51 BAB V Analisis Model Jaringan Rantai Pasok Komoditi Perikanan Tangkap Natuna Dalam Mendukung Sistem Logistik Perikanan Wilayah V.1 Model Jaringan Rantai Pasok Komoditi Perikanan Tangkap dari Nelayan Natuna Peningkatan kesadaran masyarakat secara luas untuk mengkonsumsi produk ikan segar dan produk olahan ikan dalam jangka panjang bisa saja berimplikasi pada terjadinya peningkatan permintaan ikan segar dan produk olahan ikan yang semakin tinggi. Dalam situasi seperti ini, diperlukan suatu sistem pengelolaan yang efisien dan efektif yang dapat diterapkan melalui pengelolaan rantai pasok. Tujuan dari pengelolaan ini adalah untuk meningkatkan nilai produk, menjaga stok ketersediaan, mempertahankan kualitas, dan mengirim barang tepat waktu. Rantai pasok hasil tangkapan memiliki peran penting dalam mengantarkan produk dari awal hingga akhir, di mana produk tersebut akan digunakan atau dikonsumsi. Namun, perlu diingat bahwa komoditas ikan termasuk dalam kategori makanan yang mudah rusak. Maka dari itu, semakin panjang rantai pasok hasil tangkapan, kualitas ikan yang diterima oleh konsumen akhir akan semakin menurun. Di Kabupaten Natuna, dibutuhkan sebuah sistem logistik perikanan yang dapat a) meningkatkan dan memperkuat kapasitas sistem produksi dan pemasaran perikanan di wilayah Natuna dan sekitarnya, b) secara efektif menghubungkan sentra-sentra produksi di seluruh rantai produksi, mulai dari awal produksi hingga distribusi, dan c) mengintegrasikan pengelolaan rantai pasok ikan, bahan dan peralatan produksi, serta pengetahuan dari hulu hingga hilir. Proses distribusi merupakan bagian integral dari rantai pasok yang bertujuan untuk mengirimkan informasi, barang, dan jasa dari produsen kepada konsumen. Dalam proses distribusi ini, perlu dilakukan dengan hati-hati untuk memilih saluran distribusi yang sesuai. Pemilihan saluran distribusi ini melibatkan pertimbangan terkait jarak, waktu tempuh, serta pola permintaan dan penawaran dari setiap konsumen. 52 Jaringan rantai pasok memiliki peran krusial dalam pemasaran produk ikan. Fokus utamanya adalah mencari rute distribusi yang paling efisien, dengan jarak terpendek dan waktu tempuh tercepat, sambil mempertimbangkan faktor-faktor seperti waktu tempuh, jarak, dan penawaran serta permintaan barang. Dengan mengoptimalkan rute distribusi, dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas, yang berdampak positif dalam penghematan waktu dan biaya. Rantai pasokan terdiri dari pemasok, titik distribusi, dan penyedia transportasi yang membawa produk dari bahan mentah ke konsumen akhir. Terdapat tiga jenis elemen yang harus diperhatikan, yaitu aliran barang, aliran informasi, dan aliran keuangan yang bergerak dari hulu ke hilir atau sebaliknya. Hasil pemantauan di lokasi menunjukkan bahwa sebagian besar usaha penangkapan ikan di Kabupaten Natuna dilakukan oleh nelayan kecil dan menengah yang sebagian besar menghadapi hambatan dalam melanjutkan kegiatan mereka. Pengembangan industri perikanan di Kabupaten Natuna terhambat oleh beberapa tantangan. Tantangan-tantangan tersebut meliputi keterbatasan infrastruktur dan fasilitas, keterbatasan sarana transportasi dan komunikasi, keterbatasan tenaga kerja, modal, dan kapasitas pedagang, kekurangan pusat pengolahan hasil perikanan yang terintegrasi, kekurangan keunggulan kompetitif, serta kelemahan dalam aspek kelembagaan dan sosial budaya. Istilah "rantai pasok" merujuk pada serangkaian hubungan yang panjang dari pemasok hingga pelanggan, di mana unit-unit atau peserta yang terlibat (disebut sebagai peserta dalam rantai pasok) berada dalam jaringan yang sangat kompleks. Dalam rantai pasok, terdapat aktor-aktor yang berperan sebagai pihak utama (principal), yaitu bertanggung jawab atas produksi dan pemasaran produk, serta aktor-aktor pendukung (supporter), yaitu pihak yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan hasil produksi dan pemasaran produk, tetapi menyediakan layanan pendukung seperti logistik, pembiayaan, dan lain sebagainya. Secara umum, nelayan dan tauke di sektor perikanan tangkap di Kabupaten Natuna memasarkan produknya baik untuk pasar domestik maupun ekspor dengan memprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan domestik atau lokal dahulu. Model 53 rantai pasok perikanan tangkapdi Kabupaten Natuna diuraikan sebagaimana pada Gambar 5.1. Gambar 5.1 Rantai Pasok Sektor Perikanan Tangkap di Kabupaten Natuna Sumber: Diolah oleh Peneliti(2023) Pertukaran barang dan jasa adalah suatu proses di mana nilai sesuatu dipindahkan untuk mendapatkan sesuatu yang lain, seperti melalui penukaran hadiah atau penjualan barang di pasar. Pertukaran antara nelayan dan pihak lain didasarkan pada asumsi dasar berikut: 1.Manusia merupakan makhluk rasional yang mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari tindakan ekonomi. 2.Pertukaran sosial terjadi ketika tujuan hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain dan untuk mendapatkan sarana yang diperlukan. 3.Transaksi pertukaran terjadi saat semua pihak terlibat mendapatkan manfaat atau keuntungan. Ini sering terjadi antara nelayan dan tauke. Anggota primer dalam rantai pasok perikanan tangkap di Kabupaten Natunaadalah nelayan, tauke, TPI atau SKPT, pembeli dari luar wilayah, industri pengolahan ikan, pasar tradisional, pedagang ikan eceran, distributor produk olahan ikan, dan pembeli sebagai konsumen akhir. Sementara itu, anggota sekunder dalam konteks 54 ini merujuk pada penyedia sarana produksi seperti bahan bakar, pakan ternak, kapal, alat tangkap, dan perlengkapan lain yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan. Dalam kasus Kabupaten Natuna, sebagian besar pasokan untuk kegiatan pelayaran di laut berasal dari tauke. Melalui hubungan yang terbentuk dan adanya aliran barang dan informasi, dapat diketahui bahwa interaksi para pelaku perikanan memiliki dua tujuan utama: pertama, untuk memperoleh penghasilan, dan kedua, untuk mempertahankan eksistensi masyarakat pesisir. Di Kabupaten Natuna Rantai pasok industri perikanan tangkap menghadapi tantangan yang kompleks. Sebagai produsen bahan baku perikanan tangkap, nelayan menghadapi beberapa tantangan, termasuk perubahan iklim, ancaman kelangkaan sumber daya ikan akibat penangkapan ilegal dan berlebihan, serta keterbatasan keterampilan dan modal bagi nelayan kecil. Tantangan ini juga berdampak pada kinerja industri pengolahan ikan dalam memenuhi pasokan dan kualitas bahan baku yang mereka olah menjadi produk jadi. Sebagai akibatnya, kinerja industri pengolahan ikan sebagai salah satu stakeholder dalam rantai pasok terhambat karena belum mencapai kapasitas dan kualitas produk yang optimal. Dampaknya adalah kurangnya kemampuan untuk memenuhi sepenuhnya kebutuhan konsumen terhadap produk olahan ikan. Keadaan di Kabupaten Natuna semakin kompleks karena pulau-pulau terpisah dari daratan utama dan infrastruktur yang terbatas. Akses ke luar Natuna memerlukan biaya tinggi, menyebabkan harga produk perikanan tinggi. Program pemberdayaan masyarakat nelayan terbatas karena anggaran yang terbatas dan ketergantungan pada pemerintah pusat untuk pembiayaan. Kesulitan dalam menerapkan strategi industrialisasi perikanan tangkap dan pengembangan industri pengolahan ikan, termasuk hilirisasi produk ikan hasil tangkapan nelayan, timbul akibat kompleksitas permasalahan yang ada saat ini. Keadaan ini tercermin dari observasi partisipatif yang dilakukan oleh peneliti untuk mengevaluasi fungsi rantai pasok, yang menunjukkan bahwa industri perikanan di Kabupaten Natuna (khususnya produksi produk olahan ikan) belum mencapai kondisi dan kinerja pasok yang optimal. Meskipun rantai pasok yang sesuai dengan 55 permintaan pasar dijalankan melalui sistem pemesanan, namun tidak ada jaminan kelangsungan pasokan bahan baku yang memadai. Berdasarkan situasi masalah yang teridentifikasi, dilakukan analisis sebab akibat dengan para pemangku kepentingan menggunakan diagram tulang ikan, dan akar penyebab masalah rantai pasok pada industri perikanan di Kabupaten Natuna diselidiki untuk mengidentifikasi situasi masalah. Hasil analisis dapat dikelompokkan menjadi beberapa permasalahan dalam rantai pasok industri perikanan di Kabupaten Natuna, yaitu (1) Produk perikanan masih memiliki daya saing yang rendah; (2) Pasar domestik untuk produk perikanan kurang berkembang karena permintaan lokal lebih rendah dari total volume penangkapan ikan; (3) Akses terhadap modal untuk pengembangan usaha di industri perikanan terbatas oleh kurangnya produk keuangan yang tersedia; (4) Mayoritas nelayan merupakan nelayan kecil yang bergantung pada pendapatan yang tidak stabil; (5) Terjadi penangkapan ikan tidak dilaporkan, ilegal, dan tidak diatur (ILU); (6) Terjadi penangkapan ikan berlebihan; (7) Keputusan dalam rantai pasok didominasi oleh pihak atasan; dan (8) Sistem pendataan perikanan tangkap masih kurang handal dan tidak komprehensif. Analisis deskriptif dilakukan terhadap proses bisnis rantai pasok perikanan tangkap di Kabupaten Natuna. Dalam rantai pasokan, terdapat dua jenis proses, yaitu pull dan push. Di Kabupaten Natuna, digunakan proses pull karena permintaan harus disesuaikan dengan hasil tangkapan ikan dari nelayan. Hubungan kerjasama yang baik dan pengetahuan pemangku kepentingan sangat penting untuk menciptakan kepuasan pelanggan dan kesejahteraan semua pihak. Hambatan pengembangan rantai pasok di Kabupaten Natuna terkait dengan aspek operasional teknis, seperti armada yang tidak sesuai dengan kapasitas muatan dan keterbatasan sistem cold chain. Sementara rantai pasok merupakan jaringan fisik yang terdiri dari berbagai komponen, manajemen rantai pasok merupakan pendekatan atau metode untuk mengelola rantai pasok tersebut.