Hasil Ringkasan
107 Bab IV Pembangunan Pulau Terluar di Indonesia: Refleksi Kekuatan Jaringan Eksogen Pembangunan eksogen mendominasi model-model pengembangan wilayah di Indonesia termasuk pada wilayah pinggiran kepulauan yang dianggap tidak dapat berkembang secara mandiri sehingga harus menerima bantuan dari pemerintah pusat karena luasan wilayah dan kapasitas manusia yang terbatas. Dorongan atas pembangunan ini juga ditegaskan dengan adanya kekuasaan berdaulat dalam pengelolaan pulau-pulau kecil yang diberikan kepada Negara dalam Pasal 193 Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) tahun 1982, berdasarkan kebijakan dan perkembangan hukumnya. Dominasi pusat untuk mengatur wilayah pinggiran termasuk pulau – pulau kecil, sudah terlihat sejak era kemerdakaan, pemerintahan orde lama dan orde baru sehingga dominasi ini masih tergambar dalam konsep-konsep pembangunan yang dirancang pada pemerintahan selanjutnya. Pendekatan pembangunan diutamakan mengedepankan aktifitas ekonomi yang diharapkan akan berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada kenyataannya, ternyata muncul banyak kegagalan yang ditemui ketika perencana hanya menggunakan bentuk pembangunan secara tunggal. Kegagalan tersebut dapat terlihat dari berbagai program pembangunan yang pada akhirnya tidak dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat kawasan pinggiran di kepulauan. Banyak infrastruktur, sarana dan prasarana yang dibangun akhirnya tidak dapat digunakan. Untuk itu, perlunya pemahaman mengenai penggunaan bentuk pembangunan eksogen pada wilayah pinggiran terutama pada konteks kawasan pulau dan dampak serta bentuk kekuasaan yang terjadi dalam proses pembangunan. Bab ini akan menjelaskan bentuk pembangunan yang selama ini dilakukan pada wilayah pulau terluar, dampak sosial yang ditimbulkan atas bentuk pembangunan tersebut, dan kekuasaan eksternal yang meliputi pembangunan. Pemahaman tersebut akan direpresentasikan pada sebuah studi kasus yaitu Kabupaten Natuna Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian 108 sebagai kawasan pulau terluar Indonesia. Gambaran ini akan digunakan untuk memahami konteks studi kasus dan bentuk pembangunan yang terjadi secara eksogen. IV.1 Bentuk dan Dampak Pembangunan terhadap Pulau Natuna Pembangunan Pulau Natuna sebagai pulau terluar masih memiliki banyak tantangan. Tantangan utama datang dari letak geografis pulau terluar yang ada di Indonesia yang letaknya sangat jauh dan menyebar. Karakter insularitas yang dimiliki oleh pulau-pulau terluar menyebabkan para perencana minim pengetahuan terkait formulasi strategi yang tepat untuk digunakan sebagai landasan pembangunan pada wilayah pulau terluar. Seperti yang dialami oleh pulau terluar pada negara lainnya, Pulau Natuna juga menghadapi kendala pembangunan antara lain letak pulau yang sangat jauh dari wilayah pusat sehingga terdapat keterbatasan infrastruktur dasar dan akses, kondisi kapasitas manusianya yang terbatas, dan adanya kesulitan pengawasan penegakan hukum sehingga muncul pelanggaran- pelanggaran seperti kasus penyelundupan manusia, penangkapan ikan yang tidak berijin, perdagangan ilegal, dan perompakan di tengah laut. Jika dilihat dari orientasi pembangunan pulau terluar, Pulau Natuna sebagai memiliki fungsi wilayah untuk pertahanan dan keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Kedua fungsi ini mendominasi pola pembangunan di kawasan tersebut karena itu dibangunlah pangkalan militer dan industri sektor primer yaitu industri pertananian di kawasan Pulau Natuna. Hal ini sesuai dengan konsep pembangunan modernisasi yang berusaha meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan meningkatkan perekonomiannya dengan industrialisasi sektor primer dan bentuk bentuk pembangunan pusat pertumbuhan. Dengan demikian, peran pemerintah yang besar tentunya menjadi modal utama pembangunan dapat terwujud. Namun, pembangunan dengan menciptakan pusat pertumbuhan dan modernisasi ini ternyata bukanlah konsep yang mudah dilakukan pada setiap wilayahnya termasuk pada Pulau Natuna.