Hasil Ringkasan
17 Bab II Variabel Pengaruh Konfigurasi Ruang dan Rasa Tidak Aman dan Hubungannya Variabel pengaruh konfigurasi ruang dan rasa tidak aman serta hubungannya menjelaskan teori yang diaplikasikan bagi studi ini. Untuk memahami hubungan konfigurasi ruang dengan rasa tidak aman di ruang publik secara teori, pada disertasi ini disajikan tiga sub-bab pendahuluan yaitu: definisi ruang publik, rasa tidak aman di ruang publik, konfigurasi ruang, dan kerangka teoretis. II.1 Ruang Publik Ruang publik yang akan diteliti dalam studi ini adalah ruang publik di luar ruangan atau di luar pagar bidang tanah yang menjadi lahan privat. Dalam ranah perencanaan perkotaan, ruang publik mencakup area seperti jalan, taman, lokasi rekreasi, plaza, dan ruang luar lainnya yang berkontras dengan ruang privat yang eksklusif (Tonnelat, 2010). Konsep ruang terbuka memiliki interpretasi yang luas dalam hal tujuan dan lokasi. Ruang terbuka merujuk pada area tanpa bangunan, yang bisa berupa lahan kosong atau area hijau (Cranz, 1982; Gold, 1980; Tankel, 1963; Zhang, 2011). Menurut Gehl (1987), ruang terbuka merujuk pada area di luar ruangan yang mendukung beragam aktivitas dan interaksi sosial. Pendapat Carr et al. (1992) menyebutkan bahwa ruang publik digunakan sebagai tempat untuk aktivitas sosial yang berdampak pada kehidupan komunitas perkotaan. Ruang publik juga menjadi tempat bagi kegiatan praktis dan upacara yang mengumpulkan sekelompok masyarakat baik dalam rutinitas sehari-hari maupun acara berkala. Carr et al. (1992) dan Carmona et al. (2003) mengindikasikan adanya dua jenis aktivitas di dalam ruang publik, yakni yang bersifat pasif dan aktif. Sebagai akibat dari interaksi ini, pengguna ruang publik memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan berbagai cara, yang menghasilkan dua bentuk pengalaman yang berbeda. Sebagai tempat bertemu, ruang ini harus menciptakan lingkungan yang mendukung pemenuhan kebutuhan akan interaksi, seperti kontak sosial dan peluang berkomunikasi. Aktivitas sosial pasif mencakup tindakan seperti berbaring dan 18 menikmati lingkungan sembari mengamati situasi, serta berbincang dengan orang lain mengenai topik tertentu. Di sisi lain, aktivitas aktif atau bahkan kolaboratif melibatkan kegiatan seperti olahraga. Sauter & Huettenmoser (2008) menggunakan tiga dimensi untuk mengukur integrasi sosial: a. Dimensi struktural terkait dengan aksesibilitas dan penggunaan ruang. b.