Hasil Ringkasan
BAB_2 Melati Fitra Aziza

Jumlah halaman: 24 · Jumlah kalimat ringkasan: 50

10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Creative Tourism Pariwisata Kreatif adalah bentuk baru pariwisata yang berpotensi mengubah model pengembangan pariwisata yang ada dan memberikan kontribusi untuk mendiversikasi dan berinovasi pengalaman wisata. Dengan demikian pariwisata kreatif dapat membantu mendorong perkembangan ekonomi sosial dan budaya lokal (Ricards, G. 2009). Akar dari konsep wisata kreatif kembali ke pertengahan 1990-an, ketika sekelompok peneliti dan praktisi mencari cara untuk meningkatkan penjualan produk kerajinan kepada wisatawan (Richards 2005). Untuk membantu melestarikan produksi kerajinan dengan memasarkan produk lokal secara lebih efektif kepada wisatawan, mengembangkan gerai baru untuk penjualan kerajinan dan mengamankan pekerjaan lokal. Segera menjadi jelas bahwa salah satu tantangan terbesar b produsen kerajinan adalah membedakan produk buatan tangan mereka yang bernilai tinggi dari barang produksi massal yang lebih murah. Kecuali para wisatawan dapat menghargai pekerjaan dan keterampilan yang digunakan untuk membuat produk kerajinan tangan, mereka tidak mungkin mau membayar lebih untuk itu. Melalui diskusi dengan produsen kerajinan dan wawancara dengan wisatawan, para Peneliti menamukan bahwa banyak pengunjung yang tertarik melihat bagaimana produk kerajinan dibuat, dan banyak yang ingin belajar keterampilan kerajinan sendiri. Sebagai hasilnya, Para Peneliti memutuskan untuk mengembangkan pengalaman kerajinan yang memungkinkan pengunjung untuk terlibat dalam proses produksi, baik dengan melihat produsen kerajinan bekerja atau dengan mempelajari teknik produksi tekstil tertentu. Ide dasar ini menjadi inspirasi bagi apa yang kemudian disebut wisata kreatif. Pariwisata kreatif menjadi penting dalam dunia pariwisata karena Banyak wisatawan menjadi semakin bosan dengan produk kemasan dan 11 sanitasi yang saat ini ditawarkan di pasar pariwisata. Bahkan pariwisata budaya, yang dilihat oleh banyak destinasi sebagai penangkal kualitas rendah, pariwisata massal (Richards 2007; 2009), telah menjadi begitu umum dan berskala besar sehingga mengambil banyak ciri pariwisata konvensional. Hampir setiap kota besar sekarang memiliki tur bus yang menghubungkan semua situs budaya yang harus dilihat, dan turis budaya dengan patuh masuk dan keluar dari bus mengambil foto pemandangan yang sama seperti orang lain. Keinginan untuk berkreasi terlibat dengan pariwisata telah melahirkan inisiatif seperti pariwisata eksperimental dimana perjalanan ditentukan oleh kebetulan dan kemauan, bukan industri pariwisata. Wisata kreatif menjadi semakin penting bukan hanya karena wisatawan bosan, tetapi juga karena sector budaya dan pengelola destinasi mencari cara baru unutk berinteraksi dengan wisatawan. Menjadi semakin penting tidak hanya untuk menjual budaya suatu tempat tetapi untuk menggunakan pariwisata untuk mendukung identitas destinasi dan untuk merangsang konsumsi budaya dan kreatifitas lokal (Ricards dan Wilson 2007), Oleh Karena itu, Pariwisata kreatif didorong oleh faktor-faktor yang berasal dari bidang konsumsi dan dari sisi produksi, ini termasuk sifat konsumsi yang semakin terampil, semakin pentingnya pengalaman dan peran yang lebih besar untuk budaya tak berwujud dan sehari- hari dalam pariwisata. Kreativitas menawarkan pengalaman yang jauh lebih merangsang serta memungkinkan peserta untuk mengembangkan diri melalui pengalaman tersebut. Daya tarik kreativitas juga ditonjolkan dengan semakin banyaknya orang dengan profesi kreatif, di Amerika Serikat Ray dan Anderson (2000), menggambarkan munculnya kreatif budaya sebagai kelompok yang dapat diidentifikasi dan Florida (2002) menunjukan munculnya kelas Kreatif di kota- Kota di seluruh dunia. Orang-orang kreatif tertarik dengan tempat-tempat yang beragam dan hidup, biasanya sebagai hasil dari sector kreatif yang berkembang pesat. Ada kolerasi antara kreatifitas dan daya tarik suatu tempat (lokasi) Richardrs and Raymond (2000) 12 Semakin pentingya sector kreatif juga merupakan hasil dari apa yang Pine dan Glimore (1998) sebut sebagai model ekonomi pengalaman (economic experience), dimana persaingan berdasarkan produksi barang atau jasa telah terganti oleh persaingan untuk menghasilkan pengalaman. Mereka berpendapat bahwa barang dan jasa dapat dengan mudah disalin, yang menurunkan harga, mengurangi profitabilitas, sebaiknya, pengalaman bersifat unik dan tidak dapat ditiru karena diproduksi secara langsung melibatkan konsumen individu. Uniqnes (sesuatu yang berbeda dari tempat lain) pada sebuah daya tarik wisata sangat penting, tentunya dengan adanya uniqnes kita berbeda dari yang lain sehingga daya Tarik tersebut memiliki daya jual yang tinggi. Di dalam benak wisatawan misalnya kebun Binatang yang paling lengkap di Indonesia adalah Taman Safari. Atau kampung kreatif kota bandung yang memiliki uniqnes kerajinan kain adalah kampung Cigonewah. Tidak bisa dijumpai ditempat lain dan menjadi daya Tarik tersendiri. Pentingnya pengalaman sebagai bagian dari produk wisata juga ditandai dengan berkembangnya penyebaran sumber daya budaya tak benda dalam produk wisata. Pariwisata semakin bergantung pada elemen tak wujud seperti citra atau suasana tempat. Media juga semakin penting untuk mendistribusikan dan membentuk citra semacam itu. Narasi juga lebih penting, menciptakan cerita tentang orang dan tempat yang membuat tujuan tertentu menjadi menarik kreativitas diperlukan untuk menyebarkan sumber daya tak berwujud dan mengubahnya menjadi pengalaman dan produk bagi wisatawan Semakin pentingnya intangible culture juga berarti bahwa jenis konten budaya berubah. Dimasa lalu, wisata budaya didominasi oleh hight culture seperti museum, galeri seni, dan monument yang merupakan situs yang wajib dilihat wisatawan. Semakin banyak situs budaya massal ini menjadi tempat yang harus dihindari bagi wisatawan yang cerdas, yang lebih memilih untuk mencari skala kecil, jauh dari tempat-tempat yang belum ditemukan oleh wisatawan (budaya) lainnya. Bar atau kafe lokal, restoran local yang menyajikan makanan lokal yang disantap oleh masyarakat lokal, pasar yang menjual hasil bumi segar, hal-hal ini adalah jenis tempat dimana wisatawan 13 berharap untuk menemukan budaya Asli. High culture dapat menarik wisata Massal. Wisatawan menginginkan pengalaman yang lebih aktif, selain itu mereka mencari lebih banyak kontak dengan orang-orang lokal serta keterlibatan dengan budaya lokal dan pro aktif kreatif. Para wisatawan tampaknya semakin mengininkan pengalaman yang membuat mereka menjadi bagian dari komunitas bukan sebagai pengamat pasif. Perubahan dalam produksi dan konsumsi pengalaman wisata membuat penelitian terdahulu percaya bahwa ada pergeseran ganda yang terjadi di dasar pariwisata budaya. Di sisi konsumsi wisatawan terlibat aktif dengan budaya dan kreativitas tempat dan semakin menjauhi produk yang membuat mereka hanya menjadi pengamat budaya. Di sisi produksi masyarkat mulai memanfaatkan seluruh sumber daya budaya dan kreatif yang tersedia, menggabungkan budaya populer dan sehari hari sebagai elemen dari produk wisata. Gambar 2.1 Konsep Creative Tourism Sumber : Richardrs and Raymond (2000) Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa posisi creative tourism berada di dalam cultural tourism dan bagian dari Arts Tourism. Pariwisata yang menawarkan pengunjung kesempatan untuk mengembangkan potensi kreatif mereka melalui partisipasi aktif dalam kursus dan pengalaman belajar yang menjadi ciri khas tujuan liburan yang mereka lakukan. 14 Wisata kreatif menjadi semakin penting karena • Wisata budaya menjadi wisata massal • Wisatawan budaya menjadi lebih berpengalaman dan menuntut pengalaman lebih menarik • Destinasi mencari alternatif produk wisata tradisional Kreatifitas penting dalam pariwisata karena • Menciptakan suasana • Memberi makan pada kebutuhan wisatawan untuk mengembangkan diri • Menciptakan hubungan langsung antara turis dan populasi tuan rumah. Ini menghindari masalah kejenuhan warisan Meskipun kreatifitas diakui oleh banyak destinasi sebagai hal yang penting unttuk kegiatan pariwisata, pariwisata kreatif tidak terjadi begitu saja, harus diciptakan secara aktif melalui interaksi anatara wisatawan dan tempat yang mereka kunjungi. Salah satu elemen terpenting dari definisi pariwisata kreatif adalah bahwa pengalaman yang dikembangkan harus menjadi ciri khas tempat terjadinya. Untuk mengembangkan pengalaman tersebut, masyarakat perlu memanfaatkan secara kreatif berbagai asset kreatif (asset warisan, ciptaan dan kreatif) untuk memberikan pengalaman kreatif bagi wisatawan. Yang terpenting adalah mengembangkan alasan khusus bagi wisatawan untuk terlibat dalam aktivitas kreatif di destinasi wisata. Bentuk Wisata Kreatif Wisata kreatif bukan hal baru, orang-orang telah terlibat dalam pengalaman kreatif, mendidik dan belajar selama liburan sejak lama. Perbedaan sekarang adalah jenis pariwisata ini telah menjadi sangat umum sehingga dapat diidentifikasi dengan label baru : pariwisata kreatif. Langkah cepat yang dibuat dalam beberapa tahun anatara definisi konsep dan pementasan pada konferensi internasional pertama tentang pariwisata kreatif di Santa Fe merupakan bukti pertumbuhan dinasmis sector ini Richardrs and Raymond (2000). Secara umum, ada 2 metode dasar pelaksanaan pariwisata kreatif 15 1. Menggunakan kreatifitas sebagai kegiatan wisata 2. Menggunakan kreatifitas sebagai latar belakang pariwisata Yang pertama adalah model pariwisata kreatif karena menekankan keterlibatan aktif wisatawan dalam kegiatan kreatif di Destinasi. Namun semakin banyak masyarakat yang menyadari bahwa kehidupan kreatif mereka dapat membuat suatu tempat menjadi menarik untuk ditinggali, meskipun para turis itu sendiri tidak melakukan sesuatu yang kratif. Seperti adanya organisasi BCCF (Bandung Creative City Forum) Kota Bandung merupakan komunitas mandiri yang fokus mendorong dan menggerakkan generasi milenial dalam menciptakan perubahan melalui upaya pengembangan industri kreatif di Kota Bandung. Dalam setiap aktivitasnya, BCCF menggunakan pendekatan pendidikan berbasis kreativitas, perencanaan dan perbaikan infrastruktur kota sebagai sarana pendukung pengembangan ekonomi kreatif dan menciptakan wirausaha-wirausaha kreatif baik perorangan atau komunitas. Pada akhirnya forum ini turut serta menginisiasi pengembangan strategi branding dan membangun network yang seluas-luasnya sebagai upaya kolektif demi menahbiskan kota Bandung sebagai kota kreatif yang siap berkolaborasi sekaligus berkompetisi secara global. Tercatat ada sejumlah program yang telah dilahirkan oleh BCCF yang bersinergi dengan berbagai komunitas kreatif di kota Bandung. Diantaranya yaitu program Helar Festival pada tahun 2008 & 2009, berupa rangkaian kegiatan perayaan (festival kota) yang ditujukan untuk menampilkan berbagai potensi ekonomi kreatif yang berkembang di kota Bandung. Ada juga berbagai jenis pengalaman dan prod uk yang dapat ditawarkan wisatawan kreatif pengalaman ini berkisar dari bentuk keterlibatan yang lebih aktif seperti mempelajari keterampilan khusus hingga mempelajari galeri dan toko untuk melihat produk kreatif. 16 Tabel 2.1 Tipologi Pengalaman Wisata Kreatif Basic Of Activity Type Of Experience Learning Workshops Testing Experiences Open Ateliers Seeing itineraries Buying Galleris, Shop Windows Sumber : Richards, G (2009) Berbagai jenis pengalaman kreatif juga terkait dengan berbagai bentuk penyampaian dan struktur organisasi. Banyak jaringan baru bermunculan yang menghubungkan produsen kreatif untuk terlibat dalam pemasaran kolaboratif dan meningkatkan visibilitas aktivitas kreatif. Destinasi pariwisata untuk mengembangkan pengalaman kreatif. Bagian berikut memberikan sejumlah contoh berbeda tentang bagaimana kreatifitas disuntikkan ke dalam pariwisata diseluruh dunia. II.2 Model Pentahelix Secara bahasa Penta artinya lima. Penta berasal dari bahasa Yunani. 166 Model Penta Helix adalah pengembagan dari model Triple Helix yang yang dimulai oleh Etzkowitz dan Leydesdorff pada tahun 1995.167 Dalam artikel yang mereka tulis dalam jurnal menjelaskan bahwa Model Triple Helix merupakan sinergi antara akademisi, pemerintah dan pelaku usaha atau pebisnis. Triple Helix adalah konsep yang mengaitkan universitas dengan pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan dan penerapan inovasi, baik pada tingkat nasional atau regional. Konsep ini telah banyak diterapkan di berbagai negara dan diinisiasi oleh Elemen-elemen dari triple helix, yaitu universitas, pemerintah, atau kalangan dunia usaha. Penerapan dari konsep ini telah mendorong tumbuhnya industri kreatif, tumbuhnya co working space, berkembangnya konsep innovation governance, juga berkembangnya gagasan bahwa pemerintah adalah gardener bagi tumbuhnya inovasi, dan berkembangnya hubungan kolaboratif (co- creation) dalam pengembangan inovasi di masyarakat. 17 Pentahelix adalah sebuah model inovatif Pengembangan dari model QuadruHelix yang menghubungkan Akademisi, Praktisi/Bisnis, Komunitas, Pemerintah dan Media untuk menciptakan ekosistem berdasarkan kreatifitas dan Pengetahuan, dimana yang diharapkan dari konsep ini adalah sebuah solusi untuk pengembangan Kreatifitas, inovasi dan teknologi pada industry kreatif Gambar 2.2 Model Pentahelix Menurut Calzada I & Comie, P Sumber : Calzada, I & Cowie, P (2017) Unsur Penta Helix ini semula berupa Triple Helix dengan unsur-unsur Academiciancs, Business Sector, Government, yang kemudian ditambahkan dengan satu unsur, Civil Society, menjadi Quadruple Helix, untuk mengakomodasi perspektif masyarakat, dalam hal ini merupakan masyarakat berbasis media dan budaya yang juga telah menjadi bagian menyeluruh dari inovasi di Abad-21 kini. Lebih jauh lagi, unsur Communities membuka peluang konfigurasi dan jejaring lintas disiplin, serta membebaskan konsep inovasi dari sekedar pertimbangan dan tujuan ekonomi, melainkan juga melibatkan kreativitas sebagai bagian dari proses produksi pengetahuan dan inovasi (Muhyi, Chan, Sukoco, & Herawaty, 2017, p. 417) Model triple helix ini terus-menerus mengalami pembaruan atau inovasi. Misalnya, peran dari setiap satuan dari triple helix tidaklah eksklusif. Universitas tidak hanya berperan sebagai penemu (inventor), tetapi dapat juga sebagai pengguna (user), misalnya dalam hal inovasi pendidikan. Demikian halnya, 18 perusahaan bukan hanya menjadi pengguna, tetapi juga penemu. Misalnya, perusahaan dapat memiliki unit R&D (research and development) yang tugasnya adalah untuk menemukan produk-produk baru yang dapat unggul di pasar. Sementara itu, pemerintah bukan hanya sebagai fasilitator bagi universitas dan industri dalam proses inovasi, tetapi juga sebagai penemu dan pengguna sekaligus. Selain itu, hubungan sinergis terdiri atas tiga satuan, yaitu universitas, industri, dan pemerintah. Ada pihak lain yang dapat mengambil peran strategis sebagai penghubung untuk mengintensifkan arus informasi antara ketiga satuan tersebut di atas. Pihak penghubung tersebut adalah media. Dengan berjalannya fungsi media, proses invensi, adopsi, dan difusi inovasi dapat berlangsung lebih efektif. Dengan diperhitungkannya peran media dalam hubungan sinergis tersebut, maka muncul istilah baru untuk menggantikan istilah lama triple helix, yaitu quadruple helix. Model triple helix merupakan model yang populer di dunia inovasi, tetapi bukan berarti tidak ada kelemahan. Misalnya, muncul kritik bahwa model tersebut bias barat. Model seperti ini belum tentu dapat diaplikasikan di negara-negara berkembang karena belum adanya kesiapan dari universitas, sektor bisnis, atau pemerintah untuk mengembangkan hubungan sinergis seperti itu. Di negara-negara berkembang perlu dilakukan upaya penguatan kelembagaan terlebih dulu sehingga setiap pihak dari triple atau quadruple helix dapat berperan aktif bagi terbangunnya kolaborasi yang produktif antar pihak. 1) Triple Helix Model Kalangan akademisi dengan sumber daya, ilmu pengetahuan, dan teknologinya memfokuskan diri untuk berbagai temuan dan inovasi yang aplikatif. Kalangan bisnis melakukan kapitalisasi yang memberikan keuntungan ekonomi dan kemanfaatan bagi masyarakat. Sedang pemerintah menjamin dan menjaga stabilitas hubungan keduanya dengan regulasi kondusif. 168 Konsep ini selain digunakan untuk menjelaskan hubungan ketiga elemen (university, business and government), model ini juga dapat memberikan gambaran mengenai koordinat dari simbiosis (irisan) dari masing-masing elemen. Dalam 19 Triple Helix, masing-masing elemen merupakan entitas yang berdiri sendiri, memiliki perannya masing-masing tetapi mereka bersinergi dan mendukung satu dengan yang lainnya. Triple Helix Model merupakan inovasi dan pengembangan ekonomi dalam memberikan pengetahuan kepada masyarakat, dimana peran univeritas diberikan lebih menonjol dari yang lainnya dengan cara hibridasi antara univeritas, industri dan pemerintah untuk menghasilkan kelembagaan baru untuk menciptakan produksi, transfer dan aplikasi pengetahuan Gambar 2.3 Kolaborasi Triple Heliix Sumber : Virkkala, S et al (2014) Selanjutnya konsep kerjasama sistematis dan masif awalnya hanya melibatkan tiga pilar, dikembangkan lagi menjadi empat pilar atau biasa disebut dengan Quadruple Helix yang terdiri dari Pemerintah, Perguruan Tinggi, Perusahaan, Masyarakat (komunitas industri). Dalam konsep ini, keempat pilar berkolaborasi secara terpadu dan jangka panjang membangun dasar-dasar agar suatu industri mampu berdaya saing tinggi. 2) Quadruple Helix Peran keempat pilar Quadruple Helix dijelaskan sebagai berikut: i) peneliti di perguruan tinggi memimpin peran dalam pengembangan dan inovasi, bersama perusahaan, masyarakat industri dan pemerintah dalam knowledge–based society; ii) gerak sinergis keempat pilar menghasilkan kebijakan dan program inovasi yang berkelanjutan; dan iii) selain menjalankan peran khasnya, setiap pilar juga menjalankan peran pilar lainnya dalam derajat yang lebih rendah. Kemudian, 20 seiring dengan semakin berkembangnya teknologi dan sistem informasi, konsep Quadruple Helix disempurnakan dengan melibatkan peran media dalam kolaborasi. Gambar 2.4 Model Quadruple Helix Sumber : Nitgen & Kotey, (2017) Carayannis dan Campbell 169 menyatakan pentingnya kebijakan dan praktik pemerintah, universitas dan industri serta masyarakat sipil saling berinteraksi secara cerdas, efektif dan efisien. Secara paralel, konsep Quadruple Helix dikembangkan dengan mempertahankan interaksi dari lingkungan Triple Helix (University, Business, Government) dan dengan meresmikan peran masyarakat sipil. Akademisi dan perusahaan menyediakan kondisi yang diperlukan untuk ekosistem inovasi terpadu. Pemerintah menyediakan kerangka peraturan dan dukungan finansial untuk definisi dan implementasi strategi dan kebijakan inovasi. Masyarakat sipil tidak hanya menggunakan dan menerapkan pengetahuan, dan menuntut inovasi dalam bentuk barang dan jasa, namun juga menjadi bagian aktif dari sistem inovasi. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bekerja sebagai faktor pendukung partisipasi bottom-up masyarakat sipil.