Hasil Ringkasan
1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir telah terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam di Indonesia. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia memprediksi laju deforestasi hutan di Indonesia kini telah mencapai 2 juta hektar per tahun, dimana sebelumnya diperkirakan sekitar 1 sampai 1,2 juta per tahun (Hansen, dkk., 2013). Konversi tutupan hutan alam menjadi konsesi kehutanan, perkebunan dan pertambangan, tanpa mengindahkan prinsip-prinsip keberlanjutan dan berwawasan lingkungan dianggap memberikan kontribusi terhadap degradasi dan deforestasi hutan di Indonesia. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberi nuansa baru dalam kebijakan pemerintahan khususnya otonomi daerah, dimana pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenangan mengemban tugas dalam tata kelola urusan pemerintah yang bersifat otonom maupun dalam tata kelola bidang pembangunan termasuk menerbitkan perizinan pertambangan. Kebijakan penerbitan izin tersebut dinilai banyak pihak belum mempertimbangkan faktor lingkungan hidup. Para pemerhati lingkungan menemukan fakta, sejumlah penerbitan perizinan tanpa dilengkapi dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Keresahan akibat pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan tanpa memperhatikan kajian lingkungan disebut-sebut memicu diterbitkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Kegiatan penambangan batubara sebagian besar dilakukan dengan metode tambang terbuka, dimana mula-mula dilakukan pembersihan lahan, pengupasan lapisan tanah pucuk dan tanah penutup selanjutnya dipindahkan ke lokasi penimbunan, diikuti dengan penambangan batubara itu sendiri. Kegiatan ini berpotensi merubah bentuk topografi, menyebabkan berkurangnya tutupan hutan, secara umum menyebabkan terjadi perubahan karakteristik daerah aliran sungai, dampaknya meluas terhadap perubahan perilaku kondisi hidrologi, seperti terjadi fluktuasi Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian 2 debit yang signifkan, meningkatnya laju erosi termasuk penurunan kualitas air limpasa n dan air permukaan (Abfertiawa n, 2010). Lokasi Penelitian di DAS Kuatan, merupakan subDAS Kapuas, di Kalimantan Tengah dengan luas ± 85.419,75 Hektar atau 854,1975 km 2 , panjang sungai Kuatan ±103,43 kilometer. Secara administratif berada di 3 (tiga) kabupaten, yakni Kabupaten Kapuas seluas ±91,57%, selebihnya berada di Kabupaten Barito Utara dan Kabupaten Murung Raya dengan luas masing-masing ±4%. DAS Kuatan mempunyai potensi sumber daya alam yang melimpah di sektor kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Hal ini dapat dilihat dari Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) seluas ± 67% dari luas DAS, konsesi perkebunan kelapa sawit sekitar ± 15% di bagian barat dan wilayah konsesi pertambangan sebesar ± 83,25%, dimana ±67,4% dari seluruh luas DAS Kuatan masuk konsesi IUP Operasi Produksi Pertambangan Batubara. Kondisi eksisting saat ini dimana hanya satu perusahan penambangan batubara yang berproduksi sedangkan perusahaan lain yang telah berproduksi sudah tahun 2010 sudah merumahkan seluruh karyawannya pada Tahun 2015, sebagai dampak keterpurukan nilai jual batubara. Sementara itu sejumlah pemegang Izin Usaha Pertambangan Batubara Operasi Produksi yang berada di wilayah ini telah mengantongi perizinan sampai 15 atau 20 tahun kedepan dan masih memungkinkan untuk melakukan perpanjangan perizinan maksimal 2 x 10 tahun, sesuai dengan UU No 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.