6 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Cekungan Barito meliputi daerah seluas 70.000 kilometer persegi di Kalimantan Selatan bagian tenggara dan terletak di sepanjang batas tenggara Lempeng Mikro Sunda. Cekungan Barito merupakan cekungan bertipe foreland yang berumur Tersier, berhadapan langsung dengan Pegunungan Meratus (Satyana dan Silitonga, 1994). Di bagian utara, Cekungan Barito dipisahkan dengan Cekungan Kutai oleh Sesar Adang. Sedangkan di bagian timur dipisahkan dengan Cekungan Asem-Asem oleh Tinggian Meratus yang memanjang dari arah SW - NE. Di bagian selatan merupakan batas tidak tegas dengan Cekungan Jawa Timur Utara dan di bagian Barat berbatasan dengan Komplek Schwaner yang merupakan basement (Gambar 2.1). Suatu penampang melintang melalui Cekungan Barito memperlihatkan bentuk cekungannya yang asimetrik. Hal ini disebabkan oleh adanya gerak naik ke arah barat dari Pegunungan Meratus. Sedimen-sedimen Neogen ditemukan paling tebal sepanjang bagian timur Cekungan Barito, yang kemudian menipis ke arah barat. Cekungan ini, sebagai salah satu cekungan tempat berakumulasinya sumber daya energi, memiliki endapan batubara dengan sebaran yang sangat luas. 2.2 Stratigrafi Regional Susunan stratigrafi pada Cekungan Barito dapat dibagi tiga, pra-Tersier, Tersier dan Kuarter. Setiap satuan diberi nama dan diperkirakan secara litostratigrafi berdasarkan tata-nama yang telah berlaku di daerah Cekungan Kalimantan Selatan yang mengikuti rekomendasi Sandi Stratigrafi Indonesia (1975). Berdasarkan Sikumbang dan Haryanto (1994), Cekungan Barito dialasi oleh batuan sedimen Kelompok Pitap, batuan vulkanik Kelompok Haruyan, Formasi Batununggal (Klb) dan Paniungan (Kpn), Granit Belawaian (Mgb), dan batuan ultrabasa (Gambar 2.2). Di atas batuan alas diendapkan secara tidak selaras batuan Formasi Tanjung (Tet), yang berumur Eosen dan terdiri atas batupasir kuarsa dan 7 batulempung dengan sisipan batubara, setempatbersisipan batugamping. Formasi Tanjung terendapkan dalam lingkungan fluviatilsampai dengan laut dangkal, ketebalannya sampai 750 m (Satyana dan Silitonga, 1994). Gambar 2.1Fisiografi Pulau Kalimantan (Halldan Nichols, 2002) Di atas Formasi Tanjung diendapkan secara selaras batuan Formasi Berai (Tomb)yang berumur Oligosen dan terdiri atas batugamping fosil foram besar dan bersisipan napal. Formasi ini terendapkan dalam lingkungan neritik dengan ketebalan sekitar1000 m. Di atas Formasi Berai diendapkan selaras batuan Formasi Warukin (Tmw)berumur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, terdiri atas batupasir kuarsa Daerah penelitian 8 dan batulempung dengan sisipan batubara dan diendapkan dalam lingkungan fluviatil dengan ketebalan sekitar 400 meter (Satyana dan Silitonga, 1994). 10 Di atas Formasi Warukin diendapkan secara tidak selaras terendapkan Formasi Dahor (TQd), berumur Plio - Plistosen Awal. Formasi Dahor terdiri atas batupasir kuarsa lepas berbutir sedang terpilah buruk, konglomerat lepas dengan komponen kuarsa, batulempung lunak, setempat dijumpai lignit dan limonit; terendapkan dalam lingkungan fluviatil dengan ketebalan sekitar 250 m (Satyana dan Silitonga, 1994). Di atas Formasi Dahor terendapkan batuan aluvial terdiri atas batulempung kaolinit dan batulanau bersisipan pasir, gambut, kerakal dan bongkahan lepas, merupakan endapan sungai dan endapan rawa. Endapan gambut yang berasal dari berbagai jenis tumbuhan yang mati dan terakumulasi pada daerah-daerah dataran rendah dan lembah-lembah dalam cekungan dengan kondisi dan lingkungan yang basah relatif stabil dan tenang. Kondisi ini terjadi terus menerus berulang-ulang pada waktu yang lama (Satyana dan Silitonga, 1994). Kolom stratigrafi regional peneliti- peneliti sebelumnya dapat dilihat pada Gambar 2.3. 11 Gambar 2.3 Kolom stratigrafi regional peneliti-peneliti sebelumnya 12 2.3 Tektonik Regional Tatanan tektonik Cekungan Barito terdiri atas dua fasa, yaitu fasa ekstensi dan kompresi. Fasa ekstensi terjadi saat Tersier Awal yang merupakan akibat dari konvergensi oblique yang membentuk cekungan berarah NW-SE (Satyana dan Silitonga, 1994). Cekungan ini menjadi ruang akomodasi bagi sedimen yang mengendap pada bagian horst dari cekungan, yang kemudian menjadi Formasi Tanjung. Selama Miosen, permukaan air laut menurun karena pengangkatan blok Schwaner dan Pegunungan Meratus. Pada Miosen Akhir, Pegunungan Meratus terangkat, dan mengakibatkan gaya isostasi bekerja sehingga cekungan pada bagian foreland menurun. Pengangkatan Pegunungan Meratus berlangsung hingga Pleistosen. Fasa transpressional ini mereaktivasi dan menginversi struktur regangan sebelumnya dan menghasilkan wrenching, sesar, dan lipatan. Saat ini, struktur dari Cekungan Barito berkonsentrasi pada daerah NNE dari cekungan, dicirikan dengan lipatan rapat berarah SSW-NNE, mengelilingi Pegunungan Meratus oleh sesar naik dengan kemiringan curam berarah timur, yang melibatkan basement (Darman dan Sidi, 2000). Menurut Satyana dkk., (1994), tipe struktur dari Cekungan Barito dicirikan dengan tektonik yang mengikutsertakan batuan alas pada bagian foredeep dimanalipatan terbentuk sebagai fault-related folds. Di bagian bawah foredeep, batuan dasar tidak tersesarkan (thin-skinned). Terdapat juga decollements yang tidak menerus, ramps, dan fault-propagation folds yang teramati dari data seismik (Gambar 2.5). 13 Gambar 2.4Tatanan tektonik Kalimantan (modifikasi Satyana dan Silitonga, 1994) Daerah penelitian 14 Gambar2.5Perkembangan tektonik pada Cekungan Barito (modifikasi Satyana dan Silitonga, 1994).