Hasil Ringkasan
167 Bab V Kekuatan Jaringan Internal dalam Pembangunan Pulau Terluar Setiap wilayah mempunyai jaringan yang berbeda karena terdiri dari berbagai bentuk ruang. Ruang yang berbeda akan turut membentuk jaringan dari individu- individu yang mendiami wilayah tersebut. Ruang juga akan menentukan interaksi yang akan membentuk jaringan. Ketika membicarakan ruang yang saling terkoneksi di perkotaan tentunya akan memiliki jaringan yang berbeda dengan jaringan pada ruang pulau-pulau terpencil dengan lokasi menyebar dan terpisah. Jaringan mempengaruhi pilihan tindakan individu dan tentunya menghasilkan pola jaringan yang berbeda pula (Klärner, A& Bernardi, L, 2014; Feld, 1981). Jaringan endogen yang terbentuk secara internal merupakan proses komunikasi yang sering berkembang menjadi sebuah respons terhadap perubahan dan ketidakpastian, atau bahkan sebagai lawan dari organisasi formal (Powell, W. and L. Smith-Doerr, 1994). Pertama, untuk menelusuri jaringan, perlu diketahui terlebih dahulu struktur pendorong terbentuknya jaringan endogen tersebut yaitu salah satunya melalui nilai-nilai lokalitas termasuk karakter dan stratifikasi sosial yang ada pada sebuah masyarakat. Selain itu modal sosial juga perlu dilihat untuk mengetahui fitur institusi sosial, seperti kepercayaan, norma, dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan terkoordinasi (Putnam, 1993). Kedua, penelusuran terhadap jaringan yang eksisting pada masyarakat nelayan. Jaringan ini merupakan kumpulan relasi kuasa yang terbentuk dalam masyarakat. Terakhir, lapisan infrapolitik yang menentukan sikap jaringan eksisting yang ada pada masyarakat. Hal ini untuk mengetahui proses kerjasama dan tarik menarik kepentingan yang ada pada masyarakat nelayan dan pemerintah. V.I Nilai Lokalitas dan Institusi Sosial Masyarakat Nelayan Natuna Nilai lokalitas dan institusi sosial merupakan aspek penting dalam sebuah masyarakat dan merupakan hal yang penting dalam proses pembangunan, terutama pada masyarakat perdesaan. Komunitas yang memiliki nilai lokalitas yang kuat dan institusi sosial yang baik biasanya memiliki kapasitas adaptif yang baik pula, termasuk menghadapi pembangunan yang berasal dari eksternal wilayah (Amu- 168 Mensah, 2014). Nilai lokalitas tidak dapat dilepaskan dari sejarah dan kondisi geografis yang membentuk pola hidup masyarakat. Dilihat dari sejarahnya, Kepulauan Natuna telah dimasukkan kedalam wilayah Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Delegasi RI, Provinsi Sumatera Tengah, pada tanggal 18 Mei 1956. Sebelum diklaim sebagai salah satu wilayah Negara Indonesia, ternyata Negara Malaysia pernah berkeinginan agar Kepulauan Natuna masuk ke dalam wilayah mereka. Ada dua alasan yang digunakan Malaysia untuk mengklaim wilayah Kepulauan Natuna.