75 Bab V Luminescent Solar Concentrator Desain Sandwitch Perovskit MAPbBr 3 V.1 Variasi jumlah Oleic acid untuk menghasilkan MAPbBr3 dengan pendaran warna biru sampai hijau Panjang gelombang emisi dari perovskit MAPbBr 3 dapat diatur dengan mudah dengan mengubah parameter pemrosesan dalam metode ligand assisted re- precipitation (LARP), seperti variasi suhu pada proses presipitasi (H. Huang, Susha, Kershaw, Hung, et al., 2015) dan variasi jumlah ligan capping (oleylamine) yang bervariasi (M. Fang et al., 2018; B. Liu et al., 2020). Diantara kedua metode tersebut, metode variasi ligand dirasa lebih mudah untuk menghasilkan pendaran dari perovskit MAPbBr 3 dari warna biru samapai Hijau. Dalam penelitian ini kami memvariasikan jumlah oleylamine dalam sintesis MAPbBr 3 yang ditampilkan dalam perbandingan ligan oleic acid terhadap oleylamin dari 1 : 0.1 sampai dengan 1:0.35. Gambar V. 1 Foto digital dari sampel koloid MAPbBr 3 dengan variasi rasio ligand yang disintesis menggunakan metode LARP Gambar V.1 menunjukan foto digital dari koloid MAPbBr 3 yang telah berhasil disentesis menggunakan metode LARP dengan memvariasikan rasio OA: OLAM yang digunakan. Koloid MAPbBr 3 yang dihasilkan menunjukan pendaran warna dari hijau sampai dengan biru. Ketika konsentrasi dari OLAM dinaikan akan 76 mengakibatkan pendaran berubah menjadi berwarna biru. Namun terhihat dari Gambar tersebut semakin banyak konsentrasi OLAM mengakibatkan pendaran yang dihasilkan menjadi lebih redup. Gambar V. 2 Spektrum PL (a) dan spektrum PL ternormalisasi (b) dari sampel koloid MAPbBr 3 dengan variasi rasio ligand yang disintesis menggunakan metode LARP. Hasil karakterisasi PL dari koloid MAPbBr 3 yang dihasilkan ditunjukan oleh Gambar V.2. Dengan adanya penambahan rasio dari OLAM mengakibatkan kurva PL mengalami pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih kecil (blueshift). Fenomena ini akan kami jelaskan secara lebih detail pada bagian berikutnya. Untuk membuat lapisan tipis LSC dengan desain struktur tandem, kami memerlukan dua pendaran warna dari material MAPbBr 3 yang telah disintesis menggunakan 77 metpode LARP. Oleh karenea itu, dari hasil karakterisasi PL diketaui intensitas PL untuk pendaran warna hijau (OA: OLAM, 1:0.1) merupakan intensitas tertinggi. Sedangakan pendaran warna biru yang memiliki intensitas tertinggi adalah pada sampel MAPbBr 3 dengan rasio OA: OLAM nya adalah 1: 0.2. Sehingga kedua sampel tersebut, selanjutnya kami gunakan sebagai bahan utma dalam pembuatan lapisan tipis LSC dengan desain sandwitch yang penyebutan ke depannya menjadi SD-TLSC. Adapun untuk sampel MAPbBr 3 yang menghasilkan pendaran warna hijau (OA: OLAM, 1:0.1) selanjutnya kami tulis menjadi G- MAPbBr 3. Sedangkan untuk sampel MAPbBr 3 yang menghasilkan pendaran warna biru (OA: OLAM, 1:0.2), selanjutnya kami tulis menjadi B-MAPbBr 3. V.2 Morfologi B-MAPbBr 3 dan G-MAPbBr3 Gambar V.3 (a-b) masing-masing menunjukkan citra TEM koloid B-MAPbBr 3 dan G-MAPbBr 3. B-MAPbBr3 memiliki bentuk bulat dengan ukuran partikel rata-rata 5,7 nm. Sebaliknya, G-MAPbBr3 memiliki morfologi nanoplatelet dengan ukuran lateral rata-rata 9,6 nm. Perbedaan tersebut disebabkan adanya oleilamin pada koloid MAPbBr 3 yang mempengaruhi perubahan morfologi dan ukuran partikel perovskit MAPbBr 3. Pembengkakan sel unit terjadi untuk mengkompensasi konsentrasi oleylamine yang tinggi, karena PbBr 3 tunggal hanya dapat mengandung satu oleylamine (J. Huang et al., 2018; Lu et al., 2016). Akibatnya, nanoplate akan terpecah menjadi partikel yang lebih kecil, memungkinkan oleylamine untuk berikatan dengan oktahedron PbBr 3. Proses ini menghasilkan variasi morfologi dan distribusi ukuran partikel MAPbBr 3 ketika jumlah oleylamine divariasikan. 78 Gambar V. 3 Citra Transmission Electron Microscopy (TEM) dari (a) koloid B- MAPbBr 3 dan (b) koloid G-MAPbBr3. V.3 Pengukuran Photoluminescent Quantum Yield (PLQY) dari material B-MAPbBr 3 dan G-MAPbBr3 PL quantum yield relative dari koloid B-MAPbBr 3 dan G-MAPbBr3 didapatkan dengan membandingkannya dengan PLQY dari referensi yang sebelumnya sudah diketahui. Material yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini adalah kurkumin yang dilarutkan dalam kloroform yang diketahui PLQYnya adalah 9.4% (Nardo et al., 2008). PLQY dihitung berdasarkan Persamaan V.1 berikut ini (You et al., 2019) : Q X = QST @ àã àÄÅ Al ã . ÄÅ .p (V.1) dengan Qx adalah PLQY dari material yang dicari nilainya (koloid B-MAPbBr 3 dan G-MAPbBr 3), Qst merupakan PLQY dari kurkumin dalam chloroform, m adalah kemiringan (gradient) dari plot intensitas PL terintegrasi vs absorbansi dari koloid B-MAPbBr 3 dan G-MAPbBr3, mst merupakan adalah kemiringan (gradient) dari plot intensitas PL terintegrasi vs absorbansi dari kurkumin, dan � ë adalah indeks bias dari pelarut yang digunakan dalam koloid B-MAPbBr 3 dan G-MAPbBr3 (toluene, 1.496), dan � ÌÍ adalah indeks bias dari pelarut yang digunakan oleh kurkumin (chloroform, 1.446). 79 Gambar V. 4 Spektrum PL dari (a) kurkumin dalam kloroform, (b) koloid B- MAPbBr 3, (c) koloiid G-MAPbBr3 dan grafik absorbansi vs intensitas PL terintegrasi dari(d) kurkumin dalam kloroform, (e) koloid B-MAPbBr 3, (f) koloid G-MAPbBr3. Gambar V.4 menunjukan spektrum PL dan kurva absorbansi vs intensitas PL terintegrasi dari sampel kurkumin dalam kloroform, koloid B-MAPbBr 3, koloiid G- 80 MAPbBr 3. Untuk masing -masing sampel, penurunan intensitas PL disebabkan oleh pengurangan konsentrasi dari materirial di dalam pelarutnya. Dengan menghitung luas di bawah kurva kita memiliki nilai intensitas PL terintegrasi. Sehingga nilai kemiringan dari absorbansi vs intensitas PL terintegrasi dapat diketahui, dan akhirnya PLQY dari masing-masing sampel dapat diperkirakan. Tabel V.1 merangkum parameter yang diburuhkan untuk memprediksi nilai PLQY dari koloid B-MAPbBr 3, koloiid G-MAPbBr3 dengan menggunakan persamaan V.1. Kemiringan kurva PL terintegrasi vs absorbansi dari sampel koloiid G- MAPbBr 3 memiliki nilai yang jauh lebih besar dibandingkan dengan sampel koloid B-MAPbBr 3. Hal ini mengakibatkan nilai PLQY dari koloid G-MAPbBr3 memiliki nilai yang lebih besar, yaitu 0.84 dibandingkan dengan PLQY koloid B-MAPbBr 3, 0.17. Hasil ini berkesesuaian dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa material MAPbBr 3 dengan pendaran hijau memiliki nilai PLQY yang lebih besar dibandingkan dengan material MAPbBr 3 dengan pendaran biru yang masing-masing disintesis menggunakan metode LARP dengan variasi rasio ligan yang digunakan. Tabel V. 1 PLQY koloid B-MAPbBr 3 dan G-MAPbBr3 menggunakan kurkumin dalam kloroform sebagai referensi Sampel Gradien intensitas fluoresensi terintegrasi vs absorbansi a (m) Indeks bias pelarut :�; PLQY Kurkumin dalam klorofom 18852.33 1.446 0.094 B-MAPbBr3 dalam toluena 31696.32 1.496 0.17 G-MAPbBr3 dalam toluena 156935.96 1.496 0.84 81 V.4 Sifat Optik B-MAPbBr 3 dan G-MAPbBr3 V.4.1 Sifat Optik Koloid B-MAPbBr 3 dan G-MAPbBr3 Spektrum absorbansi dan emisi dari koloid perovskit nanopartikel B-MAPbBr 3 dan G-MAPbBr 3 ditunjukan dalam Gambar V.2 (a) dan (b). Perovskit B-MAPbBr3 memiliki puncak eksitonik absorbs pada panjang gelombang 450 nm dan posisi puncak PL pada panajang gelombang 467 nm, sedangkan perovskit G-MAPbBr 3 memiliki tepi serapan (absorption edge) pada panjang gelombang 515 nm and posisi puncak PL pada panjang gelombang 512 nm. Ujung serapan dan posisi puncak PL perovskit MAPbBr 3 mengalami pergeseran kea rah panjang gelombang yang lebih kecil (blueshift) ketika konsentrasi oleylamin diperbesar yaitu pada sampel B- MAPbBr 3.