11 Bab II Tatanan Geologi Cekungan Sumatera Tengah berada pada daerah yang aktif secara tektonik. konvergensi Lempeng Indo-Australia yang bergerak secara oblique ke utara bertumbukan dengan bagian selatan lempeng Eurasia sangat mempengaruhi perkembangan dan evolusi Cekungan Sumatera Tengah (gambar II.1). Cekungan Sumatera Tengah dibatasi oleh beberapa tinggian, Tinggian Asahan di utara, Bukit Barisan di bagian barat, Tinggian Tigapuluh di selatan dan Tinggian Malaka-Malaysia di bagian timurlaut (gambar II.1). Dilihat dari aktifitas tektonik dan posisinya terhadap pergerakan lempeng, selama periode Tersier Cekungan Sumatera Tengah merupakan cekungan polyhistory, yaitu pada periode Paleogen cekungan ini dapat diklasifikasikan sebagai rift basin dan pada periode Neogen berubah menjadi cekungan back arc. Pola struktur yang terbentuk pada cekungan ini akan mencerminkan aktifitas tektonik yang terjadi. Bentuk-bentuk struktur yang berasosiasi dengan rezim tektonik ekstensional mendominasi struktur-struktur yang terbentuk pada periode Paleogen. Sedangkan bentuk-bentuk struktur yang berasosiasi dengan rezim tektonik strike slip dan rezim tektonik kompressional mendominasi struktur periode Neogen. Terdapat dua pola struktur utama di Cekungan Sumatera Tengah, yaitu pola-pola tua berumur 12 Paleogen yang cenderung berarah utara-selatan (N-S) dan pola-pola muda berumur Neogen Akhir yang berarah baratlaut-tenggara (NW-SE) (Eubank dan Makki, 1981). Gambar II.1 Kerangka tektonik regional Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993) 13 II.1 Tektonik Cekungan Sumatera Tengah Menurut Heidrick dan Aulia (1993), perkembangan tektonik selama Tersier dapat dibagi ke dalam empat fasa deformasi sebagai berikut (tabel II.1) : Fasa deformasi F0 Batuan dasar yang berumur Pra Tersier di Cekungan Sumatera Tengah terdiri dari gabungan lempeng mikro kontinental dan lempeng mikro samudera. Menurut Pulunggono dan Cameron (1984), Cekungan Sumatera Tengah terbentuk dari lempeng mikro Mergui, Mallaca dan Mutus yang menjadi satu dan membentuk Lempeng Benua Sunda. Heidrick dan Aulia (1993) menyebutkan deformasi pada Pra-Tersier menghasilkan bentuk-bentuk struktur perlipatan dan patahan yang terdiri dari patahan normal, patahan naik bersudut tinggi atau bahkan dapat berupa patahan vertikal sebagai akibat adanya suturing transform atau strike slip. Orientasi patahan dan sumbu lipatan memperlihatkan pola yang mengikuti arah tinggian dari batuan dasar yang mempunyai arah kelurusan relatif N60ºW±10. Orientasi struktur pada batuan dasar berperan dalam mengontrol proses reaktivasi yang terjadi kemudian pada lapisan sedimen Tersier yang berada diatasnya. Fasa deformasi F1 Fasa tektonik F1 berlangsung pada Kala Eosen–Oligosen, terjadi rifting yang menghasilkan sistem graben dan half graben dengan orientasi arah utara–selatan. Heidrick dan Aulia (1993) menyebutkan bahwa proses perekahan ini menyebabkan 14 terbentuknya serangkaian half graben di Cekungan Sumatra Tengah dan menjadi tempat diendapkannya sedimen-sedimen dari Kelompok Pematang dengan lingkungan pengendapan berupa lakustrin-fluvial. Fasa deformasi F2 Fasa deformasi F2 terjadi pada Kala Miosen Awal-Tengah. Proses yang terjadi berupa penurunan regional cekungan (sag phase) menyebabkan Cekungan Sumatera Tengah mengalami trangresi. Proses ini diikuti dengan pembentukan sesar geser menganan (dekstral) secara regional yang berarah utara-selatan dan serangkaian pemekaran pada periode F1. Mertosono dan Nayoan (1974) berpendapat bahwa fasa transgresif dimulai dengan pengendapan Kelompok Sihapas di secara tidak selaras di atas sedimen yang berumur Paleogen. Pengendapan Kelompok Sihapas ini berakhir sampai Miosen Tengah dengan pengendapan transgressive marine shale dari Formasi Telisa. Fasa deformasi F3 Fasa ini berlangsung pada kala Miosen Tengah hingga sekarang. Pada awal episode ini terjadi pengaturan kembali lempeng Indo-Australia yang mengakibatkan terjadinya pengangkatan, teraktifkannya kembali pensesaran mendatar dekstral sepanjang sistim sesar besar Sumatra yang berarah baratlaut dan aktifnya busur vulkanisme sepanjang rantai Pegunungan Barisan yang saling tumpang tindih dengan kerangka struktur yang telah terbentuk pada periode sebelumnya (Heidrick dan Aulia, 1993). 15 Pada akhir F3 terjadi tektonik kompresi yang membentuk struktur inversi dan sesar naik yang bekerja pada struktur-struktur yang sudah terbentuk pada episode tektonik sebelumnya Peristiwa regresi terjadi pada awal episode ini dengan diendapkannya Formasi Petani dilanjutkan dengan pengendapan Formasi Minas secara tidak selaras diatas Formasi Petani. Tabel II.1 Perkembangan tektonostratigrafi daerah Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993). 16 II.2. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatra Tengah Secara umum stratigrafi regional Cekungan Sumatra Tengah tersusun atas beberapa kelompok dan formasi, mulai dari tua ke muda adalah batuan dasar (basement), Kelompok Pematang, Kelompok Sihapas, Formasi Telisa, Formasi Petani, dan Formasi Minas (tabel II.2). Batuan dasar Eubank dan Makki (1981) menyebutkan batuan dasar Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari tiga kelompok yaitu Malacca Terrane, Mutus Assemblage dan Mergui Terrane yang berumur Paleozoikum dan Mesozoikum. 1. Mallaca Terrane Kelompok ini terdiri dari batuan-batuan kuarsit, argilit, philit, batugamping kristalin dan granit yang berumur Paleozoikum. 2. Mutus Assemblage Merupakan zona suture yang memisahkan Malacca Terrane dan Mergui Terrane. Kelompok Mutus Assemblage yang berumur Trias dan Jura terdiri dari baturijang radiolaria, meta-argilit, serpih merah, batugamping, dan batuan beku basalt. 3. Mergui Terrane Kelompok Mergui terdiri dari graywacke, kuarsit dan batulempung kerikilan yang berumur Kapur. 17 Kelompok Pematang Kelompok Pematang merupakan sedimen tertua yang diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar. Kelompok ini diendapkan pada Kala Eosen hingga Oligosen Akhir, dengan lingkungan pengendapan fluvial hingga lakustrin. Secara umum Kelompok Pematang terdiri dari tiga formasi yang tersusun dari tua ke muda yaitu: 1. Formasi Lower Red Bed Litologi penyusun formasi ini terdiri dari batulempung, batulanau, batupasir dan konglomerat. Formasi ini diendapkan pada lingkungan darat dengan sistem pengendapan kipas aluvial dan berubah secara lateral menjadi lingkungan sungai dan danau. 2. Formasi Brown Shale Secara regional Formasi Brown Shale diendapkan di atas Formasi Lower Red Beds, di beberapa tempat kedua formasi ini menunjukkan adanya hubungan menjari. Batuan penyusunnya terdiri dari laminasi serpih yang berwarna coklat hingga hitam dan kaya akan material organik, diendapkan pada lingkungan pengendapan danau. Formasi Brown Shale bertindak sebagai batuan induk pada sistem petroleum Cekungan Sumatera Tengah. 3. Formasi Upper Red Bed Formasi ini terdiri dari batupasir, konglomerat dan serpih yang diendapkan pada lingkungan lakustrin. 18 Kelompok Sihapas Kelompok Sihapas diendapkan secara tidak selaras di atas Kelompok Pematang dengan proses sedimen yang bersifat transgresif. Kelompok Sihapas berumur Miosen Awal (N4-N8) dan merupakan reservoir utama perangkap hidrokarbon di Cekungan Sumatra Tengah. Kelompok ini tersusun dari beberapa formasi yaitu: 1. Formasi Menggala Formasi Menggala merupakan formasi paling tua pada Kelompok Sihapas yang diendapkan secara tidak selaras di atas Kelompok Pematang pada Kala Miosen Awal (N4). Litologi penyusun formasi ini terdiri dari batupasir halus sampai kasar yang bersifat konglomeratan.