami peningkatan. Tak hanya dalam produksi baja kasar, IISIA (2021) juga memprediksi adanya peningkatan dalam kapasitas produksi dan produksi pipa baja nasional pada tahun 2025. Nilai konsumsi pipa baja secara nasional pada tahun 2019 mencapai 1,35juta ton dimana nilai produksi masih sebesar 884 ribu ton. Tantangan yang dihadapi industri pipa baja saat ini adalah masih rendahnya utilisasi kapasitas dimana pada tahun 2019 nilainya masih rendah yaitu 37%, padahal industri pipa baja nasional memiliki kapasitas produksi yang dapat memenuhi k onsumsi. IISIA memprediksi adanya peningkatan produksi menjadi 0,9 juta ton pada tahun 2025 dan juga peningkatan utilisasi kapasitas menjadi 93% pada tahun 2050. Seiring dengan 8 rencana peningkatan utilisasi produk pipa baja dan pembangunan infrastruktur di Indonesia, maka kegiatan produksi pipa baja akan terus meningkat. II.2 Pembuatan Pipa Baja di PT X Kegiatan manufaktur pipa baja pada PT X terdiri dari penerimaan material utama berupa hot rolled coil, proses pembentukan pipa baja, dan pengiriman ke konsumen. Dalam proses pembuatan pipa baja, PT X menggunakan dua metode pengelasan, yaitu High Frequency Welding (HFW) dan Submerge Arc Welding (SAWH) yang juga menjadi pembeda jenis produk yang dijual oleh PT X. Secara umum, kegiatan pembuatan pipa baja di PT X ditampilkan pada Gambar II.1. Gambar II.1 Diagram alir kegiatan pembuatan pipa baja (PT X, 2020) a. Proses Produksi Pipa Baja Tahapan pertama dari produksi pipa baja adalah persiapan baja strip (coil) sebelum dibentuk sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan oleh konsumen. Baja strip, jika diperlukan, akan dipotong untuk menyesuaikan dimensi yang dibutuhkan untuk membuat pipa. Proses perataan selanjutnya dilakukan untuk dapat menyambung lembaran coil. Penyambungan lembar baja dilakukan dengan pengelasan manual. Selanjutnya, penggilingan tepi coil dilakukan disetiap sisi coil dengan ukuran masing-masing 2 mm. 9 Tahapan kedua adalah pembentukan pipa. Secara umum, pembentukan pipa dilakukan dengan cara melewatkan coil ke dalam mesin pembentuk dan pengelasan dilakukan untuk menyambungkan tepi-tepi coil. Metode pengelasan disesuaiankan dengan jenis pipa yang akan diproduksi. Pada produk HFW, perlakukan pemanasan dilakukan setelah pengelasan untuk mengurangi tegangan sisa pengelasan sehingga meningkatkan ketahanan logam terhadap korosi dan metode pengelasan yang dilakukan adalah high frequency welding. Sedangkan untuk produk SAWH, tidak dilakukan pemanasan terhadap coil dan pengelasan dilakukan pada bagian dalam dan luar sambungan coil. Metode pengelasan yang dilakukan adalah submerged arc welding. Tahapan ketiga, inspeksi dilakukan pada produk yang sudah lulus pengecekan manual. Inspeksi dilakukan dengan melakukan beberapa tes diantaranya, tes hidrostatik, inspeksi radiografi (pada produk SAWH), dan inspeksi ultrasonik (pada produk HFW). Tahapan keempat merupakan proses pemotongan pipa sehingga ukuran panjang pipa sesuai dengan pesanan konsumen. Selain itu, pembersihan residu pasca pengelasan dilakukan untuk memastikan tidak terdapat sisa pengelasan. Terakhir, end beveling dilakukan untuk membentuk sudut di tiap tepi ujung pipa dengan tujuan untuk persiapan proses pengelasan dalam penyambungan pipa dan alasan keamanan. Proses ini dilakukan dengan bantuan beveling machine. Diargam alir proses produksi pipa HFW dan SAWH diilustrasikan pada Gambar II.2 dan Gambar II.3. 10 Gambar II.2 Diagram alir proses manufaktur pipa High Frequency Welding (HFW) Gambar II.3 Diagram alir proses manufaktur pipa Submerged-arc Welding (SAWH) b. Penyimpanan dan Pengiriman Produk Pipa Baja Produk jadi yang telah melewati tahapan akhir selanjutnya disimpan pada warehouse terbuka. Proses penanganan produk jadi dibantu dengan mesin angkut seperti gantry crane, overhead travelling crane, mobil crane, juga kendaraan angkut seperti forklift dan trailer. Distribusi produk ke konsumen dilakukan dengan menggunakan truk trailer. c. Material Utama yang Digunakan untuk Membuat Pipa Baja Material utama yang digunakan untuk membuat pipa baja disebut dengan baja strip (coil). Jenis coil yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan pipa yang akan 11 dibuat. Dalam hal ini, jenis Hot Rolled Coil (HRC) digunakan oleh PT X sebagai bahan baku utama. Karakteristik kimia jenis HRC yang digunakan ditampilkan pada Tabel II.1 berikut: Tabel II.1 Karakteristik kimia HRC yang digunakan oleh PT X Senyawa SAW Pipe (Max. (%)) HFW Pipe (Max. (%)) Karbon (C) 0,22 0,22 Silikon (Si) 0,45 0,45 Mangan (Mn) 1,40 1,30 Fosfor (P) 0,025 0,025 Sulfur (S) 0,015 0,015 Copper (Cu) 0,50 0,50 Nikel (Ni) 0,30 0,30 Kromium (Cr) 0,30 0,30 Molybdenum (Mo) 0,15 0,15 Boron (B) 0,001 0,001 Niobium + Vanadium + Titanium (Nb + V + Ti) 0,15 0,14 Karbon Ekuivalen (CEIIW) 0,43 0,43 Sumber: PT X II.3 Life Cycle Assessment (LCA) Menurut ISO 14040:2006, LCA adalah metode yang digunakan untuk melakukan asesmen terhadap dampak lingkungan yang berhubungan dengan suatu produk. Secara umum LCA dilakukan dalam 4 tahapan, yaitu: 1. Definisi, Tujuan dan Ruang Lingkup, dalam tahapan ini ruang lingkup, termasuk didalamnya batasan dari sistem dan tingkat kerincian, dari LCA bergantung pada subjek dan maksud penggunaan penilaian. Penentuan tujuan juga akan mempengaruhi seberapa dalam dan luas penilaian yang akan dilakukan pada objek. 12 2.