32 BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM IV.1 Analisis Sampel Data yang digunakan di dalam penelitian ini berasal dari sampel batuan dan minyak yang diambil dari 3 sumur, yaitu Sumur A-1, Sumur A-2, dan Sumur A-3. Nilai TOC dibawah 0,5% tidak memiliki pengaruh dalam produksi hidrokarbon komersial (Waples, 1985; Peters dan Cassa, 1994) sehingga hanya sampel dengan berjumlah 431 dan hasil seleksi berdasarkan nilai TOC menunjukkan total 192 data yang kemudian dianalisis. Data sampel yang digunakan dalam penelitian ini berupa data analisis total organik karbon (total organic carbon, TOC), pirolisis Rock-Eval, reflektansi vitrinit, kromatografi gas (gas chromatograph, GC), kromatografi gas spektrometri massa (gas cromatograph-masss spectrometry, GCMS), dan isotop karbon seperti yang ditunjukkan pada Tabel IV.1. Tabel IV.1 Data yang digunakan dalam penelitian IV.2 Evaluasi Batuan Induk Cekungan Natuna memiliki beberapa formasi, seperti Formasi Muda, Formasi Arang, Formasi Upper Gabus, Formasi Keras, Formasi Lower Gabus, Formasi Benua, dan Formasi Lama. Data geokimia yang digunakan berasal dari dua sumur yaitu Sumur A-1 dan Sumur A-3. Dalam evaluasi batuan induk memberikan gambaran mengenai kuantitas, kualitas, dan kematangan termal material organik. 33 IV.2.1 Kandungan Karbon Organik (TOC) dan Pirolisis Rock-Eval Batuan induk dianalisis melalui geokimia untuk mendapatkan potensi kekayaan material organik yang terkandung dalam batuan induk. Potensi kekayaan material organik didapatkan dari perbandingan nilai kandungan karbon organik total (total organic carbon, TOC). Dari analisis ini akan diketahui apakah suatu batuan induk berpotensi dalam menghasilkan hidrokarbon dan jenis hidrokarbon yang dihasilkannya. Dari data hasil analisis geokimia Sumur A-1 yang ada, digunakan nilai kandungan karbon organik total untuk menginterpretasi potensial kandungan hidrokarbon atau kekayaan material organik yang terkandung dalam batuan induk. Data analisis geokimia Sumur A-1 dapat diklasifikasikan kekayaan material organik pada batuan induknya berdasarkan nilai TOC dan kualitas material organik atau tipe kerogennya berdasarkan nilai HI (mgHC/g) menurut Peters dan Cassa (1994). Nilai TOC 4 mengindikasikan kuantitas hidrokarbon yang istimewa. Berdasarkan klasifikasi Peters dan Cassa (1994), hasil analisis Sumur A-1 yang ditunjukkan pada Gambar IV.1 memiliki nilai TOC yang menunjukkan potensial kandungan hidrokarbon atau kandungan material organik yang sedang hingga sangat baik pada Formasi Arang. Nilai TOC pada Formasi Upper Gabus menunjukkan potensial kandungan hidrokarbon yang sedang hingga istimewa. Nilai TOC pada Formasi Keras menunjukkan potensial kandungan hidrokarbon yang sedang hingga sangat baik. Nilai TOC pada Formasi Lower Gabus menunjukkan potensial kandungan hidrokarbon yang sedang. Nilai TOC pada Formasi Benua menunjukkan potensial kandungan hidrokarbon yang sedang hingga baik. Nilai TOC pada Formasi Lama menunjukkan potensial kandungan 34 hidrokarbon sedang. Gambar IV.1 Plot perbandingan nilai TOC terhadap kedalaman Sumur A-1. Hasil analisis Sumur A-3 yang ditunjukkan pada Gambar IV.2 memiliki nilai TOC yang menunjukkan potensial kandungan hidrokarbon atau kandungan material organik yang sedang pada Formasi Arang. Nilai TOC pada Formasi Upper Gabus menunjukkan potensial kandungan hidrokarbon yang sedang. Nilai TOC pada Formasi Keras menunjukkan potensial kandungan hidrokarbon yang sedang. Nilai TOC pada Formasi Lower Gabus menunjukkan potensial kandungan hidrokarbon yang sedang. Nilai TOC pada Formasi Benua menunjukkan potensial kandungan hidrokarbon yang sedang hingga baik. Nilai TOC pada Formasi Lama menunjukkan 35 potensial kandungan hidrokarbon yang sedang hingga baik. Gambar IV.2 Plot perbandingan nilai TOC terhadap kedalaman Sumur A-3. IV.2.2 Kematangan Material Organik Nilai kematangan batuan induk diperoleh dari nilai Tmaks dan reflektansi vitrinit (Ro%) terhadap kedalaman yang ditunjukkan pada Gambar IV.2 serta perbandingan nilai Tmaks (Tmax) dengan nilai indeks hidrogen (HI) yang ditunjukkan pada Gambar IV.3. Tmaks dengan nilai 470°C mengindikasi material organik pascamatang (postmature). Ro dengan nilai 0,2-0,6% mengindikasi material organik yang belum matang (immature). Ro dengan nilai 0,6-0,65% mengindikasi material organik yang mencapai awal kematangan (early mature). Ro dengan nilai 0,65-0,9% mengindikasi material organik yang mencapai puncak kematangan (peak mature). Ro dengan nilai 0,9-1,35% mengindikasi material organik yang sangat matang (late mature). Ro dengan nilai >1,35% mengindikasi material organik pascamatang (postmature). Gambar IV.3 Menunjukkan perbandingan plot pada grafik nilai Ro dan Tmaks terhadap kedalaman Sumur A-1. Dari data yang diperoleh memperlihatkan bahwa hasil pengukuran menunjukkan peningkatan terhadap kedalaman. Berdasarkan analisis nilai Ro, dapat diinterpretasikan bahwa batuan induk Formasi Muda dengan nilai Ro 0,29%, batuan induk Formasi Arang dengan nilai Ro berkisar antara 0,31- 0,36%, batuan induk Formasi Upper Gabus dengan nilai Ro 0,4-0,42%, batuan induk Formasi Keras dengan nilai Ro 0,45-0,49%, batuan induk Formasi Lower Gabus dengan nilai Ro 0,53-0,54%, dan batuan induk Formasi Benua dengan nilai Ro 0,54-0,55% merupakan batuan induk yang belum matang (immature) (Ro435°C). Batuan induk Formasi Benua dengan nilai Tmaks berkisar antara 439-448°C berada di bawah 1500 m dapat diinterpretasikan sebagai batuan induk matang. Batuan induk formasi Arang dengan nilai Tmaks berkisar antara 417-426°C dan sebagian sampel minyak 37 batuan induk Formasi Keras berada di kondisi belum matang dengan nilai Tmaks berkisar antara 427-433°C. Gambar IV.3 Plot perbandingan Ro dan Tmax terhadap kedalaman pada data analisis geokimia Sumur A-1.