1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Baja merupakan besi rendah karbon yang banyak digunakan dalam sektor industri. Sifatnya yang lebih baik dibandingkan jenis besi lainnya, dalam hal kekuatan (strength) dan kekerasan (toughness), menjadikan material ini sebagai pilihan utama dalam pembuatan jalur pipa baik dalam sistem distribusi air bersih, sistem drainase, maupun sistem transport minyak dan gas. Kebutuhan pipa baja dalam skala nasional masih terus meningkat seiring dengan kebijakan pemerintah yang mendorong industri untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dengan nilai proyeksi seperti pada Gambar I.1. Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesa (IISIA) melakukan perhitungan proyeksi pengembangan industri pipa baja secara nasional sesuai dengan Peta Jalan (Roadmap) Industri Baja Nasional, dimana diperkirakan akan adanya peningkatan kapasitas produksi pipa baja menjadi 3,1juta ton pada tahun 2025 dari 2,4juta ton pada tahun 2020. Gambar I.1 Proyeksi pertumbuhan kebutuhan baja nasional (IISIA, 2021) World Steel Associations menyebutkan bahwa material baja dapat sepenuhnya didaur ulang tanpa kehilangan kualitasnya tetapi, dalam proses pengolahannya menjadi pipa baja beberapa potensi dampak negatif terhadap lingkungan dapat terjadi. Sektor indusri baja disebut menyumbang setidaknya 6% emisi CO 2 antropogenik tiap tahunnya secara global (Onarheim dkk., 2015 dalam Quader dkk., 2016). Alasan tingginya jumlah emisi ini adalah: (1) konsumsi energi yang tinggi dan (2) kebutuhan karbon yang tinggi untuk bertindak sebagai agen pereduksi biji 2 besi (Aula dkk., 2012). Dalam penelitiannya, Nandyala (2019) menemukan bahwa dari keseluruhan proses pembuatan pipa baja, fase manufaktur pipa memberikan emisi setara CO 2 tetinggi. Hasil yang sama juga ditunjukkan ketika membandingkan emisi setara CO 2 yang dihasilkan selama proses pembuatan steel pipe dengan concrete pressure pipe. Upaya penurunan emisi CO 2 dari kegiatan industri besi dan baja telah dilakukan di berbagai negara. Beberapa penelitian dan inisiatif pengembangan terkait hal tersebut diantaranya: ULCOS (Uni Eropa), AISI (Amerika), POSCO (Korea), dan COURSE50 (Jepang). Semua kegiatan tersebut memiliki satu visi yang sama menuju kegiatan produksi besi dan baja yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (Quader dkk.,2016). Sebagai contoh, ULCOS merupakan salah satu program penelitian konsorsium 48 perusahaan dari 15 negara Eropa dengan tujuan untuk mengurangi setidaknya 50% emisi CO 2. Program ini berfokus pada pencarian solusi dari ancama pemanasan global dengan cara pengembangan teknologi untuk dapat mengefisiensikan penggunaan energi maupun limbah yang dihasilkan (Meijer dkk., 2009). Salah satu metode yang digunakan dalam proyek ULCOS untuk menilai pengaruh proses metalurgi terhadap lingkungan dan pemilihan teknologi baru adalah Life Cycle Assessment (LCA). LCA merupakan sebuah metode yang terstruktur, komprehensif, dan terstandarisasi internasional yang bertujuan untuk mengkuantifikasi semua emisi dan konsumsi sumber daya, serta dampak lingkungan maupun kesehatan dan isu kelangkaan sumber daya yang berkaitan dengan barang dan jasa (produk). Metode ini juga merupakan alat pendukung keputusan yang kuat, melengkapi metode lainnya, yang sama pentingnya untuk membantu secara efektif dan efisien membuat produksi dan konsumsi lebih berkelanjutan (JRC-IES European Commission, 2010). Dalam penerapannya, LCA banyak digunakan untuk membandingkan dampak lingkungan dari suatu produk. Beberapa studi terdahulu telah dilakukan untuk mengevaluasi dampak lingkungan selama proses produksi baja hingga proses produksi pipa baja. Industri besi dan baja 3 menggunakan LCA sebagai sarana untuk mengevaluasi proses secara komprehensif, pilihan material, dan pengaruh emisi gas rumah kaca sepanjang daur hidupnya (Korol, 2011). Dalam penelitian yang melibatkan 3 jenis produk pipa baja, didapatkan bahwa Global Warming Potential (GWP) merupakan dampak lingkungan yang paling signifikan dalam proses manufaktur pipa baja. Potensi emisi CO 2 selama proses produksi yang menggunakan energi listrik umumnya lebih tinggi dibangkan dengan energi lainnya akibat dari bahan bakar fosil yang digunakan dalam pembangkit listrik (Su dkk., 2012). Penggunaan kokas dan batubara sebagai sumber karbon pereduksi biji besi juga merupakan sumber emisi CO 2 yang besar selama proses produksi baja (Aula dkk., 2012). Studi LCA dapat membantu perusahaan untuk mengidentifikasi dampak lingkungan yang paling signifikan sepanjang proses transportasi bahan baku, produksi pipa, hingga distribusi pipa baja seperti yang dilakukan oleh PT X. PT X merupakan salah satu industri nasional yang memproduksi pipa baja untuk kebutuhan sistem perpipaan dalam kondisi onshore maupun offshore. Informasi terkait dampak lingkungan dari daur hidup suatu produk akan membantu perusahaan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan sistem manajemen lingkungan (environmental management system). Tak hanya itu, evaluasi terhadap proses produksi pipa baja di PT X dapat dijadikan referensi untuk pengembangan proses produksi yang lebih mengarah kepada konsep produksi bersih. I.2 Rumusan Masalah Penelitian mengenai penilaian dampak lingkungan pada proses produksi pipa baja di PT X menggunakan LCA dirasa perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar dampak yang dihasilkan dan memeberikan rekomendasi perbaikan berdasarkan hotspot atau unit proses dengan dampak paling signifikan dari proses manufaktur pipa baja. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Berapa jumlah materi dan energi yang digunakan untuk produksi pipa baja di PT X.