16 BAB II Tinjauan Pustaka Pada bagian ini, akan dijelaskan mengenai teori dan konsep yang relevan dengan topik yang dibahas dan akan digunakan sebagai panduan untuk melakukan analisis dalam kegiatan penelitian ini. Dalam memilih kerangka teori untuk penelitian ini, pertimbangan utama peneliti adalah relevansi teori tersebut terhadap topik penelitian tentang jaringan rantai pasok komoditi perikanan tangkap di Pulau Natuna. Kerangka teori yang dipilih harus dapat memberikan landasan konseptual yang kuat dan pemahaman yang lebih baik tentang fenomena yang sedang diteliti. Teori dan konsep yang dimaksud diantaranya ialah teori mengenai masyarakat nelayan perbatasan, rantai pasok, manajemen logistik, serta model dan pemodelan. II.1 Rantai Pasok Rantai pasok adalah jaringan fasilitas dan distribusi yang mengelola pengadaan, transformasi, dan distribusi produk kepada pelanggan (Ganeshan & Harrison, 1995). Melibatkan produsen, pemasok, transportasi, gudang, pengecer, dan konsumen sebagai stakeholder (Chopra & Meindl, 2013). Aspek penting meliputi struktur organisasi, aliran informasi, dan sumber daya terlibat dalam perencanaan, pengangkutan, dan penyimpanan produk (Myerson, 2015). Perubahan lingkungan dan dinamika bisnis dapat mempengaruhi kompleksitas rantai pasok (Myerson, 2015). Menurut Hugos (2003), terdapat dua jenis struktur rantai pasok dalam distribusi, yaitu Rantai Pasok Sederhana dan Rantai Pasok Perluasan. Rantai Pasok Sederhana melibatkan satu perusahaan, satu pemasok, dan satu pelanggan dengan mekanisme yang pendek dan sederhana. Rantai Pasok Perluasan merupakan pengembangan dari rantai pasok sederhana dengan penambahan tiga jenis pelaku tambahan. Pelaku tambahan tersebut meliputi pemasok dari pemasok utama, pelanggan dari pelanggan utama, dan perusahaan jasa pendukung rantai pasok secara keseluruhan. 17 Manajemen rantai pasok bertujuan untuk mencapai keunggulan yang kompetitif serta berkelanjutan bagi perusahaan atau entitas bisnis dalam proses distribusi barang dan jasa (Li, 2007; Levi dkk, 2000). Menurut Lambert, Cooper, dan Pagh (2011), konsep manajemen rantai pasok melibatkan perencanaan terintegrasi, koordinasi, dan pengawasan menyeluruh terhadap proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok, dengan tujuan memberikan nilai kepuasan yang tinggi kepada konsumen dengan biaya minimal. Namun, juga penting untuk mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan pemangku kepentingan lain yang terlibat dalam rantai pasok tersebut. Lazzarini (2000) dan Lambert, Cooper, dan Pagh (2011) menggambarkan jaringan rantai pasok yang terjadi dalam sektor agroindustri secara vertikal adalah aliran produk pada tiap-tiap tingkatan dalam konteks jaringan rantai pasok secara menyeluruh. Setiap pemangku kepentingan ditempatkan pada posisi tertentu dalam rangkaian jaringan rantai pasok tersebut. Dalam sektor ini, keberadaan suplai bahan baku sesuai dengan kebutuhan dan berkualitas menjadi faktor yang sangat penting dalam menghindari penumpukan stok yang berlebihan. Rantai pasok produk atau komoditas terbentuk dengan tujuan meningkatkan daya saing, yang didorong oleh tiga faktor utama. Pertama, kepentingan keamanan dan jaminan kualitas produk dari tahap produksi hingga konsumen. Kedua, inovasi produk dan perbedaan yang membedakan. Ketiga, upaya pengurangan biaya logistik melalui penekanan pada pengurangan biaya pengiriman, distribusi, penyimpanan, dan transaksi (Chen, 2004). Manajemen rantai pasok adalah pendekatan manajemen yang berfokus pada keberlanjutan, yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengintegrasikan sumber daya bisnis yang efisien dan kompeten, baik dari internal maupun eksternal perusahaan. Tujuannya adalah menciptakan sistem pasokan yang sangat kompetitif dan responsif terhadap kebutuhan pelanggan. Sistem pasokan ini memiliki fokus pada pengembangan solusi inovatif dan koordinasi yang tepat antara aliran informasi, jasa, dan produk dengan tujuan menciptakan nilai konsumen yang unik (Widjaja, 2000). 18 Sebagai ilustrasi, Batubara dkk (2017) mengemukakan bahwa di Provinsi Maluku, industri perikanan tangkap menjual produknya secara individu baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor. Dalam analisis kinerja perusahaan pengolahan ikan tangkap, terutama pada komoditi tuna, ditemukan bahwa kinerja rantai pasok nelayan tergolong baik berkat dukungan yang diberikan oleh perusahaan. Dukungan tersebut meliputi panduan dalam penanganan setelah penangkapan, penyediaan es dan plastik, serta penawaran harga yang memuaskan bagi nelayan mitra. Kehadiran perusahaan di Pusat Pendaratan Ikan juga memudahkan nelayan dalam menyerahkan hasil tangkapan dengan cepat. Kinerja perusahaan yang baik ini dapat tercapai melalui hubungan yang baik antara perusahaan dan nelayan, serta fokus perusahaan pada komoditi tuna dan penerapan sistem pemasaran berbasis pesanan. Sistem ini memungkinkan perusahaan untuk merencanakan produksi dengan baik dan hanya menerima pesanan setelah memastikan kemampuannya untuk memenuhi pesanan tersebut, sehingga risiko masalah teknis yang tidak terkendali dapat diminimalisasi. Gambar 2.1 Model Rantai Pasok Ikan Tuna di PT Mina Maluku Sejahtera Sumber: Batubara dkk, (2017) Wahiu dkk (2019) mengungkapkan bahwa Rantai pasok di Tateli Weru (Buloh), Kecamatan Mandolang, Kabupaten Minahasa terdiri dari nelayan, pedagang kecil (petibo), kapal pancing, pabrik pakan ternak, dan konsumen. Rantai pasok ini melibatkan aliran keuangan, produk, dan informasi. Aliran produk mengalir dari hulu ke hilir, aliran keuangan mengalir dari hilir ke hulu, dan aliran informasi berjalan dua arah. 19 Gambar 2.2Pola Distribusi dalam Rantai Pasok Ikan Teri di Buloh Sumber: Wahiu dkk, (2019) Khadijah dkk, (2019) memberikan contoh mengenai struktur rantai pasok tunggal (sederhana). Rantai pasok di PPI Binuangeun termasuk dalam rantai pasok tunggal. Pembagian hasil lelang di PPI Binuangeun adalah 80% untuk nelayan dan 20% untuk koperasi. PPI Binuangeun tidak terlibat dalam distribusi, yang dilakukan oleh pemenang lelang. Rantai pasok ikan tuna di PPI Binuangeun menerapkan sistem pull, di mana permintaan disesuaikan dengan hasil tangkapan ikan. Terdapat hubungan kolaboratif antara PPI dan koperasi dalam proses lelang. Gambar 2.3Siklus Proses Supply ChainIkan Tuna di TPI Binuangeun Sumber: Khadijah dkk, (2019) 20 II.2 Manajemen Logistik Logistik melibatkan pengelolaan pergerakan barang dari lokasi awal ke lokasi konsumsi untuk memenuhi permintaan. Barang yang terlibat dalam logistik bisa berupa barang fisik seperti makanan, bahan bangunan, dan peralatan. Selain itu, logistik juga melibatkan perpindahan elemen non-fisik seperti waktu, informasi, dan energi. Logistik barang fisik mencakup integrasi aliran produksi, informasi, pergudangan, transportasi, pengemasan, penanganan bahan, dan keamanan (Lee, Padmanabhan, dan Whang, 2017). Fungsi logistik telah berkembang menjadi lebih dari sekadar transportasi barang jadi dan bahan mentah. Sekarang, logistik juga berperan dalam menciptakan keunggulan bersaing melalui penyediaan layanan yang memenuhi kebutuhan konsumen. Jasa logistik yang kompetitif memiliki peran penting dalam memperkuat konektivitas domestik dan internasional di Indonesia. Sektor jasa logistik mengatur distribusi barang dan jasa dari ekstraksi bahan baku hingga pengiriman kepada konsumen (Salim, 2015; Chapman dkk, 2002). Menurut Prihantono (2012), Fungsi-fungsi manajemen logistik melibatkan rangkaian proses yang meliputi penentuan kebutuhan dan perencanaan, pengadaan, pembuatan anggaran, pemeliharaan, penyimpanan dan distribusi, penghapusan, dan pengendalian. Menurut Nasution (2004), Manajemen logistik adalah proses strategis yang melibatkan pengadaan bahan, perpindahan, penyimpanan bahan dan komponen, serta penyimpanan barang jadi melalui organisasi dan jaringan pemasaran dengan metode yang spesifik.