10 BabIITinjauan Pustaka II.1Penelitian Terdahulu Stratigrafi daerah Pegunungan Selatan telah berulang kali dibahas oleh banyak peneliti pendahulu, diantaranya adalah Bothe,1929(op.cit. Surono, 2009),yang memperkenalkan hampir semua tata nama satuanlitologi di Pegunungan Selatan, van Bemmelen(1949)memberikan susunan stratigrafi Pegunungan Selatan, Sumarso dan Ismoyowati, 1975(op.cit. Surono, 2009),memberikan stratigrafi Perbukitan Jiwo dan sekitarnya, beberapa publikasi dari Tohadkk.(1994), Rahardjodkk. (1995) dan beberapa penulis lainnya yang mempublikasikan secara terperinci selama kurun waktu 1990-2000. Para penulis tersebut pada umumnya memberikan gambaran litostratigrafi Pegunungan Selatan(Surono, 2009). II.2 Tatanan Stratigrafi Daerah Penelitian Surono, 2009membagi stratigrafi Pegunungan Selatan menjadi tiga perioda (dari bawah ke atas, Gambar II.1): 1.Perioda sebelum aktifitas intensif vulkanisme berlangsung, selanjutnya disebut perioda pravulkanisme, 2.Perioda perioda kegiatan vulkanisme berlangsung secara intensif, senjutnya disebut perioda vulkanisme, 3.Perioda setelah kegiatan vulkanisme berakhir dimana organismakarbonat tumbuh dengan subur; selanjutnya disebut periode pascavulkanisme atau perioda karbonat. Setelah kegiatan volkanisme mulai melemah, terjadilah suatu perioda pengendapan batuan sedimen klastika yang diawali oleh batuan klastik asal gunung api yang telah terbentuk sebelumnya. Dalam waktu yang bersamaan, di kawasan yang lebih jauh dari tempat pengendapan klastika asal gunung api itu, material kabonat mulai tumbuh. Akibat berkurangnya pasokan batuan klastika asal gunung api, menjadikan material kabonat tumbuh dengan subur pada cekungan ini. Himpunan batuan karbonat itu kini membentuk topografi karst Perbukitan Seribu di kawasan ini. 11 Gambar II.1Stratigrafi Pegunungan Selatan (Surono, 2009) Surutnya kegiatan volkanisme pada Miosen Tengah disusul suburnya pertumbuhan organisme pembentuk batuan karbonat. Pada mulanya pengendapan masih dikuasai oleh batuan sedimen klastik yang bersumber pada batuan asal gunung api. Sejalan dengan semakin berkurang pasokan sedimen klastik, berkembanglah batuan karbonat. Sekarang, sedimen karbonat ini membentuk perbukitan kecil dan dataran yang menempati bagian selatan daerah penelitian dan membentuk bentang alam karst Gunung Sewu. Satuan batuan yang didominasi sedimen klastik dan sisipan breksi gunung api di bagian bawah dinamai Formasi Sambipitu oleh Bothe,1929(op.cit. Surono, 2009). Formasi Sambipitu berumur 12 Awal Miosen (N6-N8) dengan ketebalan sekitar 235m. Formasi Oyo dan Formasi Wonosari secara berturut-turut menindih selaras Formasi Sambipitu. Sementara Formasi Oyo didominasi napal dan batupasir yang berumur akhir Miosen Miosen Awal –Miosen Tengah (N8-N11), sedang Formasi Wonosari didominasi batugamping berlapis dan berumur Miosen Tengah –Miosen Akhir (N12-N17). Ke arah timur, seumur dengan Formasi Wonosari ini dijumpai batugamping terumbu yang namai Formasi Punung oleh Sartono (1964). Formasi Oyo, Formasi Wonosari dan Formasi Punung mempunyai ketebalan, berturut- turut 140m, 750m dan 800m. Di sekitar Dataran Wonosari, bagian atas Formasi Wonosari menjemari dengan Formasi Kepek yang litologinya didominasi oleh napal dan sedikit batugamping. Hasil penentuan umur Formasi Kepek berdasarkan kandungan foraminifera adalah Awal Pliosen (Rahardjo, 2007.op.cit. Surono, 2009). Formasi terakhir ini mempunyai ketebalan sekitar 200m (Surono dkk., 1992). Endapan Kuarter yang menumpang tidak selaras di atas batuan Tersier tersebar luas di Dataran Wonosari, Dataran Baturetno dan Dataran Bantul. Periode berikutnya adalah pengangkatan dan erosi yang mengakibatkan Formasi Wonosari dan Formasi Kepek ditindih secara tidak selaras oleh aluvial Kuarter dan litologi vulkanik (Van Bemmelen, 1949). II.3Fasies Batuan Karbonat di Pegunungan Selatan M. Safei Siregar, dkk (2004)telah melakukan penelitian pada batugamping di Wonosari Plainini. Formasi Wonosari ditafsirkannya sebagai rimmed shelf platformdengan arah sebaran barat-timur dan posisi cekungan berada di utara, hasil penelitian menunjukkan bahwa Formasi Wonosari dapat dibagimenjadi 5 (lima) fasies batuan karbonat yakni (Gambar II.2) : 13 Gambar II.2 Peta distribusi fasies karbonat di Formasi Wonosari (Siregar, S., dkk., 2004)1) Planktonic packstone-wackestonefacies Fasies ini secara visual dapat dibedakan dilapangan dari kenampakan litologi dan tipe perlapisannya. Batuannya terdiri dari packstone –wackstoneyang terdiri dari Globigerina spp.,dengan foraminifera bentonik dan foraminifera besar (Lepidocyclinasp., dan Cycloclypeussp.) Lapisan batuan berlapis baik dan ketebalan 10 –30 cm, tetapi kadang-kadang mencapai 60 cm. Warna abu- abu terang hingga putih. Bioturbasi yang sering hadir adalah jejak Thalassinoidesdan Ophiomorphapada permukaan lapisan. Perselingan napal yang berwarna abu-abu gelap biasanya hadir. Ketebalan napal rata-rata 2 –10 cmdan terdiri dari foraminifera plangtonik yang sangat melimpah (lebih dari 90%).Intrapartikeldan interpartikel merupakan tipe porositas yang biasanya hadir pada planktonicpackstone. 2) Packstone-rudstone facies Fasies ini terdiri dari butiran kasar, bioclastic packstoneyang terpilah buruk berselingan dengan lapisan rudstonedengan koral. Packstoneberbutir kasar 14 hingga sangat kasar, bioklastik terpilah sangat buruk, berwarna abu-abu terang hingga kecoklatan, ketebalan lapisan dari 30 –50 cm, kerasdan kompak. Terdiri dari foraminifera besar (Lepidocyclinaspp., dan Amphisteginaspp., dengan Cycloclypeus sp., Heterostegina sp.,Miogypsina sp., dan Operculina sp.), fragmen ganggangmerah, foraminifera bentonik kecil, echinoid spines dan plangtonik. Ketebalan lapisan rudstone50 cm –2 m diselingi lapisan tipis packstone. Batuannya sangat padat dan masif, terdiri dari fragmen massive coraldan branching coral.