7 Bab II GeologiRegional dan Geologi Daerah Penelitian II.1Geologi Regional Cekungan Jawa Timur II.1.1 Fisiografi Regional Cekungan Jawa Timur Daerah penelitian berada di Blok KE-11 yang terletak pada Sub-Cekungan Madura, Cekungan Jawa Timur, ProvinsiJawa Timur(Gambar II. 1). Cekungan Jawa Timur terletak pada batas bagian selatan Kraton Sunda dan memiliki luas sekitar 50.000 km 2 (Satyanadkk., 2004).Cekungan ini terbentuk pada kala Eosen sebagai cekungan belakang busur yang berasosiasi dengan busur vulkanik pada bagian selatannya. Cekungan ini dibatasi oleh KarimunjawaArchdan lingkungan laut dalam dari Cekungan Lombok, Cekungan Flores, Cekungan Salayar, dan Cekungan Makassar pada bagian barat.Pada bagian timur, cekungan ini dibatasioleh Tinggian Masalembo- Doang.Cekungan ini memanjang dengan orientasi timurlaut-tenggara, dimulai dengan busur vulkanik lepas pantai Pulau Jawa pada bagian timurlaut hingga bagian daratan dari Pulau Kalimantan dan daerah paparan Selat Makassar pada bagian tenggara. Pada bagian timurlaut, cekungan ini dibatasi oleh Paparan Paternoster dan zona Sesar Adang. Gambar II. 1.Fisiografi Cekungan Jawa Timur (Grossdkk., 2006). 8 II.1.2 Kerangka Tektonik Regional Cekungan Jawa Timur Sejarah tektonik Cekungan Jawa Timur merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah tektonik Pulau Jawa dan sejarah tektonik wilayah Asia Tenggara (Sribudiyani dkk., 2003). Secara umum, fase tektonostratigrafi Cekungan Jawa Timur dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu: a. Periode Tektonik Pra Tersier (Pre-Rift) Pada periode ini, Lempeng Australia bergerak ke arah timur laut. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya subduksi antara Lempeng Australia dengan Mikrolempeng Sunda sepanjang jalur Jawa-Meratus. Kejadian ini menghasilkan kompleks akresi batuan dasar yang beragam. Di atas batuan dasar ini kemudian diendapkan sedimen yang didominasi oleh batulempung dengan sisipan batupasir litik-sublitik. Unit batuan ini diusulkan sebagai Formasi Pra-Ngimbang (Philip, 1991) yang kemungkinan berumur Tersier. Evolusi tektonik Indonesia bagian barat dari Kapur Akhir hingga Tersier Awal dapat dilihat pada Gambar II. 2. Gambar II. 2. Kerangka tektonik Indonesia bagian barat sejak Kapur Akhir hingga Tersier Awal (Sribudiyani dkk., 2003). 9 b. Periode Tektonik Paleogen (Syn-Rift) Pada Eosen Awal, sebuah pecahan benua yang berasal dari Super Benua Gondwana bergerak ke arah timur laut menuju kompleks penunjaman jalur Lok Ulo-Meratus. Bersatunya pecahan benua ini dengan sisi timur Lempeng Mikrosunda menyebabkan aktivitas magmatik pada pada umur Eosen terhenti dan mengakibatkan terangkatnya kompleks penunjaman yang kemudian menghasilkan Kompleks Meratus di Kalimantan Timur dan Kompleks Melange Luk Ulo di Jawa bagian tengah. (Gambar II. 3) Rifting terjadi jauh dari batas lempeng yang terkait dengan pergerakan sepanjang sesar yang sudah ada sebelumnya. Penyusunan ulang lempeng secara global di kawasan Asia Tenggara terjadi pada pertengahan hingga akhir Eosen, termasuk kolisi antara lempeng India dengan Asia dan perubahan kecepatan pergerakan Lempeng Pasifik (Tapponnier, dkk.,1986). Kolisi antara Lempeng India dan Asia menghasilkan ekstrusi pada batas timur lempeng Eurasia, sepanjang sesar strike-slip. Kejadian ini kemudian menginisiasi pembentukan Cekungan Jawa Timur. Pembentukan cekungan diawali dengan fase tektonik transtensional sepanjang zona sesar strike-slip (Zona Sesar Red River, Thai- Burma Shear, Bangka Shear, dan Zona Sesar Sumatra) yang kemudian membentuk graben dan half-graben berarah utara-selatan, yang kemudian terisi oleh endapan darat, yaitu Formasi Ngimbang (Klastik). Pada Eosen Tengah, terjadi pengendapan secara transgresi yang menyebabkan sistem pengendapan fluvial yang bergeser ke bagian utara dan timur laut dari Cekungan Jawa Timur. Sistem pengendapan laut dangkal kemudian muncul pada bagian tenggara, dimana sistem pengendapan fluvial ada sebelumnya. Sistem ini yang menghasilkan endapan karbonat setara dengan Formasi Ngimbang (Karbonat). Pada awal Oligosen, terjadi pengurangan kecepatan lempeng secara regional di Asia Tenggara (Hall, 2002). Kecepatan penunjaman Lempeng Australia berkurang dari 18 cm/tahun menjadi 3 cm/tahun (Sribudiyani dkk., 2003). Hal ini menyebabkan bertambahnya sudut subduksi, dan mundurnya zona subduksi, sehingga terjadi perubahan arah subduksi dari utaraselatan menjadi timur lautbarat daya (Hall, 1997 10 dalam Yang dkk., 2010). Peristiwa ini menyebabkan terjadinya pengangkatan secara regional pada bagian tenggara Paparan Sunda. Kemudian, terjadi erosi dan penurunan sepanjang jejak sesar yang sudah ada sebelumnya, yang kemudian diisi oleh endapan laut dangkal, yaitu Formasi Kujung. Gambar II. 3. Kerangka tektonik Indonesia bagian barat pada Oligosen hingga Miosen (Sribudiyani dkk., 2003). c. Periode Tektonik Neogen-Kuarter (Syn-Inversion) Periode berikutnya pada umur Miosen Awal hingga Miosen Akhir adalah periode tektonik kompresional yang diakibatkan oleh penunjaman Lempeng Indo-Australia di bawah Mikrolempeng Sunda (Bransden dan Matthews, 1992), yang ditunjukkan pada Gambar II. 4. Pada Miosen Awal, penunjaman Lempeng Indo-Australia di bawah Mikrolempeng Sunda menghasilkan sesar-sesar naik utama. Proses pembalikan yang diduga dimulai oleh proses penunjaman ini membalikkan gerak sesar yang sudah ada. Cekungan yang sudah terbentuk sebelumnya kemudian mengalami pembalikan dan 11 membentuk pusat pengendapan yang baru. Pasokan sedimen tetap datang dari barat dengan tambahan pasokan sedimen lokal dari hasil erosi tinggian baru. Daerah penelitian terletak di zona depresi yang merupakan kelanjutan dari Zona Depresi Kendeng-Randublatung-Central Java yang memanjang dengan arah barat timur. Keseluruhan zona depresi ini sering disebut hanya sebagai Zona Depresi Kendeng. Zona depresi dibatasi zona sesar mendatar RMKS (Rembang-Madura- Kangean-Sakala) atau zona tinggian di bagian utara dan Zona Pengangkatan Pegunungan Selatan di bagian selatan (Gambar II. 5).