15 BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan endogen. Proses eksogen ialah proses yang cenderung bersifat destruktif, seperti erosi dan pelapukan, sedangkan proses endogen diantaranya berupa pengangkatan, perlipatan, pensesaran. Analisis geomorfologi digunakan untuk melihat proses-proses apa saja yang terjadi sehingga membentuk bentang alam seperti sekarang pada daerah penelitian. Metode yang digunakan dalam analisis geomorfologi diantaranya berupa analisisis peta topografi, citra satelit, untuk kemudian diamati pola topografi, pola aliran sungai, bentukan lembah sungai dan tingkat erosi yang terjadi. Hasil analisis tersebut kemudian dapat menentukan satuan geomorfologi daerah penelitian berdasarkan klasifikasi Lobeck (1939) yang kemudian dapat dianalisis proses geomorfik yang terjadi. Sungai utama daerah penelitian (Sungai Riam Kiwa) mempunyai arah aliran NE SW, sedangkan anak-anak sungai mempunyai arah aliran yang bersifat subsekuen, obsekuen, konsekuen, dan resekuen. 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan dari peta topografi dan pengamatan secara langsung di lapangan dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, diantaranya berupa punggungan, perbukitan, gawir dan lembah. Dari peta topografi daerah penelitian, dapat dilihat pola kontur yang berbeda, yakni pola kontur yang relatif rapat dan relatif renggang. Kontur yang relatif rapat didominasi oleh litologi berupa andesit dan konglomerat, sedangkan untuk kontur yang relatif renggang didominasi oleh litologi berupa batupasir dan batulempung. Faktor pengontrol morfologi daerah penelitian berupa struktur berupa sesar, lipatan, litologi, dan proses seperti erosi dan sedimentasi. 16 Tata guna lahan daerah penelitian dapat digolongkan sebagai daerah perkebunan yang didominasi oleh tanaman berupa karet, pertanian, pemukiman, pertambangan, dan kawasan hutan. Kawasan pemukiman terpusat di tengah daerah penelitian pada daerah dengan morfologi yang realtif datar dan ditempati litologi yang relatif lunak yakni batupasir. Hal ini dipengarruhi oleh ketersediaan sumber air yang cukup dalam batupasir yang berfungsi sebagai wadah penyimpan air. Selain itu juga, kawasan pemukiman relatif dekat dengan sungai utama yang memudahkan penduduk untuk mendapatkan sumber air. Kawasan tambang terpusat di tengah daerah penelitian juga. Hal ini dikarenakan litologi yang berada di tengah daerah penelitian terdiri dari perselingan batupasir-batulempung dan terdapat sisipan batubara yang cukup banyak secara jumlah untuk dilakukan penambangan. Selain itu juga di tengah daerah penelitian terdapat kawasan pertanian dan perkebunan.Diantaranya padi dan karet. Hal ini dikarenakan daerah tersebut mempunyai morfologi yang relatif datar dan dekat dengan sumber air. Kawasan hutan tersebar di sekitar SE dan NW dari daerah penelitian dan tidak terdapat kawasan pemukiman serta kawasan penambangan. Hal ini dikarenakan morfologinya relatif berbukit bukit dan ditempati litologi yang cukup keras, yakni andesit dan konglomerat. Selain itu juga terdapat beberapa kawasan pertanian di sekitar lereng- lereng gununng berupa tanaman padi. Bukit-bukit tersebut ditempati oleh lapukan andesit dan batupasir sehingga bisa digunakan untuk kegiatan bertani. 3.1.2 Pola Aliran Sungai Daerah Penelitian Pada daerah penelitian, sungai utama mengalir dari arah NE SW, yakni sungai Riam Kiwa, sedangkan anak-anak sungai mempunyai arah aliran yang bermuara pada sungai utama. Pola aliran sungai yang berkembang di daerah penelitian (Gambar 3.2) berupa pola dendritik yang menyerupai ranting dengan sudut pertemuan anak sungai yang lancip (Howard, 1967 dalam van Zuidam, 1985) dengan faktor pengontrol berupa litologi yang umumnya relatif resisten (Thornbury, 1954). Sedangkan untuk tipe genetik sungai daerah penelitian, dibagi menjadi : a. Tipe Obsekuen, yakni aliran sungai yang berlawanan dengan arah kemiringan lapisan, diantaranya cabang anak Sungai Ambawang, cabang anak Sungai 17 Rantaubakula, cabang anak sungai Sungai Rantaunangka, Sungai Jelapan, Sungai Pakutik, Sungai Ambalahon, Sungai Rapi, Sungai Gumpung, dan Sungai Inaan b. Tipe Subsekuen, yakni aliran sungai searah dengan arah jurus perlapisan, diantaranya Sungai Ambawang, Sungai Rantaunangka, Sungai Rantaubakula, dan Sungai Balatan c. Tipe Konsekuen, yakni aliran sungai yang searah dengan kemiringan lereng, diantaranya Sungai Rantaunangka d. Tipe Resekuen, yakni aliran sungai searah dengan arah kemiringan perlapisan, diantaranya Sungai Belimbing lama. 18 Gambar 3.1 Peta sungai daerah penelitian 19 3.1.3 Satuan Geomorfologi Daerah Penelitian Dilihat dari kondisi struktur geologi, kemiringan lapisan, serta jenis batuan penyusun pada daerah penelitian, maka dilakukan klasifikasi geomorfologi. Klasifikasi geomorfologi yang digunakan mengacu pada klasifikasi Lobeck (1939). Berdasarkan klasifikasi tersebut, daerah penelitian dibagi menjadi 2satuan geomorfologi, yakni satuan pegunungan lipatan dan satuan pegunungan kompleks (Gambar 3.2). Tahapan geomorfik daerah penelitian telah mencapai tahap dewasa dilihat dari sudah tidak terlihatnyabentukan-bentukan morfologi sepertifaset segitiga pada gawir sesar di satuan pegunungan kompleks, adanya lembah monoklin, adanya sungai yang memotong berbagai litologi pada satuan perbukitan kompleks (Lobeck, 1939). Gambar 3.2Satuan Geomorfologi daerah penelitian pada Shuttle Radar Topoghrapic Mission (SRTM); Satuan Pegunungan lipatan (c) dan Satuan Pegunungan Kompleks (a,b) 3.1.3.1 Satuan PegununganLipatan Satuan ini menempati bagian tengah dari daerah penelitian.Memiliki ketinggian yang berkisar antar 125 m 150 m diatas permukaan laut. Pada peta geomorfologi, satuan ini diberi warna kuning (LampiranD-1). Satuan ini memanjang mengikuti arah jurus perlapisan yang realtif berarah NE -SW. 20 Satuan ini dicirikan dengan morfologi berupa perbukitan, punggungan, dan lembah (Foto 3.1) dengan litologi umumnya perselingan batupasir - batulempung. Mempunyai kedudukan lapisan batuan yang seragam. Satuan ini terdiri dari punggungan monoklin, lembah sinklin, dan punggungan antiklin. Lembah sinklin dicirikan dengan morfologi yang relatif lebih rendah dibanding sekelilingnya dan diapit oleh punggungan homoklin dan punggungan antiklin. Pada punggungan monoklin terdapat kelurusan punggungan yang diidentifikasi sebagai akibat dari perlapisan batuan. Aliran sungai umumnya tidak dapat diamati di lapangan karena aktivitas penambangan yang cukup intens, namun ada beberapa aliran sungai yang dapat diamatai dan mempunyai pola aliran sungai dendritik dengan lembah sungai berbentuk U (Foto 3.2) yang mengindikasikan terjadinya erosi sungai secara lateral. Tipe genetik sungai pada satuan ini berupa subsekuen dan obsekuen yang dipengaruhi oleh kedudukan lapisan. Tata guna lahan pada satuan ini berupa areal perkebunan, pertambangan, dan sebagian pemukiman. Kawasan pemukiman terpusat pada satuan ini karena litologi batupasir yang bermanfaat sebagai tempat penyimpanan air dan akses yang cukup dekat dengan sungai utama.Selain itu juga terdapat kawasan perkebunan dan pertanian karena morfologi pada satuan ini yang sebagian berupa lembahan cocok digunakan untuk aktivitas berkebun dan bertani. Pola kelurusan pada satuan ini berupa kelurusan punggungan yang berarah NE - SW dan kelurusan sungai berarah NW-SE sebagai akibat dari pengaruh kedudukan lapisan, sesar serta rekahan. Foto 3.1 Satuan Perbukitan Lipatan (garis merah) di daerah penelitian 21 Foto 3.2 Bentuk lembah sungai Upada Satuan PerbukitanLipatan 3.1.3.2 Satuan PegununganKompleks Satuan ini menempati sisi daerah penelitian, yakni daerah Tenggara dan baratlaut dengan ketinggian antara 125 m-150 m diatas permukaan laut.Pada peta geomorfologi, satuan ini diberi warna biru muda(Lampiran D-1). Umumnya dicirikan dengan morfologi perbukitan(Foto 3.4 dan Foto 3.5). Terdiri dari litologi konglomerat, batupasir, dan batugamping pada bagian Tenggara dan andesit di bagian Baratlaut.Terdapat bentukan bentukan bukit terisolir yang lebih dikontrol oleh litologi berupa batuan kristalin, konglomerat, yang relatiflebih resisten terhadap erosi serta batugamping.Pola sungai yang berkembang pada satuan ini yakni dendritik dengan bentuk lembah sungai umumnya V(Foto 3.3) yang menunjukkan gejala erosi secara vertikal.Tipe genetik sungai terdiri atas konsekuen, subsekuen, obsekuen, dan resekuen yang sebagian dipengaruhi oleh kedudukan lapisan. Tata guna lahan pada satuan ini berupa areal perkebunan dan areal pertambangan.Pada satuan ini juga didominasi oleh kawasan hutan dan sebagian berupa kawasan pertanian dan perkebunan.