57 Bab IV Hasil dan Diskusi IV.1 Pengetesan Laboratorium IV.1.1 Sensor Node IV.1.1.1 Catu Daya Pada pengetesan sensor node di laboratorium, parameter-parameter fisis yang dites berkaitan dengan energi yang dikeluarkan dari gunung api yang menandakan adanya aktivitas gunung api, diantaranya adalah kegempaan (energi kinetik), suhu dan gas (energi panas), serta pergeseran tanah (energi potensial). Yang pertama, pengetesan dilakukan pada catu daya. Daya pada sistem adalah 2256,5 mW, dengan kapasitas batere 12 V dan 7 AH. Dengan demikian, batere bisa digunakan selama 7 aH/(2.26 W/12 V) atau 37 jam. Sebuah sell surya (17.6 volt, 0.58 A) digunakan untuk men-charge batere. Tegangan keluaran dan arus keluaran pada pagi, siang dan sore terlihat pada Gambar IV.1 dan 2. Jika diasumsikan bahwa sel surya menerima energi selama 12 jam, tegangan rata-rata (pagi, siang, sore) adalah 18,81 V (Gambar IV.1) dan arus rata-rata 0,229 A (Gambar IV.2). Sehingga batere di- charge selama 7 AH/0.229 A atau 30.48 jam. Gambar IV. 1 Tegangan keluaran sel surya pada pengetesan skala laboratorium pagi hari (mulai dari jam 08:50), siang hari (mulai dari jam 11:25) dan sore hari (mulai dari jam 15:00) 58 Gambar IV. 2 Arus keluaran sel surya pada pengetesan skala laboratorium pagi hari (mulai dari jam 08:50), siang hari (mulai dari jam 11:25) dan sore hari (mulai dari jam 15:00) IV.1.1.2 Sensor Suhu Untuk sensor suhu, hanya ada sedikit perbedaan antara sensor suhu dengan termometer raksa (Gambar IV.3) pada titik dimana waktu merespon sensor lebih dari 2 detik, sehingga tidak bisa mengambil data dengan baik (Noname, https://datasheetspdf.com/pdf/785590/D-Robotics/DHT11/1). Gambar IV. 3 Data keluaran sensor suhu pada pengetesan skala laboratorium IV.1.1.3 Sensor Gas 59 Sementara itu, sensor gas dites sampai konsentrasi SO2 8 ppm. Tegangan keluaran dengan kemiringan grafik 0,5 untuk konsentrasi 0-2 ppm (Gambar IV.4) dan 5,91 untuk 2-4 ppm (Gambar IV.5 grafik biru) serta 27,36 untuk 4-8 ppm (Gambar IV.5 grafik kuning) menunjukkan konsentrasi yang dideteksi oleh sensor. Gambar IV. 4 Data konsentrasi SO2 yang terdeteksi sampai 2 ppm pada pengetesan skala laboratorium Gambar IV. 5 Data konsentrasi SO2 yang terdeteksi antara 2 - 8 ppm pada pengetesan skala laboratorium IV.1.1.4 Sensor Pergeseran Tanah 60 Selanjutnya, offset sensor kemiringan terlihat dari sejak awal pengukuran (0 o ), yang mengakibatkan adanya perbedaan selama pengukuran sebesar -0.6 o (Gambar IV.6). Gambar IV. 6 Pengukuran pergeseran tanah dari kemiringannya dengan sensor MPU 6050 (grafik biru) dan busur derajat (grafik jingga) IV.1.1.5 Sensor Seismik Sedangkan sensor terakhir (vibrasi/seismik) menunjukkan bahwa zero offset pada sumbu X dan Y hampir mendekati 0 dan sumbu Z 1 m/s 2 . Akan tetapi, hal ini masih normal untuk sensor ini. Selain itu, sumbu Z memang didesain untuk diposisikan sejajar dengan gaya gravitasi, sehinga terlihat ada penyimpangan sebesar 10% (Gambar IV.7) dari tetapan gravitasi bumi (khusus di Bandung 9.676 m/s 2 ) (Noname, 2010). Data ini kemudian ditransformasi ke dalam domain frekuensi dengan 0 Hz frekuensi yang didapat pada pengetesan ini (Gambar IV.8). 61 Gambar IV. 7 Vibrasi dalam bentuk percepatan pada sumbu X yang searah gravitasi bumi (grafik biru), sumbu Y yang searah gravitasi bumi (grafik jingga) dan sumbu Z yang searah gravitasi bumi (grafik abu-abu) IV.1.1.6 LoRa Semua data ini kemudian dikirim ke LoRa RA-02 dari client ke server. Karakteristik LoRa dinyatakan dengan perbandingan data yang dikirim oleh client dengan data yang diterima oleh server (PER). Pada pengetesan ini, presentasi eror data yang diterima dengan data yang dikirim rata-rata sebesar 2,87% (Gambar IV.9) dari 4 lokasi berbeda dimana setiap lokasi diambil 100 kali pengukuran sampai LoRa menunjukkan sinyal lemah yang dinyatakan dalam RSSI (Received Signal Strength Indication) (di bawah -102 dBm) pada jarak 400 m (Gambar IV.10). 62 Gambar IV. 8 Vibrasi sumbu X (a), Y (b) dan Z (c) pada domain frekuensi 63 Gambar IV. 9 Percentage Error Rate (PER) untuk 100 kali pengukuran pada setiap 100 m pengetesan Gambar IV. 10 Received Signal Strength Indicator (RSSI) untuk 100 kali pengukuran pada setiap 100 m pengetesan IV.1.1.7 Status Gunung Api Selanjutnya, penentuan status gunung api dites dengan memasukkan data sensor ke dalam sistem. Pada tahap ini, dilakukan simulasi fuzzy logic dengan data sembarang. Misalnya, jika didapat data SO 2 (4 ppm, dengan nilai linguistik berada pada keadaan Normal sebesar S(x)normal = 0,857 dan Sedang sebesar S(x)sedang 64 = 0,143), CO2 (500 ppm, dengan nilai linguistik berada pada keadaan Normal sebesar C(x)normal = 0,4 dan Sedang sebesar C(x)sedang = 0,6.), suhu udara (36 o C, dengan nilai linguistik berada pada keadaan Normal sebesar T(x)normal = 1) kegempaan (2 Hz, dengan nilai linguistik berada pada keadaan Normal sebesar G(x)normal = 0,75 dan Medium sebesar G(x)sedang = 0,25.) dan pergeseran tanah (0 o , dengan nilai linguistik berada pada keadaan Normal sebesar P(x)normal = 1) sebagai input data kontrol fuzzy untuk proses fuzzification. Proses selanjutnya yaitu inference 8 input fuzzy ini dimasukkan ke 8 rule fuzzy, dan dilakukan inferensi Clipping dengan aturan conjunction %KJFQJ?PEKJã6:2�3;LIEJ