DAMPAK KEBIJAKAN DESENTRALISASI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh MUHAMMAD SULTON ASOFYAN NIM: 24022013 (Program Studi Magister Studi Pembangunan) INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Agustus 2023 ii ABSTRAK DAMPAK KEBIJAKAN DESENTRALISASI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Oleh Muhammad Sulton Asofyan NIM: 24022013 (Program Studi Magister Studi Pembangunan) Kebijakan “big bang” desentralisasi di Indonesia muncul sebagai respons atas kegagalan pemerintahan orde baru dalam menangani krisis 1998. Sejak era reformasi, desentralisasi membawa harapan baru untuk terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang lebih merata di daerah. Namun, dampak kebijakan desentralisasi di Indonesia selama dua dekade terakhir masih dipertanyakan sementara kajian yang ada terbatas pada pembahasan aspek desentralisasi fiskal saja. Adanya dinamika politik yang terjadi pada tahun 2020 pasca terbitnya UU Cipta Kerja yang menganulir kewenangan perizinan oleh daerah dengan dalih kemudahan perizinan berusaha dan investasi, memberikan tendensi kembalinya pemerintahan ke arah sentralisasi di mana hal ini merupakan kemunduran bagi penerapan kebijakan desentralisasi di Indonesia. Terbaru, pada tahun 2022, kebijakan desentralisasi di Indonesia kembali diperkuat dengan adanya UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Dengan menggunakan Synthetic Control Method dan Path Analysis, studi ini bertujuan untuk mengkaji dampak kebijakan desentralisasi selama dua dekade terakhir. Berdasarkan unit negara-negara dengan karakteristik yang sama dengan Indonesia tetapi tidak mengalami intervensi kebijakan desentralisasi sebagaimana dialami Indonesia, SCM mengkonstruksi perilaku PDB per kapita Indonesia untuk periode validasi atau pra intervensi dari tahun 1961 hingga 2000 dan periode pasca intervensi dari tahun 2001 hingga tahun 2021. Sementara itu, path analysis digunakan untuk menganalisis keterkaitan komponen pilar desentralisasi fiskal, administrasi, politik, dan ekonomi terhadap variabel intervening, PDRB per kapita, dan terhadap variabel outcome: tingkat kemiskinan, tingkat ketimpangan, dan indeks pembangunan manusia dengan menggunakan unit analisis provinsi selama 10 tahun terakhir. Hasil studi menunjukkan bahwa kebijakan desentralisasi memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama 20 tahun terakhir. Pada studi ini, di antaranya ditemukan bahwa pilar desentralisasi fiskal yang diwakili oleh variabel transfer ke daerah per kapita, memegang peranan terbesar dalam peningkatan indeks pembangunan manusia dibandingkan dengan variabel pilar desentralisasi lainnya. Kenaikan 1 persen transfer ke daerah per kapita akan memberikan dampak kenaikan IPM sebesar 4,7 persen. Namun, masih ditemukan pengaruh naiknya ketimpangan yang disebabkan oleh variabel derajat desentralisasi fiskal meskipun tidak secara signifikan. Dampak terbesar juga ditunjukkan oleh variabel transfer ke daerah yang juga memiliki peranan terbesar dalam pertumbuhan ekonomi dan penurunan kemiskinan di daerah; transfer ke daerah iii per kapita memberikan dampak kenaikan PDRB per kapita dan penurunan tingkat kemiskinan masing-masing sebesar 44,9 dan 21,4 persen. Sedangkan, rata-rata DDF nasional selama 5 tahun terakhir sebesar 0,29 dari 1 menunjukkan porsi belanja daerah lebih banyak didanai oleh dana transfer dari pusat daripada PAD. DDF hanya mampu memberikan dampak terhadap penurunan kemiskinan dan kenaikan IPM dengan koefisien yang jauh lebih kecil. Temuan ini berarti bahwa sebagian besar daerah-daerah di Indonesia masih belum mandiri secara fiskal dan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap transfer dari pemerintah pusat dalam menunjang aspek ekonomi dan pembangunan di daerahnya. Dengan demikian, perlu adanya kebijakan peningkatan derajat desentralisasi fiskal melalui peningkatan pendapatan asli daerah, daripada hanya mengandalkan dana transfer dari pusat. Di samping itu, pilar desentralisasi politik juga berkontribusi secara positif terhadap ekonomi dan pembangunan. Pilar desentralisasi politik adalah pilar yang paling berpengaruh signifikan terhadap penurunan tingkat ketimpangan di daerah, yakni sebesar 6,0 persen. Akan tetapi, dua pilar desentralisasi lainnya, yakni desentralisasi administrasi dan desentralisasi ekonomi penanaman modal asing tidak memberikan dampak menguntungkan bagi perekomian dan pembangunan Indonesia. Masih ditemukan pengaruh naiknya kemiskinan dan menurunnya IPM yang disebabkan oleh variabel pemda per kapita. Hal ini menandakan bahwa birokrasi yang ada belum mampu berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga peningkatan aspek kesehatan, pendidikan, dan pengeluaran sebagaimana diukur melalui indeks pembangunan manusia masih belum tercapai. Kemudian, untuk pilar desentralisasi ekonomi, hal yang perlu menjadi catatan kritis adalah bahwa pilar desentralisasi ekonomi yang ditunjukkan oleh variabel realisasi penanaman modal dalam asing dan dalam negeri ternyata memiliki pengaruh total yang paling kecil dibandingkan dengan pilar desentralisasi lainnya. Lebih dari itu, ditemukan pengaruh negatif variabel penanaman modal asing terhadap IPM. Hal ini mengindikasikan bahwa realisasi investasi yang dilakukan di daerah selama ini tidak cukup berdampak bagi ekonomi dan pembangunan di daerah. Untuk itu, kebijakan kemudahan perizinan berusaha dan investasi perlu difokuskan untuk mendorong peningkatan pendapatan asli daerah di lokasi-lokasi diadakannya proyek investasi tersebut sehingga dampak yang dirasakan dapat lebih inklusif, daripada semata-mata untuk keuntungan ekonomi bagi sebagian kelompok penanam modal. Kata kunci: desentralisasi, pertumbuhan ekonomi, fiskal, politik, administrasi, investasi iv ABSTRACT THE IMPACT OF DECENTRALIZATION POLICY ON THE ECONOMY OF INDONESIA By Muhammad Sulton Asofyan NIM: 24022013 (Master’s Program in Development Studies) The "big bang" policy of decentralization in Indonesia emerged in response to the failure of the New Order government to handle the 1998 crisis. Since the reform era, decentralization has brought new hope for more equitable economic growth in the regions. However, the impact of decentralization policies in Indonesia over the past two decades is still questionable while existing studies are limited to discussing aspects of fiscal decentralization only. The political dynamics that occurred in 2020 after the issuance of the Job Creation Law which annulled the licensing authority by the regions under the pretext of facilitating business and investment licensing, gave a tendency for the government to return to centralization, which is a setback for the implementation of decentralization policies in Indonesia. Most recently, in 2022, the decentralization policy in Indonesia was again strengthened by the Law on Central and Regional Financial Relations. Using Synthetic Control Method and Path Analysis, this study aims to examine the impact of decentralization policy over the last two decades. Based on a unit of countries with similar characteristics to Indonesia but not experiencing decentralization policy intervention as Indonesia, SCM constructs the behavior of Indonesia's GDP per capita for the validation or pre-intervention period from 1961 to 2000 and the post-intervention period from 2001 to 2021. Meanwhile, path analysis is used to analyze the relationship of the components of fiscal, administrative, political, and economic decentralization pillars to the intervening variable, GDP per capita, and to the outcome variables: poverty rate, inequality rate, and human development index using provincial units of analysis for the last 10 years. The results show that decentralization policy has a positive and significant effect on economic growth in Indonesia over the last 20 years. The study found that the fiscal decentralization pillar, represented by the transfer to regions per capita variable, plays the largest role in improving the human development index compared to the other decentralization pillar variables. A 1 percent increase in transfers to regions per capita will result in a 4.7 percent increase in HDI. However, there is still an effect of rising inequality caused by the degree of fiscal decentralization variable, although not significantly. The largest impact is also shown by the variable of transfers to regions, which also has the largest role in v economic growth and poverty reduction in the regions; transfers to regions per capita increased GRDP per capita and reduced poverty by 44.9 and 21.4 percent, respectively. Meanwhile, the national average DDF over the last 5 years of 0.29 out of 1 indicates that the portion of regional expenditure is funded more by transfers from the center than PAD. DDF is only able to impact on poverty reduction and HDI increase with much smaller coefficients. This finding means that most regions in Indonesia are still not fiscally independent and have a high dependence on transfers from the central government in supporting economic aspects and development in their regions. Thus, there is a need for policies to increase the degree of fiscal decentralization through increasing local revenue, rather than relying solely on transfers from the central government. In addition, the political decentralization pillar also contributes positively to the economy and development. Political decentralization is the pillar that has the most significant effect on reducing regional inequality, at 6.0 percent. However, the other two pillars of decentralization, namely administrative decentralization and economic decentralization of foreign investment, do not have a beneficial impact on Indonesia's economy and development. There is still an effect of increasing poverty and decreasing HDI caused by the variable of local government per capita. This indicates that the existing bureaucracy has not been able to impact economic growth so that improvements in aspects of health, education, and expenditure as measured by the human development index have not been achieved. Then, for the economic decentralization pillar, what needs to be a critical note is that the economic decentralization pillar shown by the foreign and domestic investment realization variable turns out to have the smallest total effect compared to other decentralization pillars. Moreover, there is a negative effect of foreign investment variable on HDI.