55 BAB V Analisis Peningkatan Nilai Tambah Produk Perikanan Tangkap Melalui Agroindustri Perikanan dan Identifikasi Jaringan Rantai Suplai Perikanan Natuna V.1 Pola Pemanfaatan Hasil Tangkapan dan Pemilihan Produk Unggulan Agroindustri Perikanan Tangkap di Kabupaten Natuna Indonesia adalah negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, karena memiliki jumlah pulau yang sampai 17.000. Potensi pantai ini memilik sumber daya yang kaya, sehingga merupakan potensi penting bagi ekonomi rakyat dan ekonomi bangsa. Masayarakat pesisir, ekonominya masih sederhana, sehingga putaran eknomi perikanan skala kecil memiliki peran penting dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Bisnis perikanan, atau sering disebut sebagai agro industri perikanan, sebagaimana yang dijalankan di Natuna menyediakan mata pencaharian dan ketahanan pangan bagi nelayan skala kecil dan masyarakat lokal di wilayah pesisir natuna. Mereka sebagian sebagian besar masih bergantung pada sumber daya perikanan laut. Perikanan skala kecil di Kabupaten Natuna memegang peran penting dalam memberikan mata pencaharian dan keamanan pangan bagi nelayan skala kecil dan komunitas lokal di wilayah pesisir. Mereka bergantung pada sumber daya perikanan laut sebagai sumber utama penghidupan mereka. Pengelolaan yang berkelanjutan dari sumber daya ikan melibatkan penggunaan tingkat pemanfaatan yang tidak melebihi kapasitas lingkungan perairan dan kemampuan sumber daya ikan untuk pulih, sehingga generasi mendatang dapat terus mengandalkan sumber daya tersebut. Umumnya, nelayan kecil dan masyarakat pesisir yang merupakan pelaku kegiatan perikanan skala kecil memiliki model pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan pendekatan sosial dan budaya yang berlaku di masing-masing wilayah. Pengelolaan sumberdaya ikan berkelanjutan tidak melarang aktivitas penangkapan yang bersifat komersil tetapi menganjurkan dengan persyaratan bahwa tingkat pemanfaatan tidak melampaui daya dukung (carrying capacity) lingkungan perairan atau kemampuan 56 pulih sumberdaya ikan, sehingga generasi mendatang tetap memiliki asset sumberdaya ikan yang sama atau lebih banyak dari generasi saat ini. Salah satu potensi sumber daya ikan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi di perairan Natuna adalah ikan pelagis. Di perairan Natuna, ikan pelagis menjadi potensi sumber daya ikan dengan nilai ekonomi yang signifikan. Jenis ikan ini memberikan kontribusi strategis dalam hal pendapatan nelayan lokal, mendorong pertumbuhan sektor ekonomi di wilayah tersebut, menyediakan bahan baku bagi industri pengolahan, dan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sedangkan, produksi ikan pelagis di perairan Natuna mengalami penurunan akibat penangkapan yang berlebihan (overfishing). Hal ini terbukti dari ukuran ikan yang semakin kecil, penurunan produksi, dan penurunan jumlah populasi. Ikan pelagis adalah kelompok ikan yang hidup dan beraktivitas di lapisan atas permukaan air. Ikan ini, memiliki ciri utama, yaitu beraktivitas secara bergerombol dan dalam jangka waktu tertentu melakukan migrasi. Ikan pelagis ada yang ukuran besar seperti ikan tuna, tongkol cakalang. Sebaliknya ada ikan pelagis kecil, seperti ikan kembung, ikan layang, ikan selar dan yang lainnya. Selain itu, perikanan tangkap di Natuna, terutama untuk ikan pelagis, juga menghadapi fluktuasi produksi, rendahnya efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya ikan, serta kekurangan strategi pengelolaan sumber daya perikanan yang berkesinambungan. Dibutuhkan upaya yang lebih baik dalam pengelolaan perikanan untuk memastikan keberlanjutan sumber daya ikan dan meningkatkan efisiensi pemanfaatannya. Di sisi lain dikenal jenis ikan demersal atau dimasukkan dalam kelompok ikan dasar air, kelompok ini hidup dan makan di dasar laut yang disebut sebagai zona demersal. Lingkungan hidup demersal umumnya berupa lumpur, pasir dan hampir tidak ada terumbu karang. Ikan demersal bisa ditemukan mulai dari lingkungan pantai sampai zona laut dalam. Ikan demersal adalah kelompok komoditas terbesar yang ditangkap oleh nelayan. Untuk nelayan natuna, jenis biota laut demersal yang umum dan biasa jadi tangkapan nelayan kecil adalah cumi-cumi (Teuthida. Spp). Sementara ikan demersal tidak umum ditangkap oleh nelayan kecil natuna. 57 Pada tahun 2021, hasil tangkapan cumi-cumi di Kabupaten Natuna mencapai 6.008,58 ton per tahun atau sekitar 500,72 ton per bulan. Komoditas ikan demersal terbesar kedua adalah ikan kakap merah (Lutjanus campechanus), yang merupakan ikan ekonomis yang penting. Pada tahun yang sama, ikan kakap merah yang berhasil ditangkap di Kabupaten Natuna mencapai 3.593,41 ton per tahun atau sekitar 299,45 ton per bulan. Sedangkan komoditas ikan demersal dan ikan karang yang menjadi unggulan ketiga adalah ikan kuwe (Carnax ignobilis), dengan hasil tangkapan sebesar 7.325,91 ton atau sekitar 610,49 ton per bulan. Ikan kuwe hidup di terumbu karang dan menjadi salah satu target penangkapan yang signifikan di wilayah tersebut. Hasil tangkapan terbesar ikan pelagis adalah ikan tongkol (Euthynnus affinis) dengan jumlah tangkapan 15.395,42 ton/Tahun atau sekitar 1.282,95 ton/bulan. Potensi Ikan pelagis unggulan yang kedua adalah jenis ikan Selayang (Decapterus), dengan tangkapan mencapai 6.834,10 ton/tahun atau sekitar 569,51 ton/bulan. Komoditas ketiga terbesar tangkapan ikan pelagis adalah jenis ikan tenggiri (Scomberomorini. Spp) sebesar 3.291,59 ton/tahun atau sekitar 274,30 ton/bulan. Untuk menganalisis bagaimana menentukan jenis ikan yang akan dijadikan komoditas unggulan dari Kabupaten Natuna, maka peneliti melakukan Langkah- langkah berikut: 1. Menganalisis data tren nilai produksi perikanan tangkap laut menurut jenis ikan di Kabupaten Natuna. Data ini mencakup informasi mengenai volume tangkapan, harga, nilai produksi, dan tren tahunan atau periode yang relevan. Data tersebut diperoleh dari lembaga terkait, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan atau Badan Pusat Statistik; 2. Berdasarkan data yang dianalisis, peneliti mengidentifikasi jenis ikan yang memiliki nilai produksi yang tinggi dan mengalami tren peningkatan yang signifikan. Faktor-faktor yang dipertimbangkan meliputi permintaan pasar, harga jual yang stabil, ketersediaan stok yang cukup, dan potensi untuk meningkatkan value added melalui proses agroindustri atau pengolahan produk; 58 3. Selanjutnya, peneliti mengevaluasi potensi pasar untuk jenis ikan yang diidentifikasi sebagai komoditas unggulan harus dilakukan. Melakukan survei (sekunder; literature review) dan mempelajari tren konsumsi ikan di pasar lokal, regional, atau bahkan internasional akan membantu memahami permintaan dan potensi pasar yang ada. Juga, mengidentifikasi adanya peluang untuk memasuki pasar baru atau mengembangkan pasar ekspor dapat menjadi faktor penting dalam menentukan jenis ikan yang akan menjadi komoditas unggulan; 4. Dalam menentukan jenis ikan yang akan dijadikan komoditas unggulan, penting untuk mempertimbangkan faktor keberlanjutan perikanan. Melakukan evaluasi terhadap status sumber daya ikan yang terkait, seperti ketersediaan stok, tingkat tangkapan berlebihan, atau adanya tindakan pengelolaan yang diperlukan untuk menjaga keberlanjutan ekosistem perikanan, akan menjadi pertimbangan penting dalam memilih jenis ikan yang layak dijadikan komoditas unggulan; 5. Melibatkan pihak-pihak terkait, seperti nelayan, asosiasi perikanan, pengusaha agroindustri perikanan, dan instansi terkait, dalam proses pengambilan keputusan ini. Hal ini dilakukan karena mereka dapat memberikan wawasan dan informasi yang berharga berdasarkan pengalaman langsung dan pengetahuan lokal mereka tentang potensi dan kendala dalam menjadikan jenis ikan tertentu sebagai komoditas unggulan.