Hasil Ringkasan
211 Bab VI Jaringan Neo-Endogen dalam Mendukung Pembangunan Wilayah Pulau Terluar Jaringan eksternal dan internal pembangunan pulau terluar yang digambarkan secara terpisah, pada kenyataannya kedua jaringan tersebut saling terkait. Kaitan ini dijembatani dalam perspektif kekuasaan yang menggabungkan kekuatan eksplisit, tersembunyi dan implisit. Penggabungan tersebut akan menggambarkan interaksi antar jaringan pada pembangunan pulau terluar yang berasal dari eksogen pulau dan yang terkandung pada endogen pulau. Interaksi tersebut akan mendeteksi mekanisme proses terjadinya pembangunan neo-endogen sekaligus dapat menjadi patokan jaringan mana yang harus ditingkatkan dalam rangka pembangunan pulau. Untuk itu, pada bab ini terdapat 2 hal yang akan dijelaskan. Pertama menggabungkan antara kekuasaan eksplisit, tersembunyi dan implisit dalam proses dan implementasi pembangunan pulau terluar. Kedua, mengkaitkan antar kekuasaan tersebut sebagai kekuatan yang berpotensi atau telah digunakan dalam menjembatani pembangunan eksogen dan endogen dalam kerangka pembangunan neo-endogen. VI.1 Hubungan Kekuasaan dalam Pembangunan Neo-Endogen Wilayah Pulau Terluar Pembangunan wilayah pulau terluar yang didominasi oleh aktor-aktor pusat di arena publik (visible power) secara intensional maupun tidak, membuat batasan atas keterlibatan kelompok tertentu (hidden power) dan kemudian membuat prosedur yang demikian sebagai sesuatu yang normal (invisible power). Selain itu, reaksi dari kelompok-kelompok subordinat juga harus diperhitungkan sebagai bentuk sikap infrapolitik mereka dalam proses pembangunan. Dengan demikian, kekuasaan bersifat akumulatif dan saling terkait, selain itu strategi untuk perubahan juga dapat saling terkait dan memperkuat satu sama lain. Dalam pembangunan wilayah pulau Natuna, setidaknya hubungan kekuasaan dapat dilihat dari 3 dimensi yaitu: 212 Dimensi level Implikasi kekuasaan dalam program pembangunan pulau terluar (SKPT), merupakan dorongan yang kuat dari faktor eksternal negara dan internal negara. Dalam hal ini, persoalan batas wilayah (sengketa Laut Natuna Utara dan IUU Fishing) menjadi pemicu eksternal utama pembangunan pulau terluar. Banyaknya pelanggaran di wilayah perbatasan laut, membuat persoalan pembangunan wilayah di pulau terluar menjadi pembangunan periferi yang tidak harus dilakukan. Selain ancaman keamanan, dorongan dari pasar untuk meningkatkan ekspor ikan menjadikan laut perbatasan menjadi sumber pasokan yang menguntungkan. Dari internal negara, adanya pengalaman lalu terkait kasus Sipadan dan Ligitan membuat pemerintah pusat merasa harus memberikan perhatian lebih dengan mengeluarkan formulasi homogen pada seluruh pulau terluar dengan membentuk pusat-pusat pertumbuhan ekonomi berbasis sektor perikanan. Biaya pembangunan juga dibebankan ke APBN sehingga pemerintah pusat memiliki hak untuk mengatur dan kewajiban untuk mengawasi pelaksaan program dari awal. Pengambil keputusan hampir semua berdasarkan aktor-aktor di level pusat atau nasional. Dengan demikian pada dimensi level, interaksi pada dimensi level lebih ke arah nasional. Presiden yang memberikan mandat dan meyerahkan program SKPT pada KKP. Walaupun dalam regulasi dikatakan sebagai program multisektor, tetapi kepala dari program SKPT adalah KKP.