109 BAB VI Analisis Tematis VI.1 Pengkodean Terbuka (Open Coding) Sebagai salah satu upaya untuk memahami perspektif para partisipan, dilakukan kodifikasi terhadap pernyataan-pernyataan dari partisipan yang bermakna. Dalam pengkodean terbuka (open coding) dilakukan melalui: pelabelan fenomena, penemuan dan penamaan kategori, dan penyusunan kategori (Strauss dan Corbin, 2015) VI.1.1 Pendorong Tindak Kejahatan Dari Dalam Diri Partisipan Berdasarkan hasil wawancara, terdapat beberapa karakteristik yang muncul dari dalam diri partisipan. Karakteristik tersebut ada yang muncul di beberapa partisipan dan ada juga yang hanya dialami sendiri oleh masing-masing partisipan. Pernyataan yang berhubungan dengan karakter yang muncul dari dalam diri partisipan yang muncul dari beberapa partisipan antara lain: Sensitivitas tinggi yang menimbulkan agresi Berdasarkan hasil wawancara, diketahui sebagian besar dari mereka memiliki sensivitas yang tinggi hingga menimbulkan agresi. Sensitivitas ini muncul di beberapa partisipan antara lain A1, A2, A3, A4, A7. A1, A3 dan A7 menyatakan bahwa ia memiliki sifat yang mudah emosi, sehingga ketika sedikit-sedikit terpancing ia mudah untuk main tangan. Bahkan ketika ada seseorang yang berniat hanya untuk bercanda, mereka merespon dengan emosinya dan tidak segan untuk memberikan tindakan secara fisik. Sementara A2 merasa sifat emosinya muncul ketika pikirannya sedang tidak fokus. Dari pikiran yang tidak fokus tersebut menjadikan dirinya tidak bisa mengontrol penuh atas apa yang ia lakukan. 110 Berbeda dengan lainnya, A4 memiliki sifat emosional yang berasal dari tumpukan- tumpukan permasalahan hidupnya, yang sulit ia uraikan. Sehingga dari permasalahan yang tidak terurai tersebut mendorongnya untuk melampiaskan dengan tindakan seperti tawuran. Kecenderungan mengekspresikan Emosi melalui Gerak dan Perpindahan Tubuh Kondisi internal yang muncul ada pada diri partisipan berdasarkan wawancara dengan para partisipan adalah kecenderungan para partisipan mengekspresikan emosi melalui gerak dan perpindahan tubuh. Kondisi tersebut mendorong partisipan untuk cenderung aktif bergerak. Terdapat tiga partisipan yang menyatakan dirinya memiliki kecenderungan demikian, antara lain A2, A3, dan A7. A2 dan A3 menyakatan bahwa dirinya adalah tipe anak yang suka untuk bermain dan tidak bisa diam. Hal ini juga yang akhirnya mendorong dirinya untuk mencari penyaluran sifat bawaan dirinya ini, sehingga pada akhirnya terjerumus kepada pergaulan yang membawa dirinya mengenal mabuk, narkoba dan aktifitas tawuran. Karakteristik suka bergerak tidak bisa diam berlama-lama bagi A7 telah ia rasakan sejak usia SD. Pada saat itu A7 mendapat tempat penyaluran dengan bermain bola. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, dengan akses pergaulan yang lebih luas, akhirnya penyaluran karakter bawaannya tersebut menjadi cenderung ke arah negatif. Kecenderungan untuk bersikap anarkis terhadap aturan Kondisi internal lainnya yang muncul dari beberapa partisipan adalah kecenderungan untuk bersikap anarkis terhadap aturan. Kondisi ini menjadikan partisipan cenderung menyimpang dari aturan yang berlaku. Kecenderungan ini dilihat dari pernyataan beberapa partisipan antara lain A1, A2, dan A3. 111 Bagi A1 pada awalnya yang membuatnya terlibat pada aktifitas tawuran adalah atas motif untuk membela temannya, akan tetapi setelah beberapa kali mengikuti tawuran ia merasakan kesenangan yang muncul dari dalam dirinya, yang mendorongnya untuk tidak pernah absen setiap kali terdapat tawuran antar pelajar yang melibatkan sekolahnya. Sementara bagi A2, ia menemukan kesenangan dari aktifitas tawuran ini saat tawuran menjadi tema obrolan di tongkrongannya. Selain tawuran, A2 juga menemukan kesenangan ketika sedang menggunakan narkoba. Rasa nikmat saat mengkonsumsi narkoba tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata dan hanya dirinya saja yang bisa merasakan. Sementara bagi A3, kebiasaan mabuknya berawal dari kenikmatan saat ia sedang menikmati minuman keras. Hal itu yang mendorong untuk terus minum dan minum lagi. Pengalaman lain yang berkaitan dengan faktor yang muncul dari dalam partisipan, yang tidak muncul disemua Partisipan dan hanya seorang partisipan saja yang mengalami antara lain: Pada A1 terdapat perasaan iri yang ia pendam di dalam dirinya. Ia merasa perlakuan orang tua terhadap A1 dan adiknya terasa berbeda. Ia merasa bahwa adiknya mendapatkan perlakuan yang lebih istimewa dari dirinya. Dari situ memunculkan rasa tidak dianggap oleh orang tuanya. A4 adalah tipe orang suka memendam permasalahan. Berbagai permasalahan hidup dari keluarga yang tidak harmonis, kekerasan fisik yang dilakukan orang tua, permasalahan dengan guru, dan permasalahan lainnya tidak hanya dipendam dan tidak bisa terurai, sehingga ia memilih satu pelampiasan dari segala uneg-uneg yang tidak terakomodasi dengan baik, yakni dengan mengikuti tawuran. 112 A5 adalah salah satu-satunya anak yang menyampaikan bahwa ia memiliki kesulitan dalam menangkap pelajaran sekolah. Pelajaran yang ia sangat kesulitan untuk mengikuti adalah yang berhubungan dengan angka dan hitung-hitungan. Hal ini juga rasakan mempengaruhi bagaimana dia membuat pertimbangan dan keputusan, ia seingkali melakukan sesuatu tanpa pertimbangan yang matang, termasuk saat dia memilih untuk melakukan hubungan seksual hingga membuat korban hamil dan melahirkan, sebelumnya ia tidak pernah mempertimbangan resiko akan sejauh yang ia alami saat ini. A6 memiliki sikap yang teguh atas keinginannya. Salah satunya terbukti saat ia melakukan pelanggaran membawa HP di lingkungan asramanya, meski sempat ketahuan dan hingga HP-nya di rusak oleh petugas asrama, ia tetap saja melakukan lagi, hingga empat kali kejadian tersebut berulang. Kemudian keteguhannya dalam mempertahankan hobi untuk tawuran, meski telah mendapat Surat Peringatan (SP) kedua saat SMK, itu artinya sebenarnya ia harus keluar dari sekolah, akan tetapi karena berbagai pertimbangan, pihak sekolah masih memberikan kesempatan untuk tetap berada di sekolah tersebut. Namun karena sifat keteguhannya, SP 2 tidak menghentikannya melakukan kesalahan yang sama, hingga akhirnya membawanya ke LPKA untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. VI.1.2 Pendorong Tindak Kejahatan Dari Luar Diri Partisipan Pengalaman partisipan yang menjadi pendorong timbulnya tindak kejahatan yang datang dari luar partisipan juga beragam. Dari beberapa pengalaman terdapat pernyataan yang muncul di beberapa partisipan dan ada juga yang hanya dialami sendiri oleh masing-masing partisipan. Pernyataan yang berhubungan dengan faktor pendorong tindak kejahatan yang muncul dari luar partisipan yang muncul dari beberapa partisipan diantaranya: 113 Latar Belakang Keluarga yang tidak Harmonis Latar Belakang Keluarga yang tidak Harmonis adalah suatu kondisi dimana lingkungan keluarga tidak sesuai dengan pertumbuhan Anak. Salah satu kondisi yang ada pada partisipan adalah partisipan berasal keluarga yang orang tuanya telah bercerai ataupun orang tua yang tidak lengkap. Pernyataan ini muncul pada hampir seluruh partisipan, kecuali A1. Orang tua A2 cerai saat ia duduk di bangku SMP. Semenjak perceraian itu, A2 memilih untuk tinggal sendiri, tidak bersama ayah maupun ibu, dengan alasan sayang apabila rumah yang dahulu ditempati saat keluarga masih bersatu menjadi kosong tidak berpenghuni. Sementara A3 orang tuanya telah bercerai sejak ia kecil sebelum usia sekolah. Semenjak cerai A3 ikut bersama ayahnya, namun komunikasi kepada ibunya masih tetap berjalan.