Hasil Ringkasan
1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Ruang publik meliputi elemen-elemen seperti jalan, taman, area rekreasi, plasa, serta beragam area terbuka lainnya. Sifat ruang publik berlawanan dengan ruang privat yang memiliki unsur eksklusifitas (Tonnelat,2010). Woolley (2003) mencatat bahwa ruang publik memberikan dampak yang signifikan pada kualitas hidup individu di dalam lingkungan perkotaan. Ruang publik memegang peranan penting dalam rutinitas sehari-hari, menjadi tempat terbentuknya interaksi komunal (Carr et al.,1992). Kaitan erat antara ruang publik dan kualitas kehidupan sehari-hari juga diakui oleh (Madanipour,2009). Ruang publik memiliki dimensi fisik, sosial, dan psikologis yang saling terhubung. Dimensi fisik berhubungan dengan aspek fisik ruang yang menyediakan panggung untuk interaksi sosial, dimensi sosial melibatkan interaksi antarpengguna ruang, dan dimensi psikologis merujuk pada tingkat kenyamanan, ketenangan, dan suasana yang tercipta (Carmona et al., 2003). Ruang publik juga memiliki relasi dengan isu kejahatan dan rasa tidak aman. Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan yang cenderung memfasilitasi potensi kriminalitas, ruang publik memberikan peluang untuk tindakan kriminal, meskipun beberapa kejadian hanya terjadi pada tempat dan waktu tertentu (Ceccato, 2016). Kejahatan di dalam lingkungan publik adalah perbuatan yang melanggar norma- norma hukum dan sosial yang berlaku, sehingga mendapatkan tantangan dari masyarakat (Kartono,1996). Ketika individu melanggar peraturan hukum, mereka terlibat dalam tindakan kejahatan. Hanya tindakan yang secara eksplisit dilarang oleh undang-undang atau peraturan pidana yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan, terlepas dari betapa tidak etis atau kelirunya tindakan tersebut (Sutherland et al., 1992). Kejahatan terjadi karena adanya peluang yang menciptakan motivasi untuk melakukannya (Frank et al., 2011), seperti yang ditegaskan oleh Frank et al., (2011): 2 Crime generators pull ‘‘masses of people who without any predetermined criminal motivation stumble upon an opportunity too good to pass up. Crime attractors lure motivated offenders because of known criminal opportunities. Tindak kejahatan merupakan perbuatan yang dilakukan dengan maksud tertentu untuk melanggar peraturan hukum pidana tanpa ada alasan yang dapat dibenarkan (Tappan,2001;Henry et al., 2002). Keberadaan tindak kejahatan akan menghasilkan timbulnya rasa tidak aman. Dalam kajian psikologi sosial, rasa tidak aman dalam ruang publik serta bagaimana sifat berbahaya suatu tempat dan karakteristik individu yang menangkap kekhawatiran dikaitkan dengan kecemasan terhadap kejahatan (Carro et al.,2008). Selama ini, data statistik yang dikumpulkan oleh kepolisian cenderung memberikan perhatian utama pada jumlah kasus kejahatan yang dilaporkan di wilayah perkotaan, sehingga rasa tidak aman di perkotaan seringkali diabaikan, kurang dieksplorasi, dan jarang didokumentasikan (Cozens, 2008). Rasa tidak aman pada studi ini diartikan sebagai individu yang merasa bahwa mereka rentan sebagai korban tindak kejahatan ketika beraktivitas di ruang publik perkotaan. Rasa tidak aman menitikberatkan pada pemahaman individu tentang risiko menjadi korban dan termasuk di dalamnya adalah kecemasan menjadi korban tindak kejahatan/fear of crime (Rader, 2004).