17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pembangunan Jalan Tol di Indonesia Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian dari sistem jaringan jalan dan merupakan jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Tol adalah sejumlah uang yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol. Pengusahaan jalan tol dilakukan oleh pemerintah dan/atau badan usaha yang memenuhi persyaratan. Berdasarkan UU terkait jalan tol, keberadaan jalan tol memiliki tujuan antara lain meningkatkan efektivitas distribusi goods dan service untuk memacu economic growth dan memacu kesamarataan perekonomian yang merupakan hasil dari pembangunan tersebut. Sejarah pembuatan jalan bebas hambatan di Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 1975 dengan pembangunan jalan tol Jagorawi sepanjang 59 km yang mulai beroperasi pada tahun 1978. Pada tahun 1987, pihak swasta mulai berpartisipasi dalam investasi jalan tol sebagai operator jalan tol ditandai dengan penandatanganan perjanjian konsesi pemerintah dengan PT Jasa Marga. Hingga tahun 2007, total 553 km jalan tol telah dibangun dan dioperasikan di Indonesia. Sekitar 418 km dari jalan tol tersebut dioperasikan oleh PT Jasa Marga (BUMN), sedangkan sisanya sepanjang 135 km dioperasikan oleh pihak swasta (BPJT, 2020). Pada tahun 1995-1997, dilakukan upaya akselerasi pembangunan 19 jalan tol dengan total panjang 762 km. Namun hal ini tidak berlanjut akibat krisis ekonomi pada bulan Juli 1997 yang mendorong pemerintah untuk menunda program pembangunan jalan tol dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 39 tahun 1997. Akibat penundaan tersebut, pembangunan jalan tol di Indonesia menjadi tersendat-sendat, terbukti dengan pembangunan jalan tol yang hanya sepanjang 13,30 km selama tahun 1997-2001 (BPJT, 2020). 18 Pada tahun 1998, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan Infrastruktur. Selanjutnya pada tahun 2002, Pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Kelanjutan Proyek Infrastruktur. Pemerintah juga melakukan evaluasi dan melanjutkan pengoperasian proyek-proyek jalan tol yang tertunda. Dari tahun 2001 hingga 2004, empat ruas jalan tol dengan total panjang 41,80 km telah dibangun. Proses pembangunan jalan tol kembali dilanjutkan dan dimulai pada tahun 2005. Pada tanggal 29 Juni 2005, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dibentuk sebagai regulator jalan tol di Indonesia. Badan ini kemudian melanjutkan pembangunan 19 proyek jalan tol yang pembangunannya sempat ditunda pada tahun 1997 (BPJT, 2020). Sejak hari kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 hingga tahun 2014, total panjang jalan tol yang telah dibangun di Indonesia hanya sepanjang 780 km. Namun, di bawah pemerintahan Presiden Jokowi pada periode pertama selama 2015-2019, 872 km jalan tol telah dibangun di seluruh Indonesia, yang kemudian di periode keduanya sampai dengan Juni 2023 telah terealisasi tol sepanjang 832 km (BPJT, 2023). Dari jumlah panjang tol yang telah terbangun di periode pertama dan kedua Presiden Jokowi, jumlah tersebut belum termasuk jumlah jalan tol yang saat ini masih dalam tahap konstruksi seperti comtohnya tol Trans Jawa pada ruas tol Probolinggo-Banyuwangi sepanjang 176.40 km (BPJT, 2023). Pembangunan jalan tol tidak hanya dilakukan di Pulau Jawa (Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur) sepanjang 1732,73 km yang terdiri dari tol Jabodetabek sepanjang 348.58 km, tol Trans Jawa sepanjang 1056.38 km, dan tol non Trans Jawa sepanjang 327.77 km (BPJT, 2023), namun pembangunannya juga mulai merambah ke luar Pulau Jawa, yaitu di beberapa provinsi di Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung), dan Bengkulu sepanjang 751.18 km, di Pulau Sulawesi (Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan) sepanjang 61.46 km, di Pulau Bali sepanjang 10.07 km, dan di Pulai Kalimantan pada Provinsi 19 Kalimantan Timur sepanjang 97.27 km (BPJT, 2023). Kondisi ini menunjukkan usaha pemerataan pembangunan jalan tol di Indonesia, sehingga diharapkan pemerataan pembangunan juga akan terwujud, terutama dalam pembangunan ekonomi. Gambar II.1 Peta Jalan Tol di Indonesia yang Beroperasi sampai dengan Juni 2023 (BPJT, 2023) II.2. Karakteristik Aktivitas Ekonomi Wilayah yang Dilalui Tol Cipali Dari hasil pengolahan data dan pengecekan peta batas desa pada onemap.id didukung dengan peta ruas jalan tol dari BPJT Kementerian PUPR, diketahui bahwa tol Cipali melewati 59 desa dan 1 kelurahan pada kabupaten Purwakarta, Subang, Indramayu, Majalengka, dan Cirebon. Selain itu jika dilihat dari komposisi unit pemerintahan terkecil (desa dan kelurahan) yaitu sebanyak 1529 unit regional pada lima kabupaten yang dilalui tol Cipali yang terdiri dari 1479 desa (96.73%) dan 50 kelurahan (3.27%) yang menunjukkan bahwa wilayah yang dilalui tol Cipali didominasi oleh wilayah desa di mana menurut Taryono dan Ekwarso (2012) desa identik dengan sektor pertanian yang menghasilkan produk- produk pertanian, serta menurut Britannica (2013) menjelaskan bahwa desa didefinisikan sebagai komunitas yang tidak terlalu padat penduduk, dengan kegiatan ekonomi utama berupa produksi pangan dan bahan-bahan mentah. Namun di sisi lain, strategisnya letak lima kabupaten yang dilalui tol Cipali yaitu Purwakarta, Subang, Indramayu, Majalengka, dan Cirebon karena dilalui juga 20 oleh jalan nasional dan jalur Pantura sesuai Gambar III.2 di mana jalan nasional tersebut sudah terbangun sebelum tol Cipali sehingga kabupaten yang dilalui tol Cipali termasuk menjadi salah satu jalur utama lewatnya arus barang dan arus manusia, di mana fungsi jalan sebagai penghubung dalam konektivitas wilayah akan menyebabkan munculnya aktivitas dari masyarakat khususnya terkait perdagangan dan jasa di sepanjang koridor jalan seperti rumah makan, toko, dan tempat peristirahatan (Safira dkk., 2021). Lokasi strategis dan telah tersedianya jalan nasional mampu mendorong mobilitas dan urbanisasi menuju lokasi tersebut, di mana urbanisasi adalah faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi khususnya pertumbuhan industri perdagangan dan jasa (Dholakia dkk., 2018), namun di sisi lain dapat mengurangi tenaga kerja sektor pertanian. Hal tersebut didukung oleh data dari BPS (2023) yang menyampaikan bahwa kategori lapangan usaha yang memberikan kontribusi terbesar pada PDRB tahun 2022 pada lima kabupaten yang dilalui tol Cipali secara umum adalah industri pengolahan kemudian perdagangan, pertanian, dan konstruksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun secara administratif wilayah mayoritas yang dilalui tol Cipali adalah desa yang lekat dengan sektor pertanian, namun secara faktual desa-desa tersebut sudah tidak seutuhnya bercorak agraris namun didominasi oleh karakteristik sektor industri pengolahan serta didukung oleh sektor perdagangan dan konstruksi yang justru mencirikan kawasan urban. Apabila dikaitkan dengan indikator aktivitas perekonomian tingkat desa yang tersedia di Podes sebagai sumber data outcome, indikator aktivitas ekonomi industri pengolahan yang tersedia di Podes jauh lebih sempit lingkupnya dan sedikit dibandingkan dengan indikator aktivitas ekonomi perdagangan dan jasa yang tersedia yaitu hanya terkait industri mikro dan kecil yang ada di desa, sehingga dipilih indikator aktivitas ekonomi perdagangan dan jasa sebagai variabel outcome dalam penelitian ini. 21 II.3. Keterkaitan Pembangunan Jalan Tol dengan Perekonomian Wilayah Salah satu pengertian dari ekonomi adalah cara-cara yang dilakukan oleh manusia dan kelompoknya untuk memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk memperoleh berbagai komoditi dan mendistribusikannya untuk dikonsumsi oleh masyarakat (Samuelson, 1990 dalam Safri, 2018). Semua kegiatan manusia di tengah masyarakat yang ditujukan kepada usaha untuk memenuhi segala keinginan manusia yang tidak terbatas itu dengan menggunakan sumber daya yang serba terbatas dinamakan aktivitas ekonomi (Nasir, 2021). Perekonomian terdiri dari keseluruhan kegiatan yang ada hubungannya dengan pembuatan produk, pemanfaatan produk, dan jual beli barang dan jasa di sebuah area (Rossi dkk, 2018). Menurut Safira dkk. (2021) menjelaskan bahwa aktivitas ekonomi masyarakat adalah suatu skema atau mobilitas dari seseorang atau grup masyarakat dalam sebuah area untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka dengan melakukan pembuatan produk, pemanfaatan produk, dan jual beli barang dan jasa. Dalam konsep dasar pertumbuhan ekonomi neo klasik, economic growth adalah pertumbuhan aktivitas dalam sebuah perekonomian yang memberikan dampak goods dan service yang dibuat semakin banyak (Sukirno, 2006). Economic growth merupakan pertumbuhan kapabilitas suatu negara untuk membuat tersedianya barang-barang ekonomi bagi rakyatnya (Kuznets dalam Arsyad, 2016). Ada tiga bagian peningkatan ekonomi, terdiri dari capital/modal accumulation, population growth, dan technology development, di mana capital accumulation berkaitan dengan peningkatan investasi yang akan mampu menumbuhkan akumulasi output di waktu yang akan datang, investasi tersebut termasuk juga investasi prasarana sosial dan infrastruktur ekonomi (Todaro & Smith, 2003). Investasi infrastruktur sosial dan prasarana ekonomi antara lain seperti roads, electricity, water, communication, sanitation, di mana investasi tersebut mempermudah dan menyatukan kegiatan ekonomi di sebuah negara, dan kemudian investasi itu dapat memacu positive capital accumulation yang dapat meningkatkan adanya new resources (Todaro & Smith, 2003). 22 Dalam kajian terkait ekonomi pembangunan menurut Marsuki (2005) dan Sjafrizal (2008) dalam Arman (2008) dikutip dari Ma’ruf dan Daud (2011) menyatakan bahwa untuk mencipatkan dan meningkatkan kegiatan ekonomi diperlukan sarana infrastruktur yang memadai. Infrastruktur fisik, terutama jaringan jalan sebagai pembentuk struktur ruang nasional memiliki keterkaitan dengan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah maupun sosial budaya kehidupan masyarakat. Dalam konteks ekonomi, jalan sebagai modal sosial masyarakat merupakan tempat bertumpu perkembangan ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi yang positif sulit dicapai tanpa ketersediaan jalan yang memadai (Ma’ruf dan Daud, 2011) Salah satu bentuk infrastruktur jalan adalah jalan tol yang merupakan bagian dari jaringan jalan nasional. Berdasarkan telaah literatur, peneliti menguraikan dampak jalan tol terhadap perekonomian wilayah sekitar terbagi menjadi dua klasifikasi waktu, yang pertama yaitu dampak langsung/cepat/instan yaitu ketika infrastruktur baru sudah memulai kegiatan pembebasan lahan dan pembangunan fisik, Shatz dkk. (2011) menyatakan bahwa selain efek jangka panjang, infrastruktur jalan tol juga dapat meningkatkan kegiatan ekonomi melalui kegiatan konstruksi langsung yang dihasilkan dari investasi pembangunan jalan. Ketika kegiatan pembebasan lahan dan pembangunan fisik tol dimulai maka akan segera terjadi transfer ekonomi dan menciptakan peluang baru bagi industri dan pekerja lokal untuk terlibat dalam kegiatan tersebut (Yoshino & Abidhadjaev, 2017). Clower dan Weinstein (2006) menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur dalam jangka pendek akan mampu menyediakan peluang usaha dan lapangan pekerjaan ketika infrastruktur tersebut sedang dikerjakan, yang dikuatkan oleh Lindgren dkk. (2021) yang menyatakan bahwa sebuah investasi infrastruktur baru yang mengalir masuk akan membuka peluang kesempatan kerja.