35 Bab III Metode Penelitian III.1 Sistem Monitoring Gambar III. 1 Sistem yang akan dikembangkan Pada sistem yang akan dikembangkan, data hasil pengamatan ditransmisikan ke Base Station kemudian dikirim ke Control Station untuk diolah dan dianalisis lebih lanjut (Gambar III.1). Bagian dimana sensor node tetap berada di posisi awal pengamatan, dinamakan Fixed Mode. Sedangkan, ketika terjadi letusan atau terjadi aktivitas gunung api yang membahayakan yang menyebabkan proses transmissi data terganggu karena infrastruktur yang rusak atau bahkan node tersebut yang rusak, maka sistem berganti ke Emergency Mode atau disebut juga Mobile Mode. Pada kondisi rawan bencana yang menyebabkan sistem monitoring rusak, sangat dibutuhkan suatu proses pengukuran data tanpa adanya petugas pengukuran di lapangan (yang bisa membahayakan dirinya) untuk menggantikan sistem yang rusak. Dengan demikian, sistem akan dilengkapi dengan mobile robot dan drone untuk keperluan tersebut. Mobile robot akan dikirimkan ke lokasi pengamatan ketika sensor node rusak. Mobile robot ini dilengkapi sensor node yang sama sehingga bisa menggantikan fungsi sensor node yang rusak. Sedangkan drone 36 digunakan untuk pengamatan melalui udara. Sistem ini kemudian diberi nama MONICA (Mobile monitoring system for Indonesian volcano). III.1 Sensor Node Pada sensor node (Gambar III.2), sistem dibagi menjadi bagian client (atau sensor node itu sendiri) untuk pengukuran parameter gunung api dan bagian server (pada base station) yang akan memproses data-data pengukuran ini dan menghubungkannya dengan jaringan internet sehingga user di control station bisa mendapatkan informasi mengenai data-data, serta status gunung api melalui sistem peringatannya dengan protokol MQTT (Message Queuing Telemetry Transport) dan fuzzy logic (pada makalah ini tidak akan dibahas mengenai sistem peringatan ini). Gambar III. 2 Sensor node yang digunakan dalam sistem: bagian server (kotak hijau) dan bagian client (kotak merah) Ada 5 buah sensor yang digunakan pada sensor node adalah sensor SO 2 TGS 2602, sensor CO 2 MG 811, sensor suhu DHT 11, sensor vibrasi (seismisitas) ADXL 345 dan giroskop MPU 6050 untuk kemiringan tanah. Sensor-sensor yang digunakan ini berdasarkan pada aktivitas energi dari gunung api: energi termal (SO 2, CO2 dan suhu), energi potensial (kemiringan tanah) dan energi kinetik (seismisitas). Sensor- sensor ini terhubung dengan pin D1 pada mikrokontroler Arduino untuk menerima, memproses data dan mengirimkannya ke server melalui WiFi ESP 8266 dan LoRa- 02. Selain itu, sistem ini disuplai oleh sebuah batere yang disuplai (di-charge) dengan sebuah sel surya melalui solar charger controller. 37 Pada bagian server ada Raspberry Pi 3B (Prosesor 1,2 GHz 64-bit quad-core, ARMv8, Videocore IV 3D graphics core GPU, dan 1 Gigabyte RAM), serta dashboard Node-red untuk menampilkan data secara real-time (tidak akan dibahas dalam penelitian ini) dan broker MQTT untuk komunikasi client–server serta fuzzy logic untuk penentuan sistem peringatan gunung api. III.1.1 Pengetesan Sensor Node Skala Laboratorium Sensor node kemudian akan dites di laboratorium untuk sensor dan catu daya serta LoRa (Gambar III.3). Gambar III. 3 Pengetesan laboratorium untuk catu daya (a); sensor SO 2 (b), dan sensor vibrasi (c) Pengetesan pertama adalah catu daya untuk mengetahui seberapa besar energi dan waktu yang dibutuhkan untuk men-charge batere dengan sel surya (Gambar III.3(a)). Sistem sensor ini disuplay oleh baterai yang bisa diisi-ulang melalui sel 38 surya yang paling cocok untuk Indonesia dengan sinar matahari yang melimpah. Arus pada sel surya dinyatakan dengan Persamaan III.1 #NQOL=@=OAHOQNU= L &=U=L=@=OAHOQNU= 6AC=JC=JL=@=OAHOQNU= (III.1) Arus yang dikonsumsi oleh sistem dan umur baterai dinyatakan dalam Persamaan (III.2) dan (III.3). #NQO:=ILANA; -KJOQIOE@=U=:S=PP; 6AC=JC=J>=PANA:RKHP; (III.2) 7IQN$=PANA L =NQO H H=I=JU=S=GPQ>=PANAD=>EO:=ILANAF=I; GKJOQIOE=NQO:=ILANA; (III.3) Batere harus diisi ulang ketika muatannya kosong, sehingga kapasitas arus maksimum batere dinyatakan dengan waktu pengisian muatan batere 9=GPQLAJCEOE=JIQ=P=J>=PANA:D;L =NQO H H=I=JU=>=PANAD=>EO:=ILANAF=I;; #NQOOAHOQNU=:=ILANA; (III.4) Selanjutnya, sensor suhu dites dengan cara membandingkan pengukuran suhu pada ruang terkontrol dengan pengukuran menggunakan termometer raksa yang dilakukan secara simultan. Sementara itu, sensor gas dites dengan meletakannya di sebuah ruangan dengan konsentrasi gas yang diketahui sehingga sensor bisa mengukur dan keluaran analognya merepresentasikan konsentrasi gas yang diukurnya (Gambar III.3(b)). Selanjutnya, pengetesan pergeseran tanah dilakukan dengan membandingkan pengukuran sensor dengan busur derajat yang diletakkan bersamaan untuk mengukur sebuah permukaan yang diubah kemiringannya. Sensor terakhir adalah sensor vibrasi. Pengetesan dilakukan untuk mengetahui zero offset sensor ketika diasumsikan hanya gaya gravitasi bumi saja yang berpengaruh (Hewawasam, dkk., 2009; Piedrahita dan Guayacundo, 2006; Pang dan Liu, 2001; Forrestal, dkk., 2003) saat sensor diletakkan di sebuah permukaan datar. Pertama dilakukan dengan mengetes sensor ketika sumbu X sejajar dengan arah gaya gravitasi bumi dan sumbu Y serta Z tegak lurus dengan gaya gravitasi bumi (Gambar III.3(c)). Berikutnya, dilanjut dengan Y yang sejajar gaya gravitasi bumi dan terakhir sumbu Z. 39 Pengetesan terakhir dilakukan terhadap LoRa (tanpa antena luar) (Augustin, dkk., 2016). LoRa adalah format modulasi frekuensi menggunakan metode transmisi PSK (Phase Shift Keying) dan FSK (Frequency Shift Keying) dengan nilai frekuensi yang stabil (Jang dkk., 2019). Perangkat radio komunikasi yang cukup murah harga dan konsumsi dayanya bisa diaplikasikan untuk komunikasi jarak jauh sampai sekitar 100 km dengan fungsi geolokasi kapasitas tinggi dan aman (menggunakan enkripsi AES128 end-to-end) (Tsai dkk., 2018). Dalam penelitian ini, komunikasi M2M (machine-to-machine) menggunakan transducer pada transmitter dan receiver. LoRaWAN menggunakan topologi star on star (untuk konsumsi daya efisien dan meningkatkan jarak komunikasi) untuk mengirimkan pesan ke server pusat melalui gateway untuk menghindari collision/tabrakan antar node ketika mengaksses server pada waktu bersamaan. LoRaWAN telah dites pada jarak komunikasi 4,3 km untuk daerah perkotaan dan 9,7 km untuk daerah terbuka di pedesaan (Andrei dkk., 2017), sehingga sangat sesuai untuk aplikasi pada penelitian ini yang membutuhkan komunikasi data secara real-time dan resolusi tinggi. Pada pengetesan LoRa ini dihitung Percentage Error Rate (PER- perbandingan antara jumlah eror paket dalam receiver per satuan waktu dengan jumlah paket yang diterima) yang diambil pada jarak berbeda. Jarak divariasikan sampai tidak bisa dilakukan pengambilan data lagi karena sinyal lemah (diindikasikan dengan RSSI (Received Signal Strength Indicator). Yang terakhir adalah penentuan status gunung api. Proses fuzifikasi sebagai proses awal dari implementasi fuzzy logic (Kayacan, dkk., 2016), fungsi keanggotaan segitiga (Gambar III.4) digunakan pada fuzzy rule untuk menentukan status peringatan gunung api dengan 4 variabel linguistic: Normal, Waspada, Siaga dan Awas yang dinyatakan dalam Persamaan (III.5-8). 40 Gambar III. 4 Fungsi keanggotaan segitiga untuk status gunung api: Normal (biru), Waspada (merah), Siaga (abu-abu), Awas (Kuning)