1 BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Intelligent Transportation System (ITS) menggabungkan teknologi tingkat tinggi dan kemajuan dalam sistem informasi, komunikasi, sensor dan metode komputasi yang canggih dengan bidang infrastruktur transportasi. Integrasi dari teknologi, informasi dan komunikasi dengan elemen-elemen transportasi seperti jalan, kendaraan dan pengendara diharapkan dapat mengurangi masalah-masalah kunci dari transportasi seperti mengurangi kemacetan karena padatnya lalu lintas dan mengurangi waktu perjalanan serta meningkatkan keselamatan saat berkendara. ITS juga diharapkan dapat mengurangi polusi yang disebabkan oleh emisi kendaraan. Dan dalam skala besarnya tentunya meningkatkan produktivitas ekonomi. Area Traffic Control System (ATCS) adalah bagian dari ITS. ATCS termasuk bagian dari Advanced Traffic Management System (ATMS) yang termasuk salah satu bidang fungsional dari ITS. ATCS sendiri bertujuan mengkoordinasi alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) pada persimpangan bersinyal sesuai dengan permintaan lalu lintas secara real time sehingga diharapkan memberi dampak positif pada kondisi lalu lintas di persimpangan dan jaringan transportasi secara keseluruhan. Penerapan ATCS yang optimal harusnya dapat memaksimalkan keluaran dan mengurangi antrean pada persimpangan dan mengurangi waktu perjalanan. Untuk negara berkembang seperti Indonesia optimalnya kinerja ATCS bervariasi sesuai dengan kondisi lokal tertentu (Sutandi & Dia, 2005). Indonesia sebagai negara berkembang juga memiliki kondisi lalu lintas yang spesifik yang tidak bisa disamakan dengan negara-negara maju. Kriteria lain berkaitan kinerja angkutan umum yang tidak terlalu memadai, kondisi infrastruktur, perilaku pengendara sampai hambatan samping seperti pedagang kaki lima di jalan, Kriteria- kriteria ini yang membuat perencanaan sebuah sistem transportasi baru di Indonesia memiliki tantangan tersendiri. Kota-kota di Indonesia yang sudah menerapkan ATCS seperti Jakarta, Bandung, Malang, Manado, dan Balikpapan memiliki kendala-kendala tersendiri. Kendala di kota Jakarta kurangnya teknisi dan kurangnya peningkatan teknologi dari ATCS. 2 Pengamatan video ATCS Jakarta hanya dapat digunakan mengamati lalu lintas, berbeda dengan rencana pengembangannya yang dapat memberikan umpan balik otomatis berulang-ulang (Tania & Rahmawati, 2022). Untuk kota Bandung, variabel yang kinerja ATCS adalah kondisi geometrik lokal kota yang spesifik, karakteristik lalu lintas dan juga perilaku berkendara (Sutandi & Siswanto, 2010). Kendala penerapan ATCS di kota Malang adalah perilaku pengendara dan ketidaktahuan masyarakat tentang penerapan sistem yang baru (Nur, Wulan, & Fadil, 2020). Untuk kota Manado, penerapan ATCS belum optimal karena tidak terkoordinasi dengan simpang bersinyal lainnya yang karena letaknya yang berjauhan (Mamentu, Lefrandt, & Timboeleng, 2019). Untuk kota Balikpapan, kinerja ATCS belum maksimal karena kurang optimalnya pengaturan waktu siklus (cycle time) lampu lalu lintas (Kurniati, 2019 dan Maulidya, 2022) Selain merupakan negara berkembang, Indonesia juga merupakan negara kepulauan yang memiliki tantangan sendiri dalam perancangan sistem transportasi dan infrastrukturnya. Salah satu kesulitannya adalah perbedaan ukuran, ruang dan sumber daya dari setiap pulau pada sebuah negara kepulauan. Mengadopsi sistem yang sudah berhasil diimplementasi di negara lain seperti ATCS merupakan hal yang baik. Tapi sistem tersebut belum tentu berhasil diimplementasikan tanpa memperhatikan kondisi lalu lintas dan infrastruktur lokal. Terlepas dari keunikan ini, sistem transportasi di pulau-pulau kecil negara kepulauan cenderung direncanakan menyerupai pulau-pulau besar dan negara-negara maju Karena merupakan negara kepulauan, tantangan ini juga berlaku jika ingin menerapkan sistem yang sudah diterapkan di kota lain. Kota-kota besar lainnya di Indonesia yakni Jakarta dan Surabaya yang tentu saja memiliki kondisi lalu lintas yang berbeda dengan kota-kota kecil seperti Ambon. Kota Ambon merupakan ibukota dan kota terpadat di provinsi Maluku. Kota ini terdiri atas lima kecamatan yakni Nusaniwe, Sirimau, Baguala, Teluk Ambon, dan Leitimur Selatan. Terdapat dua terminal angkutan umum yakni melayani angkutan umum untuk dalam kota dan ke luar kota. Terdapat juga Jembatan Merah Putih sebagai penghubung daerah dalam teluk yakni kecamatan Sirimau dengan kecamatan Teluk Ambon. Jembatan ini juga mengurangi waktu tempuh menuju Bandar Udara Pattimura dari kecamatan Nusaniwe dan Sirimau. Meskipun terdiri 3 dari lima kecamatan, hanya sebagian area dari kecamatan Sirimau berperan sebagai pusat kota dan mayoritas daerah pusat kegiatan. Hal ini didukung dengan banyaknya tempat tujuan seperti wilayah perkantoran, pelabuhan, perdagangan dan bisnis sehingga menyebabkan tingginya volume lalu lintas pada jam puncak yang disebabkan mobilitas harian yang dilakukan oleh pekerja. Volume kendaraan yang melalui jalan pusat kota Ambon paling tinggi pada waktu puncak mencapai 3.651 smp/jam, sedangkan untuk jalan di luar pusat kota volume kendaraan paling tinggi saat waktu puncak hanya mencapai 1.602 smp/jam (Hasil Analisis, 2023). Selain merupakan kota yang relatif kecil dari luasnya, kota Ambon juga memiliki tantangan terdiri dalam perencanaan transportasinya. Kriteria topografi kota sering tidak diperhitungkan saat melakukan perencanaan transportasi suatu kota. Topografi kota mempengaruhi jumlah lahan yang dapat digunakan untuk membangun jalan atau infrastruktur lainnya. Hal ini menyebabkan kelangkaan lahan berdasarkan topografi kota yang terjal juga harus menjadi kriteria yang diperhitungkan dalam merencanakan suatu sistem transportasi baru di kota Ambon yang tentu saja mempengaruhi kondisi lalu lintas, infrastruktur jalan dan perilaku pengendara. (Kurniati, 2019) (Maulidya, 2022). Dari data SAMSAT kota Ambon, pertumbuhan kendaraan pribadi pada tahun 2022 mencapai 5,35% dari tahun 2021 ke 2022. Dari 84.070 kendaraan bermotor menjadi 88.565 kendaraan bermotor didominasi kendaraan roda dua dengan jumlah 66.394- unit pada tahun 2021 dan meningkat menjadi 70.418-unit pada tahun 2022 dengan peningkatan sebesar 6,06%. Pertumbuhan kendaraan pribadi bisa dipengaruhi karena pandemi covid-19 dan juga bentuk kota yang didominasi area pegunungan. Dengan pertumbuhan kendaraan pribadi yang tinggi maka meningkatnya permintaan infrastruktur yakni kapasitas jalan.