12 BAB II Tinjauan Pustaka Bab ini akan membahas teori dan konsep yang relevan dengan topik penelitian. Selain itu, subbagian ini akan berfungsi sebagai referensi untuk melakukan analisis kegiatan penelitian. Banyak teori dan konsep yang dibahas, termasuk persepsi, ketahanan ekonomi, masyarakat nelayan perbatasan, dan SKPT II.1 Masyarakat Nelayan Perbatasan Masyarakat pesisir memiliki keragaman sosial ekonomi dengan kelompok yang berbeda. Ada tiga kategori masyarakat pesisir berdasarkan interaksi mereka dengan sumber daya ekonomi pesisir. Kategori pertama melibatkan pemanfaatan langsung sumber daya alam seperti nelayan, pembudidaya ikan di perairan pesisir, pembudidaya rumput laut, dan pembudidaya mutiara. Kategori kedua adalah kelompok yang mengolah hasil tangkapan ikan atau produk laut, seperti pengolahan ikan, pengeringan, pengasapan, pembuatan terasi atau biskuit, dan pengolahan menjadi tepung. Kategori ketiga adalah kelompok yang membantu dalam penangkapan ikan, termasuk pemilik toko, pengangkut, tukang perahu, tukang las, dan tenaga terampil seperti manol (Suharto, 2005). Nelayan hidup di pesisir dan bergantung pada hasil laut. Meskipun Indonesia memiliki wilayah laut luas, nelayan sering menghadapi kemiskinan. Potensi ekonomi dan sumber daya alam laut perlu dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka (Suryaningsih, 2017). Nelayan sebenarnya tidak membentuk satu entitas tunggal, tetapi terdiri dari beberapa kelompok yang memiliki kesamaan dalam bentuk entitas sosial. Menurut Satria (2002) nelayan pemilik, juga dikenal sebagai nakhoda, adalah mereka yang memiliki perahu, jaring, dan peralatan nelayan lainnya. Sementara nelayan buruh adalah mereka yang menjual tenaga kerja, seperti bekerja sebagai buruh ikan di laut atau disebut Anak Buah Kapal (ABK). 13 Masyarakat nelayan yaitu kelompok masyarakat yang hidup, berkembang, dan terletak di wilayah pesisir yang menjadi perbatasan antara daratan dan laut dalam perspektif geografis. Seperti yang dikutip dalam Mulyad, Imron (2013), nelayan adalah sekelompok masyarakat yang secara langsung menggantungkan hidupnya pada hasil laut melalui kegiatan penangkapan ikan dan budidaya. Mereka umumnya tinggal di tepi pantai dalam komunitas yang berdekatan dengan tempat kerja mereka. Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan-LIPI telah melakukan perhitungan dan menemukan bahwa nelayan rata-rata melaut selama 200 hari dalam setahun, yaitu selama periode di mana mereka dapat melaut sepenuhnya. Nelayan sangat memanfaatkan waktu mereka untuk bekerja saat melaut. Namun, mereka biasanya tidak melaut ketika bulan purnama atau cuaca buruk. (Nadjib, 2013). Seperti yang dinyatakan oleh Koenoe (2010), masyarakat nelayan mengalami kemiskinan karena adanya hubungan antara sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut termasuk keterbatasan akses, kegagalan sistem ekonomi, rendahnya kualitas sumber daya manusia, dan degradasi sumber daya lingkungan. Oleh karena itu, penanggulangan masalah kemiskinan di masyarakat pesisir haruslah bersifat integratif, melibatkan berbagai aspek secara menyeluruh. Dalam Dahur (2000), mengatakan bahwa beberapa hal menyebabkan masyarakat nelayan menjadi miskin yaitu karena akses terbatas ke sumber modal, teknologi, pasar, dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam. Kekurangan infrastruktur publik di wilayah pesisir, serta kurangnya perencanaan tata ruang, juga merupakan faktor lain yang menyebabkan kemiskinan. Ketergantungan pemilik dan pekerja adalah suatu ketergantungan yang saling berhubungan. Namun, pekerja cenderung lebih mengandalkan pemilik karena posisi mereka yang lemah, terutama di luar musim. Ini terbukti saat hasil tangkapan kosong, sehingga banyak nelayan meminjam uang dari pemilik perahu agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Tindakan ini mengikat para pekerja agar tidak mencari pemilik lain. Nelayan melakukan diversifikasi pekerjaan sebagai strategi untuk menjaga keberlangsungan kehidupan komersial mereka. Diversifikasi pekerjaan ini melibatkan ekspansi pilihan mata pencaharian alternatif bagi nelayan, baik di sektor perikanan maupun sektor lainnya. Kesempatan kerja yang luas ini 14 sebenarnya bergantung pada sumber daya lingkungan hidup yang tersedia bagi masyarakat. II.2 Perikanan Tangkap Kegiatan perikanan tangkap merupakan bisnis yang memanfaatkan sumber daya alam di laut atau perairan lepas. Bisnis ini mencakup banyak hal, seperti penangkapan ikan, pengaturan hasil tangkapan, pengolahan, dan pemasaran produk (Aprilia, 2011). Seiring dengan waktu, tujuan pembangunan sektor perikanan tidak hanya terbatas pada meningkatkan kesejahteraan nelayan dan menjaga kelestarian stok ikan, tetapi juga mencakup peningkatan kontribusi subsektor perikanan dalam pertumbuhan ekonomi negara (pro growth), membantu mengatasi krisis multidimensi yang terjadi di negara ini, menciptakan lapangan kerja (pro job), meningkatkan ekspor dan pendapatan devisa, menghasilkan pendapatan bebas pajak bagi pemerintah, serta membantu mengurangi kemiskinan (pro poor) (Triarso, 2012). Sekitar 80% penangkapan ikan di Indonesia dilakukan oleh nelayan tradisional, sementara hanya 20% dilakukan oleh perusahaan perikanan padat modal atau nelayan terlatih, sedangkan menurut Purbayanto (2003). Situasi ini telah menciptakan perbedaan ekonomi yang signifikan antara nelayan konvensional dan nelayan industri. Akibatnya, mayoritas nelayan konvensional hidup di bawah garis kemiskinan Sistem perikanan tangkap adalah suatu rangkaian komponen yang saling terkait dan memengaruhi satu sama lain. Ada beberapa komponen dalam perikanan tangkap, seperti (1) tenaga kerja; (2) peralatan produksi; (3) kegiatan penangkapan; (4) fasilitas pelabuhan; (5) fasilitas pengolahan; (6) kegiatan pemasaran (Monintja, 2001): 1. Sumberdaya Manusia. Dalam pengembangan dan pemeliharaan bisnis perikanan tangkap, memiliki tenaga kerja yang berkualitas, andal, dan profesional sangat penting. Pembinaan dan juga pelatihan sangat diperlukan untuk menghasilkan tenaga kerja yang mumpuni dalam 15 menguasai teknologi perikanan tangkap. Langkah tersebut menjadi sangat penting untuk mengoptimalkan dan memastikan berjalannya operasi penangkapan ikan. 2. Sarana Produksi: Komponen sarana produksi termasuk alat tangkap, pabrik es, galangan kapal, infrastruktur air tawar dan listrik, serta pendidikan dan pelatihan tenaga kerja. Keberhasilan dan pertumbuhan bisnis perikanan tangkap sangat bergantung pada komponen ini. (Dahuri, 2003). 3. Usaha Penangkapan/Proses Produksi. Kapal, peralatan, dan nelayan merupakan bagian dari usaha penangkapan ikan, sedangkan aspek legal mencakup sistem informasi dan sumber daya yang mencakup spesies, habitat, dan lingkungan fisik.