1 BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pada tahun 2021 pendidikan telah menjadi fokus utama agenda pembangunan pemerintah karena pendidikan berkontribusi pada daya saing bangsa (Sebayang & Swamarinda, 2020; Sulisworo, 2016; Hasbullah, et al,. 2011). Keberadaan sistem pendidikan di Indonesia untuk memfasilitasi masyarakatnya dengan pencapaian pendidikan yang unggul yang memiliki relevansi dengan kehidupan dan budaya di Indonesia (Bucciarelli, 2013). Diatur dalam konstitusi Indonesia bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan (Muttaqin, 2018). Selain itu, UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membangun karakter bangsa (Octavia., dkk., 2020). Terlepas dari upaya keras yang dilakukan pemerintah Indonesia di bidang pendidikan selama bertahun-tahun, kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah (Sebayang & Swaramarinda, 2020). Hal ini sejalan dengan Sudarman, et al., (2016) yang mengatakan bahwa masalah pendidikan Indonesia saat ini adalah rendahnya kualitas pendidikan. Meski pemerintah Indonesia telah berusaha keras untuk mencapai target pendidikan universal, ketimpangan masih menjadi isu utama. Lebih jauh lagi, pembangunan nasional belum mampu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan kesejahteraan warga negara secara merata (Sulisworo, 2016). Selain itu terdapatnya hasil temuan yang dilakukan oleh Sulisworo mengungkapkan bahwa telah terjadi ketimpangan pembangunan pendidikan di perkotaan dan daerah terpencil di wilayah Indonesia, khususnya di Jawa dan luar Jawa. Berdasarkan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) yang diluncurkan oleh UNDP pada tahun 2021, Indonesia pada peringkat 114 dari 191 negara yang disurvei. Selain itu, peringkat HDI Indonesia lebih rendah dari empat negara ASEAN, dengan Singapura memimpin di posisi ke-12, diikuti oleh Brunei (ke-51), Malaysia (ke-62), Thailand (ke-66), dan Filipina (ke-116). Sehingga, di antara negara-negara Association of South East Nations (ASEAN) menurut laporan UNDP, kualitas sumber daya manusia Indonesia masih kurang baik. 2 Tabel I-1 Human Index Development (UNDP, 2021) Country HDI VALUE LIFE EXPECTAN CY YEARS MEAN YEARS OF SCHOOLING EXPECTED YEARS OF SCHOOLING GNI per capit a (US$) HDI RANK SINGAPORE 0.823 83,6 11 16,7 64,0 12 BRUNEI 0.659 77,4 9 14,4 30,8 51 MALAYSIA 0.603 74,5 11 14 10,7 62 THAILAND 0.646 75,9 9 15,8 7,09 66 PHILLIPPIN ES 0.587 72,7 10 13,5 3,55 116 INDONESIA 0,590 71,3 9 13,7 4,18 114 Berdasarkan laporan tersebut di atas, Indonesia meskipun memiliki sumber daya alam terbesar dan terkaya di antara negara-negara ASEAN, namun masih berada di peringkat bawah dari empat negara pendiri ASEAN lainnya. Salah satu komponen yang paling penting untuk ditinjau dalam survei adalah pendidikan. Komponen IPM ini sekarang diukur dengan rata-rata tahun sekolah untuk orang dewasa berusia 25 tahun dan tahun sekolah yang diharapkan untuk anak usia masuk sekolah. Rata- rata tahun sekolah diperkirakan berdasarkan data pencapaian pendidikan dari sensus dan survei yang tersedia di database Institut Statistik UNESCO. Perkiraan tahun sekolah yang diharapkan didasarkan pada pendaftaran menurut usia di semua tingkat pendidikan dan populasi usia sekolah resmi untuk setiap tingkat pendidikan. Tahun sekolah yang diharapkan dibatasi pada 18 tahun. Meskipun kriteria yang digunakan oleh UNDP didasarkan pada pandangan dunia barat, hasilnya mungkin relevan untuk Indonesia karena dalam banyak aspek telah menerapkan parameter barat secara formal baik dalam pendidikan, kesehatan maupun standar hidup. Pandangan dan gaya kebarat-baratan mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia, meskipun di beberapa bagian masyarakat masih memegang teguh prinsip-prinsip tradisionalnya. 3 Tujuan pendidikan Indonesia idealnya adalah terciptanya “laki-laki dan perempuan yang baik dan benar” yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni guna memajukan masyarakat yang sejahtera dan beradab berdasarkan ideologi negara Pancasila dan UUD 1945. Dengan kata lain, sesuai dengan tujuannya, pendidikan nasional kita sudah bercita- cita menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada warga negara Indonesia. Nilai- nilai tersebut merupakan indikator insan kamil, atau manusia yang sempurna dan holistik. Dengan demikian, setiap tujuan sekolah sebagai organisasi pendidikan harus mengikuti tujuan undang-undang pendidikan nasional.,Banyak orang kagum dengan prestasi akademik. Sekolah yang baik disamakan dengan hasil akademik atau sekolah yang berhasil diukur dengan jumlah siswa yang lulus ujian nasional atau Ujian Nasional (UN). Oleh karena itu, sekolah favorit atau paling terkenal sering dinilai dengan kriteria tersebut. Sebenarnya banyak orang pintar di negeri ini sebagai hasil dari orientasi akademik yang dibuat baik oleh sekolah negeri maupun swasta, sayangnya prestasi tersebut tidak secara signifikan berdampak baik bagi kesejahteraan masyarakat luas. Kenyataannya, Indonesia bukanlah negara maju; itu masih negara berkembang bukan negara terbelakang (miskin). Setelah 66 tahun merdeka, Indonesia mengalami persoalan multi dimensi. Selain itu, kualitas moral dan etika masyarakat tidak dapat dikatakan menjadi lebih baik karena fakta bahwa ada sejumlah perilaku buruk yang terjadi di negara ini seperti kerusuhan, amukan orang, kekerasan, kejahatan, ketidakadilan, kecurangan, intimidasi dan lain-lain. sejenisnya. Perilaku seperti ini ada di mana-mana dan tersebar hampir sempurna di Indonesia. Sekolah memiliki kemampuan yang terbatas untuk meningkatkan karakter luhur termasuk soft skill siswa. Begitu banyak variabel di luar kelas yang mempengaruhi siswa. Seperti yang dikatakan Dimyati bahwa sistem pendidikan di Indonesia tidak boleh terpisah dari lembaga keluarga, agama, dan sosial (seperti media massa, internet, dan pramuka) serta organisasi berpengaruh lainnya. Di sisi lain, ditemukan bahwa banyak karyawan yang lulus dengan prestasi akademik tinggi tidak dapat bekerja dengan baik di tempat kerja, sementara mereka yang memiliki prestasi akademik rendah tetapi memiliki soft skill mampu mencapai hasil yang sangat baik.Fakta tersebut didukung pula melalui beberapa temuan 4 survey dan penelitian yang dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung pada tahun 2005, Cindy, Sak, Guinn, Coudron pada tahun 2005 dan Goleman pada tahun 1995 tentang pentingnya soft skill di tempat kerja. Saat ini, soft skill belum dikembangkan dengan cara yang baik dan benar di Indonesia. I.2 Masalah Penelitian Dari tahun ke tahun pendidikan di Indonesia selalu memiliki banyak persoalan yang tidak ada habisnya, Semua upaya telah dikerahkan oleh para aktor di bidang pendidikan. (Sebayang & Swaramarinda, 2020). Salah satunya kurikulum yang terus berganti dan tidak berkembang justru hanya membuka pasar-pasar baru dalam bentuk kurikulum internasional yang ditawarkan sebagai nilai jual yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari hilangnya rasa kepercayaan masyarakat akan penerapan mazab Ki Hajar tentang pendidikan dimana calon generasi masa depan harus mendapatkan pendidikan yang seimbang dari sisi akademis saja maupun keterampilannya atau yang dikenal dengan proses pembelajaran dengan menggunakan Sistem Among. Keberadaan institusi Taman Siswas sebagai gerbang pembuka dalam pembangunan pendidikan di Indonesia pada hari ini sudah seharusnya menghasilkan sumber daya sosial dan manusia yang besar dan luas. Namun hal ini harus menjadi angan-angan semata dikarenakan masyarakat era 4.0 kembali di segarkan dengan pemikiran bahwa kesejahteraan anak-anak mereka di masa depan ditentukan dengan jenis ruang lingkup pekerjaan yang bonafit dengan penghasilan yang menggiurkan, sehingga hal ini membuat para orang tua menginginkan putra-putri mereka mendapatkan pendidikan yang layak dalam bentuk hasil akademis yang memuaskan. Dengan kata lain pendidikan hari ini kembali kepada konsep pendidikan bergaya barat yang dilakukan oleh para kolonialisme dahulu, Fenomena ini pada akhirnya menjadi salah satu bukti dimana upaya Ki Hajar terkait penolakan terhadap pendidikan bergaya barat tersebut perlahan tergerus dan secara tidak langsung membatalkan semboyan pendidikan Indonesia yang masih digunakan sampai hari ini yakni; Ing Ngarso Sung Tulodho Ing Madya Mangunkarso Tut Wuri Handayani. Pada akhirnya Kesempatan bagi Taman Siswa untuk kembali mencapai puncak kejayaannya terhambat dikarenakan lambannya 5 Taman Siswa beradaptasi yang disebabkan akan masih melekatnya konsep gerakan nasionalis di masa lalu serta kekonservatisme kepemimpinannya. I.3 Pertanyaan dan Tujuan Penelitian Dengan demikian, melalui penelitian dengan menggunakan studi kasus Taman Siswa, penulis akan melakukan penelusuran terkait konsep pendidikan di Indonesia yang keberadaannya masih sangat rentan dan kian berjalan mengikuti arus pembangunan. Merujuk pada seluruh permasalahan yang ada maka penulis mencoba merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana proses dinamika Sistem Among di Taman Siswa (Studi kasus SD Taman Muda Yogyakarta) dari awal berdiri masih mampu bertahan dan beradaptasi dengan sistem Pendidikan Indonesia yang semakin beragam dan kontras dengan nilai kearifan lokal saat ini.