1 BAB I PENDAHULUA N I.1 latar Belakang Transportasi adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, sarana transportasi menjadi elemen pendukung dalam segala jenis kegiatan manusia yang berkaitan dengan jangkauan dan lokasi, Dalam kaitan pada kehidupan manusia transportasi memainkan peran penting dan signifikan dalam aspek sosial, ekonomi, politik maupun lingkungan. Provinsi DKI Jakarta, sebagai pusat kegiatan nasional dan menjadi pusat perekonomian dengan intensitas pergerakan yang sangat tinggi terdapat sebesar 88 juta perjalanan perhari yang terdiri atas pergerakan dalam kota DKI Jakarta sebesar 26,4 juta perjalanan per hari sedangkan sisanya merupakan mobilitas warga luar Jabodetabek menuju dalam Kota Jakarta, sementara itu penggunaan angkutan umum hanya 10% dengan nilai 8,8 juta perjalanan dengan nilai modal share angkutan umum sebesar 32% sisanya menggunakan kendaraan pribadi (BPTJ, 2020) Banyaknya jumlah perjalanan dalam satu hari di kawasan Jabodetabek dan tingginya penggunaan kendaraan pribadi ini mengakibatkan kemacetan di Kota Jakarta terutama pada jam sibuk sehingga berdasarkan data Tomtom Traffic Index Ranking pada tahun 2021 Kota Jakarta berada pada peringkat ke-46 sebagai kota termacet di dunia dengan indeks kemacetan sebesar 34%. DKI Jakarta merupakan ibu kota negara yang memiliki penduduk pada tahun 2021 sebanyak 10.644.776 jiwa (BPS, 2021). Sejalan dengan pertumbuhan penduduk DKI Jakarta yang mengalami peningkatan maka semakin meningkat pula kebutuhan akan layanan transportasi. Hal ini mengakibatkan terdapat pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor seperti terlihat pada tabel 1.1. Tabel 1. 1 Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan di DKI Jakarta Tahun Mobil Penumpang Bus Truk Sepeda Motor Jumlah 2019 3.310.426 34.905 669.724 15.883.246 19.883.246 2020 3.365.467 35.266 679.708 16.141.380 20.221.821 2021 4.111.231 342.667 785.600 16.519.197 21.758.695 Sumber : BPS, 2021 2 Terlihat pada tabel di atas jumlah kendaraan bermotor pada tahun 2021 adalah sebanyak 21.758.695 buah dengan jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2021 adalah 10.644.776 jiwa (BPS, 2021) sehingga dapat dihitung rasio jumlah penduduk dengan jumlah kendaraan sebesar 1:2 artinya setiap 1 orang penduduk DKI Jakarta pada semua rentang umur dianggap mempunyai 2 buah kendaraan pribadi banyaknya jumlah kendaraan pribadi di DKI Jakarta akan menimbulkan banyaknya permasalahan transportasi sekaligus akan meningkatkan jumlah zat polutan yang dapat mencemari udara dan berdampak negatif terhadap lingkungan dan kualitas udara di DKI Jakarta. Dalam beberapa tahun terakhir, penyumbang konsumsi energi perkotaan terbesar berasal dari sektor transportasi dengan menyumbang sebesar 23% dari emisi CO2 yang dihitung secara global pada tahun 2007, tingginya kasus polusi udara di DKI Jakarta disebabkan oleh gas pencemar NO2 yang banyak dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, 80% Polusi udara di Jakarta disebabkan oleh emisi gas buang kendaraan bermotor (Prayudyanto, 2006). Pada tahun 2020 menurut database IQ Air Visual Jakarta berada diperingkat pertama dari lima kota di dunia dengan kualitas udara paling buruk, Buruknya kualitas udara juga dinilai bertanggungjawab atas kematian dini sebanyak 6.100 jiwa di Jakarta (Greenpeace, 2020). Melalui UU No 16/2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to The United Nations Framework Convention On Climate Change pemerintah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) secara nasional Indonesia telah menyatakan komitmennya dalam pengurangan emisi dengan meratifikasi Perjanjian Paris. Melalui perjanjian ini Indonesia menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030, untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca salah satu contoh kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah penerapan zona rendah emisi (Low Emission Zone) di kawasan Kotatua Jakarta pada tahun 2021. Menurut Tamim (1998), kebutuhan akan transportasi dengan sistem prasarana transportasi saling berkejaran dan tidak akan berhenti hingga tercapainya kondisi jenuh (terjadi kemacetan lalu lintas dimana-mana). Pendekatan tradisional atau klasik peramalan dan penyediaan masih digunakan oleh pemerintah dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan transportasi saat ini seharusnya terdapat suatu langkah terobosan baru pada pengelolaan atau manajemen transportasi dengan menggunakan 3 pendekatan yang lebih terkini yaitu dengan peramalan kemudian melakukan pencegahan biasa disebut dengan Transport Demand Management, konsep TDM difokuskan dengan menerapkan regulasi – regulasi dan strategi untuk meminimalkan kebutuhan akan kendaraan pribadi melalui pengaturan regulasi ini juga terdapat potensi untuk menjadikan lingkungan yang lebih baik, meningkatkan kesehatan masyarakat, komunitas yang lebih kuat dan kota yang lebih makmur. Penyelesaian permasalahan transportasi dengan menggunakan pendekatan konvensional (predict and provide) sudah tidak efektif lagi untuk digunakan karena kebutuhan akan transportasi dan sistem prasarana transportasi saling kejar mengejar dan tidak akan pernah berhenti sampai kondisi jenuh (Tamim, 1998) sehingga diperlukan pengaturan dari sisi demand, Kota-kota di Indonesia sudah saatnya untuk menerapkan metode yang lebih komprehensif dan berkelanjutan (Pradana M, 2017) . Pendekatan melalui strategi TDM yang mengedepankan prinsip predict and prevent adalah solusi yang paling baik Kebijakan yang diterapkan dalam pelaksanaan konsep TDM akan mengarah pada terjadinya beberapa dampak pergeseran pergerakan antara lain pergeseran waktu, pergeseran rute, pergeseran moda dan pergeseran lokasi tujuan salah satu kebijakan pemerintah yang mulai diterapkan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi sekaligus mengurangi polusi udara adalah penerapan kebijakan Low Emission Zone. Pemilihan Kotatua sebagai kawasan rendah emisi (LEZ) berdasarkan pada rencana induk kawasan Kotatua karena kawasan ini merupakan objek revitalisasi sekaligus kawasan tujuan wisata yang menarik banyak pengunjung. Banyaknya aktivitas di kawasan Kotatua menjadikan target untuk menyediakan kualitas udara yang baik perlu diperhatikan dan dilaksanakan secara serius, dengan kualitas udara yang baik juga dapat ikut menjaga kelestarian bangunan cagar budaya yang banyak terdapat di kawasan Kotatua sehingga dengan adanya penerapan kebijakan ini diharapkan masyarakat akan melakukan perubahan pilihan moda dari kendaraan pribadi menjadi kendaraan umum sehingga target pengurangan emisi gas rumah kaca dapat dicapai. LEZ adalah kebijakan penetapan suatu area atau kawasan tertentu dimana kawasan tersebut hanya bisa diakses oleh kendaraan umum atau kendaraan dengan tingkat emisi dan polusi tertentu tujuan pemberlakuan LEZ adalah untuk mengurangi polusi dan emisi secara signifikan dan mendorong perubahan dalam pemilihan moda, penerapan kebijakan 4 LEZ ini sudah banyak berhasil diterapkan di negara – negara lain di negara lain kebijakan ini dibarengi dengan penerapan kebijakan TDM lainnya seperti pencegahan penggunaan kendaraan pribadi melalui pembatasan mobil di daerah perkotaan, pembatasan akses plat nomor, pembatasan penggunaan kendaraan pada waktu tertentu, dan penerapan biaya kemacetan. Meskipun tujuan akhir dari kebijakan tersebut adalah peningkatan kualitas udara, namun cenderung mendorong perubahan yang signifikan dalam pilihan moda, yang berdampak pada pola mobilitas warga (Graham-Rowe et al., 2011; Ahanchian et al., 2019). Berdasarkan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (2019 – 2029) Diharapkan adanya peralihan penggunan kendaraan pribadi ke moda transportasi berkelanjutan seperti transportasi umum dan transportasi aktif, pemerintah menetapkan target modal share di tahun 2029 adalah sebesar 60%, sehingga diperlukan penerapan beberapa kebijakan untuk pengendalian penggunaan kendaraan pribadi salah satunya adalah Kebijakan Low Emission Zone di Kawasan Wisata Kotatua Jakarta. Oleh sebab itu penting dilakukan penelitian terkait perilaku perjalanan masyarakat sebelum dan sesudah penerapan kebijakan LEZ tersebut. I.2 Rumusan Masalah Banyaknya penggunaan kendaraan pribadi khususnya kendaraan bermotor seperti penggunaan sepeda motor dan mobil di Indonesia akan dibarengi dengan masalah lain yang terus meningkat seperti peningkatan kemacetan, kerusakan lingkungan dan dampak emisi terhadap kesehatan manusia. Untuk menghadapi tantangan tersebut pemerintah harus berupaya untuk membuat kebijakan – kebijakan yang dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi secara efektif di DKI Jakarta selain berupaya memperbaiki sistem transportasi juga perlu diterapkan kebijakan yang diharapkan dapat mengubah perilaku perjalanan masyarakat. Berdasarkan data empirik Jakarta menempati urutan pertama dari lima kota di dunia dengan kualitas udara terburuk serta polusi udara juga dinilai menjadi penyebab atas kematian dini sebanyak 6.100 jiwa di Jakarta. Selain risiko kematian dini, data juga menunjukkan kerugian ekonomi akibat polusi udara. Di Jakarta saja, polusi udara telah 5 merugikan ekonomi sebesar Rp21,5 triliun atau setara dengan 26 % dari anggaran kota Jakarta pada tahun 2020, berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan adanya urgensi untuk merumuskan solusi pengurangan emisi gas rumah kaca dan perbaikan kualitas udara di Jakarta, pemerintah harus berupaya membuat kebijakan yang tidak hanya memperbaiki sistem transportasi itu sendiri namun harus dapat merupakan perilaku perjalanan masyarakatnya sehingga beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Perilaku perjalanan adalah cara pelaku perjalanan bergerak di ruang publik dengan moda transportasi untuk berbagai tujuan. Banyak aktivitas yang mengharuskan orang untuk melakukan perjalanan, seperti bekerja, bersekolah, berbelanja dan sebagainya. Menurut Haybatollahi dkk (2015) perilaku perjalanan dilihat dari moda transportasi yang digunakan, frekuensi perjalanan, jenis lokasi dan jarak dari tempat tinggal ke lokasi, sementara itu, pengaruh adalah daya atau kekuatan yang timbul melalui sesuatu (dapat melalui orang atau benda) yang memengaruhi pembentukan watak, kepercayaan atau tindakan seseorang. Biasanya dibutuhkan peristiwa hidup yang cukup besar untuk mengubah perilaku seseorang Perilaku perjalanan harian oleh individu merupakan hal yang bergantung pada kebiasaan atau rutinitas sehingga perubahan tidak sering terjadi (Garling & Axhausen, 2003) namun ada penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat peristiwa tertentu dalam perjalanan hidup orang yang dapat memicu perubahan perilaku perjalanan (Muggenburg et al.,2015), Schafer et al (2012) melihat hal tersebut bisa menjadi jendela kesempatan untuk mengubah rutinatas kebiasaan masyarakat dengan penerapan suatu kebijakan pembatasan. Kebijakan Low Emission Zone (LEZ) telah diterapkan oleh pemerintah DKI Jakarta di Kawasan Wisata Kotatua Jakarta pada tahun 2021, kebijakan ini bertujuan untuk melakukan pembatasan/pelarangan kendaraan bermotor untuk dapat masuk ke dalam area Kotatua hanya kendaraan tidak bermotor, transportasi umum dan kendaraan dengan stiker khusus yang dapat melintas di kawasan ini tujuan penerapan kebijakan ini adalah untuk mengurangi emisi dan mendorong perubahan dalam pemilihan moda transportasi. Penelitian-penelitian sebelumnya sebagian besar difokuskan pada pengukuran langsung pengaruhnya pada bidang yang sangat spesifik, seperti kualitas udara dampak LEZ juga sebenarnya terjadi pada banyak aspek dinamika transportasi, seperti: permintaan 6 kendaraan pribadi dan pilihan mobilitas alternatifnya, perpindahan moda yang berasal dari LEZ, kemacetan jalan, keputusan kepemilikan mobil, dll. kesenjangan penelitian ini penting untuk diteliti lebih lanjut, sehingga penerapan kebijakan LEZ dapat memandu mobilitas menuju hasil yang berkelanjutan (De Witte et al.). Salah satu indikator keberhasilan penerapan kebijakan LEZ adalah adanya perpindahan moda dari angkutan pribadi ke penggunaan angkutan umum, berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, pertanyaan penelitian yang muncul adalah : “Bagaimana pengaruh penerapan kebijakan Low Emission Zone terhadap perubahan perilaku perjalanan perjalanan komuter di Kawasan Kotatua Jakarta ?” I.3 Tujuan Penelitian dan Sasaran Penelitian I.3.1 Tujuan Penelitian Tujuanipenelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan kebijakan Low Emission Zone terhadap perubahan perilaku perjalanan komuter di kawasan wisata Kotatua Jakarta. I.3.2 Sasaran Sasaran pada penelitian ini antara lain : 1. Mengidentifikasi perubahan perilaku perjalanan komuter di kawasan wisata Kotatua Jakarta sebelum dan sesudah penerapan kebijakan LEZ 2. Menganalisis faktor – faktor yang memengaruhi niat / intensi responden terhadap perpindahan moda transportasi setelah penerapan kebijakan LEZ di kawasan Kotatua I.4 Manfaat Penelitian I.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pengembangan ilmu transportasi khususnya studi terkait pemilihan moda pada travel demand management dan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penelitian sejenis. Dengan adanya kajian dan pendekatan statistik dari data analisis perilaku perjalanan komuter dapat memberikan kontribusi dalam mengisi ruang penelitian travel pattern dan travel behaviour pengguna kendaraan pribadi di DKI Jakarta khususnya di kawasan wisata Kotatua Jakarta. 7 I.4.2 Manfaat Praktis Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan masukan kepada para pemangku kebijakan di lingkungan Pemerintah Daerah sebagai bahan untuk mengetahui dan mengevaluasi perilaku perjalanan di kawasan Kotatua DKI Jakarta sehingga dapat memberikan rekomendasi kebijakan – kebijakan apa yang dapat dilakukan untuk dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. I.5 Ruang Lingkup Penelitian Memberikan pembahasan yang lebih terarah, dengan diberikan batasan – batasan berupa ruang lingkup penelitian. I.5.1 Ruang Lingkup Wilayah Lingkup wilayah penelitian ini berada di kawasan wisata Kotatua yang terletak di DKI Jakarta memiliki luas 1,4 km 2 dengan melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat 8 Gambar I. 1 Peta Wilayah Studi I.5.2. Ruang Lingkup Materi Materi yang dibahas pada penelitian ini terkait pengaruh penerapan kebijakan LEZ terhadap perilaku perjalanan di Kawasan Kotatua DKI Jakarta yang akan dibatasi pada beberapa bahasan yakni : 1. Membahas tentang penerapan kebijakan LEZ di Kawasan Kotatua ,latar belakang mengapa dipilih Kawasan Kotatua sebagai kawasan LEZ, peraturan apa saja yang menjadi dasar hukum penerapan kebijakan LEZ 2. Membahas mengenai karakteristik perjalanan komuter di Kawasan Kotatua Jakarta 3. Membahas mengenai perubahan perilaku perjalanan komuter di Kawasan Kotatua Jakarta sebelum dan sesudah penerapan kebijakan LEZ, perilaku perjalanan yang dibahas yakni terkait frekuensi perjalanan, jarak perjalanan dan pemilihan moda 9 4. Kriteria responden dalam survei ini adalah seseorang yang rutin dan atau pernah melakukan kunjungan dengan tujuan bekerja ke Kawasan Kotatua Jakarta sebelum dan sesudah penerapan kebijakan LEZ di Kawasan Kotatua 5. Metode pengumpulan data berupa survei kuesioner yang menggunakan platform layanan formulir daring seperti Google Form 10 1.5.3 Kerangka Peelitian Gambar I. 2 KerangkaiPikiriPenelitian Provinsi DKI Jakarta, sebagai pusat kegiatan nasional dan menjadi pusat perekonomian dengan intensitas pergerakan yang sangat tinggi terdapat sebesar 88 juta perjalanan perhari dengan penggunaan angkutan umum hanya 10% dengan nilai 8,8 juta perjalanan dengan nilai modal share angkutan umum sebesar 32% sisanya menggunakan kendaraan pribadi (BPTJ, 2020) Tingginya penggunaan kendaraan pribadi ini mengakibatkan kemacetan di Kota Jakarta terutama pada jam sibuk sehingga berdasarkan data Tomtom Traffic Index Ranking pada tahun 2021 Kota Jakarta berada pada peringkat ke-46 kota termacet di dunia dengan indeks kemacetan 34%. Ratio penduduk dengan jumlah kendaraan adalah 1:2 artinya setiap 1 orang penduduk DKI Jakarta pada semua rentang umur dianggap mempunyai 2 buah kendaraan pribadi banyaknya jumlah kendaraan pribadi di DKI Jakarta (BPS, 2021) Pada tahun 2020 menurut database IQ Air Visual Jakarta berada diperingkat satu dari lima kota di dunia dengan kualitas udara terburuk, Polusi udara juga dinilai bertanggungjawab atas kematian dini sebanyak 6.100 jiwa di Jakarta Pemerintah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) Melalui UU No 16/2016 Melalui perjanjian ini Indonesia menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29% di tahun 2030 LATAR BELAKANG TUJUAN Mengidentifikasi perubahan perilaku perjalanan komuter di kawasan wisata Kotatua Jakarta sebelum dan sesudah penerapan kebijakan LEZ Menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi niat / intensi responden terhadap perpindahan moda transportasi setelah penerapan kebijakan LEZ Data Primer : Survey Kuesioner, Revealed Preference Data Primer : Survey Kuesioner dengan skala likert Deskriptif Statistik, Analisis Cross tab, Regresi Logit Biner Analisis Indeks, Analisis Faktor, Regresi Logistik Ordinal Temuan Studi, Kesimpulan dan Rekomendasi Penyelesaian permasalahan transportasi dengan menggunakan pendekatan konvensional (predict and prevent) sudah tidak efektif lagi untuk digunakan.