34 Bab IV Gambaran Umum Penanganan Terorisme di Indonesia dan Peran TNI dalam Mengatasi Ancaman Terorisme IV.1 Gambaran Umum Penanganan Terorisme di Indonesia Pemerintah Indonesia dalam melakukan upaya penanganan terorisme membentuk beberapa lembaga anti teror, seperti Desk Koordinator Pemberantasan Terorisme (DKPT) pada tanggal 23 Desember 2002. Hal ini sesuai dengan Inpres No. 4 Tahun 2002, dimana Desk ini berada dibawah koordinasi Menko Polkam (sekarang Menko Polhukam) dengan mandat antara lain : pertama, memformulasikan kebijakan dan strategi nasional untuk memberantas terorisme; dan kedua, mengkoordinasikan semua langkah yang diperlukan. Adapun lembaga- lembaga yang menangani teror adalah : 48 a. Polri Dalam proses penanganan terorisme, lembaga kepolisian memiliki kewajiban dan tugas yang cukup besar, sebab dalam UU No.15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme, terorisme digolongkan kedalam bentuk kejahatan (crime), sehingga beban tanggung jawab yang diemban lebih banyak diserahkan pada kepolisian. Adapun beberapa hal yang telah dilakukan oleh Kepolisian dalam usaha menangani terorisme adalah melakukan reorganisasi di jajaran kepolisian, yang diantaranya : 49 1) Pembentukan Satgas Anti Teror dan Bomb (ATB) yang berkoordinasi dan bertanggung jawab langsung kepada Kapolri. ATB merupakan salah satu satuan utama Kepolisian dalam menghadapi terorisme, karena itu satuan ini diisi oleh perwira- perwira terbaik kepolisian yang memiliki wewenang, lisensi dan spesialisasi senior asing. Sejak didirikan, satuan ini telah berhasil 48 Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan Departemen Pertahanan, Direktorat Analisa Lingkungan Strategis,Pencegahan dan Penanganan Terorisme di Indonesia (Analisa Perbandingan Dengan Beberapa Negara Di Asia Tenggara (Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina)), Jakarta, 2007. 49 Laporan,US Patriot Act dan UU Anti Terorisme Indonesia; Studi Banding Kebijakan Publik, Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan, Departemen Pertahanan RI, Jakarata, September 2004, hlm, 21 35 menemukan bukti-bukti yang kuat untuk membekuk lebih dari 30 tersangka Bom Bali I. 2) Pembentukan Direktorat VI/Unit Anti Teror dan Bom dibawah Direktorat Investigasi Kriminal, Mabes Polri, dengan tugas pengembangan Kebijakan dan Strategi Anti Teror termasuk Kodal unit operasional di Indonesia. Unit ini nantinya berkembang menjadi Datasemen 88. b.Lembaga Intelijen. Sesuai Inpres No. 5 Tahun 2002 Presiden RI memberikan instruksi kepada kepala BIN untuk memperkuat kapasitas dan meningkatkan perannya dalam mengkoordinasikan aktifitas komuniti intelijen di Indonesia. Namun sampai saat ini belum ada kejelasan bagaimana sesungguhnya mekanisme koordinasi yang dimaksudkan. Sejauh ini BIN telah melakukan pembentukan Desk Pemberantasan Terorisme, tetapi peran nyata BIN belum terlihat secara signifikan. Namun disisi lain, telah dibentuk pula Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dimana lembaga ini bertugas untuk mengumpulkan, memelihara, menganalisa dan mengevaluasi informasi yang terkait dengan dana untuk kejahatan termasuk terorisme. Hal ini dilakukan mengingat sebelumnya Indonesia sangat rawan dijadikan tempat untuk melakukan pencucian uang, dimana hal ini juga dipicu oleh kurang kuatnya payung hukum di Indonesia terkait dengan pencucian uang. Kondisi ini sangat dikhawatirkan oleh pihak internasional, sehingga Indonesia masuk dalam daftar pengamatan pihak internasional sejak bulan Juli 2002. c. Militer Adapun peran lembaga militer dalam menangani masalah terorisme adalah dengan mendayagunakan kembali Komando Kewilayahan. Bila 36 sebelumnya kewenangan dan tanggung jawab penanganan terorisme lebih dibebankan pada Polri, disebabkan terorisme masih dikategorikan sebagai kejahatan kriminal, maka berdasarkan UU No. 34 Tahun 2004, TNI juga dikenai kewajiban menangani terorisme, dimana UU ini juga mewajibkan kepada lembaga TNI untuk ikut bertanggung jawab dan berwenang dalam Operasi militer selain perang. Hal tersebut juga dikuatkan dengan perintah Presiden yang disampaikan lewat pidato HUT TNI pada 5 Oktober 2005, yang mengharuskan TNI untuk berperan aktif dalam memberantas terorisme. Perintah tersebut kemudian dijabarkan oleh Panglima TNI dengan mengaktifkan kembali Komando Kewilayahan untuk melaksanakan intelijen teritorial dengan ujung tombak pada Babinsa yang ada disetiap Desa, dengan catatan untuk tidak ikut campur dalam masalah politik, bisnis dan penegakan hukum. Secara khusus TNI telah memiliki satuan yang dapat digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas anti teror. Satuan penanggulangan terorisme yang sudah ada di satuan TNI antara lain : Den 81- di Kopassus TNI-AD yang mampu melaksanakan operasi penyelamatan sandera di bus, kereta api, bangunan, hutan, kapal dan pesawat terbang, Den Jalamayangkara TNI-AL yang mampu melaksanakan operasi anti teroris laut atau pantai dalam bentuk penanggulangan perampokan di laut, operasi penyelamatan sandera, operasi pengamanan pelabuhan, dan operasi penyelamatan di Rig Lepas pantai. Begitupun TNI AU yang memiliki Den Bravo yang mampu melaksanakan operasi anti teror di airport maupun dalam pesawat terbang dalam kegiatan penyelamatan sandera, operasi pengamanan ATC dan pengamanan dalam pesawat terbang. 50 Selain itu, hal cukup penting untuk diperhatikan terkait dengan pelibatan TNI dalam usaha penangan teror adalah keberadaan satuan-satuan intelijen yang terdapat didalam lembaga TNI mulai dari BAIS TNI, Denintel 50 Laporan, Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme di Indonesia, Jakarta, Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan Dephan RI, 2004, Hal. 16-17 37 Kodam dan berbagai aparat intelijen yang tersebar hingga ke tingkat Kodim. Lembaga intelijen TNI tersebut berperan untuk melakukan kegiatan/operasi intelijen guna mendeteksi dan mengidentifikasi keberadaan kelompok teroris beserta aktivitasnya, dengan cara melakukan kerjasama pertukaran informasi dan operasi intelijen bersama. Gambar IV. 1. Ilustrasi Koordinasi Struktural Penanganan Terorisme di Indonesia Sumber : Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan Departemen Pertahanan IV.2 Peran TNI dalam Mengatasi Ancaman Terorisme Peran TNI dalam rangka mengatasi ancaman terorisme bisa dilihat dari kewenangan yang dimiliki, kemampuan dan kekuatan serta beberapa pengalaman dalam mengatasi ancaman terorisme. VI.2.1 Dasar Kewenangan TNI dalam mengatasi ancaman terorisme. Beberapa perangkat hukum yang menjadi dasar kewenangan bagi TNI dalam melaksanakan penanggulangan terorisme yaitu sebagai berikut: Badan Intelijen Negara (BIN) Dephan/TNI (Gultor dan BAIS) Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT) Kemenko Polhukam Intitusi Lain : Deplu; Depdagri; Imigrasi; Dephukukham; Polri (Densus 88 dan Intelkam) 38 IV.2.2 Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. UU TNI No. 34 tahun 2004 ini memberikan pengaturan mengenai pelaksanaan tugas pokok TNI dalam koridor kebijakan pertahanan nasional untuk menegakkan kedaulatan negara. Mengenai tugas pokok TNI, dalam Pasal 7 ayat (1) UU TNI disebutkan bahwa : ”Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara” Tugas pokok TNI tersebut berdasarkan Pasal 7 ayat (2)-nya dibagi menjadi 2 (dua) tugas pokok, yaitu : 1. operasi militer untuk perang; 2. operasi militer selain perang, yaitu untuk : a) mengatasi gerakan separatis bersenjata; b) mengatasi pemberontakan bersenjata; c) mengatasi aksi terorisme; d) mengamankan wilayah perbatasan; e) mengamati objek vital nasional yang bersifat strategis; f) melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri; g) mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya; h) memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta; i) membantu tugas pemerintahan di daerah; j) membantu Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang; 39 k) membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia; l) membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan; m) membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan serta; n) membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan dan penyelundupan. Berdasarkan bunyi pasal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam tugas pokok operasi militer selain perang (OMSP), TNI juga diberikan kewenangan untuk mengatasi terorisme, termasuk memberikan bantuan kepada Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam UU. IV.2.3 Doktrin Tri Dharma Eka Karma. Mengenai tugas pokok TNI yang termasuk dalam OMP dan OMSP diatur juga dalam Doktrin TNI Tri Dharma Eka Karma (Tridek) yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Panglima TNI No. Kep/2/I/2007. Dalam ketentuan umum huruf (b) Bab Pendahuluan Tridek disebutkan bahwa: ”Produk perundang-undangan yang berkaitan dengan sistem pertahanan negara antara lain Undang-undang RI No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Undang-undang RI No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-undang RI NO. 34 Tahun 2004 tentang TNI, menetapkan bahwa peran TNI adalah sebagai alat pertahanan negara sehingga diperlukan penyempurnaan Doktrin TNI sebagai pedoman dalam rangka pembinaan dan penggunaan kekuatan TNI untuk mempertahankan NKRI dari berbagai ancaman militer dan non militer terhadap keutuhan bangsa dan negara yang disesuaikan dengan falsafah Pancasila dan berdasarkan UUD 1945” 40 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa doktrin TNI merupakan pedoman pembinaan dalam rangka penggunaan kekuatan TNI, karena adanya perubahan peraturan perundang-undangan di bidang pertahanan, maka pedoman tersebut disempurnakan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme peran dan fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara.