21 BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Masyarakat Nelayan Perbatasan Menurut Septiana (2018), Masyarakat nelayan di daerah pesisir memiliki peran yang penting dalam pengelolaan potensi sumber daya perikanan dalam konteks sosial-budaya. Nelayan memiliki pengetahuan dan keahlian khusus dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya perikanan, yang sering kali diwariskan secara turun temurun dalam komunitas nelayan. Keterlibatan aktif masyarakat nelayan dalam pengelolaan sumber daya perikanan menjadi faktor penting dalam upaya konservasi, pemberdayaan ekonomi lokal, dan keberlanjutan ekosistem pesisir (Fangzhou et al., 2021). Nelayan merujuk kepada orang yang tinggal di wilayah pesisir pantai dan menjalani kehidupan sehari-hari dengan kegiatan penangkapan dan pengolahan sumber daya laut sebagai sumber penghidupan utama. Sementara itu, komunitas nelayan merupakan kelompok individu yang mencari penghasilan dari hasil laut dan tinggal di wilayah yang terletak di sekitar garis pantai atau pesisir (Sastrawidjaya, 2002). Komunitas nelayan ditandai oleh individu yang mencari nafkah melalui kegiatan terkait laut dan pesisir, memiliki nilai gotong royong yang kuat, dan umumnya memiliki keterampilan sederhana yang diwariskan dari generasi sebelumnya. Menurut Mulyadi (2005) Nelayan tidak terdiri dari satu entitas tunggal, tetapi terbagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan kriteria berikut. Pertama, kelompok nelayan dibedakan berdasarkan kepemilikan alat tangkap, termasuk nelayan pekerja yang menggunakan peralatan milik orang lain, nelayan pemilik kapal yang memiliki peralatan tangkap namun mempekerjakan orang lain, dan nelayan mandiri yang memiliki peralatan tangkap sendiri. Kedua, status nelayan terbagi menjadi nelayan penuh yang mengandalkan penangkapan ikan sebagai mata pencaharian utama, nelayan utama dengan pekerjaan sampingan, dan nelayan sambilan tambahan. Ketiga, kepemilikan sarana penangkapan ikan membedakan nelayan buruh atau penggarap yang menggunakan peralatan orang lain dan pemilik kapal atau juragan yang memiliki kepemilikan atau hak atas kapal dan peralatan 22 tangkap ikan. Keempat, kelompok kerja terdiri dari nelayan perorangan, nelayan kelompok usaha bersama, dan nelayan perusahaan. Kelima, jenis perairan membedakan nelayan laut yang menangkap di perairan lepas pantai dan nelayan perairan umum pedalaman yang menangkap di perairan pantai dan sekitarnya. Keenam, mata pencaharian nelayan dibedakan menjadi nelayan subsisten yang menangkap ikan untuk kebutuhan pribadi, nelayan asli yang juga melakukan kegiatan komersial dalam skala kecil, nelayan komersil yang menangkap ikan untuk dijual, dan nelayan rekreasi yang menangkap ikan sebagai hobi. Ketujuh, keterampilan profesi terbagi menjadi nelayan formal yang mendapatkan pendidikan formal dan sertifikasi, dan nelayan tradisional yang memiliki keterampilan turun- temurun secara non formal. Kedelapan, mobilitas nelayan terbagi menjadi nelayan lokal yang beroperasi sesuai wilayah pengelolaan perikanan dan nelayan andon yang mengikuti ruaya kembara ikan dengan izin antar pemerintah daerah. Kesembilan, teknologi digunakan untuk membedakan antara nelayan tradisional yang menggunakan peralatan sederhana dan nelayan modern yang menggunakan teknologi lebih maju. Terakhir, jenis kapal membedakan antara nelayan mikro, kecil, menengah, dan besar berdasarkan ukuran kapal yang digunakan. Penelitian ini mengidentifikasi definisi masyarakat nelayan perbatasan sebagai kelompok masyarakat yang tinggal dan bekerja di daerah perbatasan negara yang terhubung langsung atau berkaitan erat dengan air seperti laut, sungai, dan lain-lain. Sumber penghidupan mereka biasanya tergantung pada sektor perikanan, yang meliputi kegiatan seperti penangkapan ikan, budidaya perairan, dan kegiatan terkait perikanan lainnya. Sifat-sifat khas dari masyarakat nelayan perbatasan dapat bervariasi tergantung pada faktor geografis dan budaya lokal. Masyarakat nelayan perbatasan bercirikan: 1. Sangat bergantung pada sumber daya perikanan yang terdapat di perairan terdekat, karena mereka mengandalkan hasil tangkapan ikan dan sumber daya perikanan lainnya untuk mencukupi kebutuhan hidup dan mendapatkan pendapatan; 2. Menempati wilayah yang menjadi batas antara dua negara, sehingga kehidupan mereka erat terkait dengan perairan perbatasan tersebut; 23 3. Potensial terlibat dalam kegiatan lintas batas, seperti penangkapan ikan di wilayah perairan yang melintasi batas negara atau melakukan perdagangan ikan dengan negara tetangga; 4. Sering menghadapi tantangan dan rentan terhadap masalah politik dan keamanan, di mana mereka mungkin terpengaruh oleh kebijakan perbatasan, perselisihan wilayah, atau masalah keamanan lintas batas; serta 5. Mengalami keterbatasan akses terhadap fasilitas dan infrastruktur seperti pelabuhan, pasar, atau layanan pemerintah. Hal ini dapat memengaruhi keberlanjutan usaha perikanan dan kesejahteraan masyarakat nelayan. II.2 Agroindustri Perikanan Tangkap Menurut Austin (1992), Brown (1994), dan Soekartawi (2000), Agroindustri merupakan sektor industri yang melakukan pengolahan bahan baku pertanian melalui proses fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi. Pada agroindustri, fokus utamanya adalah manajemen pengolahan pangan. Peran agroindustri sangat penting dalam meningkatkan nilai tambah produk pertanian, mengurangi kerugian setelah panen, serta memberikan kontribusi pada ekonomi lokal dan penyediaan pangan berkualitas., sesuai dengan pendapat Gumbira-Sai'id dan Intan (2001) serta Hubeis (2003). Menurut Austin (1992), Agroindustri dapat dikelompokkan menjadi empat tingkatan proses yang berbeda satu sama lain. Level pertama melibatkan aktivitas pengelompokan, pembersihan, dan penyimpanan. Level kedua mencakup tindakan pemisahan, penggilingan, pemotongan, dan pencampuran. Level ketiga terkait dengan proses seperti perebusan, pengalengan, pembekuan, ekstraksi, dan fermentasi. Level terakhir berkaitan dengan upaya modifikasi kandungan kimia dan tekstur produk. Dalam mengembangkan sektor agroindustri di masa depan, penting untuk memberikan perhatian khusus pada peningkatan struktur agroindustri ke arah hilir. Hal ini dilakukan dengan tujuan menciptakan nilai tambah dalam negeri, melakukan diversifikasi produk, dan memanfaatkan peluang pasar baik di dalam 24 maupun di luar negeri. Selain itu, perkembangan agroindustri juga diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru yang menarik tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri, serta memiliki potensi untuk mengurangi kesenjangan pendapatan dan menarik investasi guna mendorong pertumbuhan sektor pertanian. (Saragih, 2001; Nasution, 2005). Menurut Poernomo et al. (2001), Meskipun eksploitasi sumber daya perikanan di Indonesia tinggi, industri pengolahan hasil perikanan nyatanya kini menghadapi ketidakseimbangan dalam upaya meningkatkan nilai tambah. Pengolahan ikan didominasi oleh pengeringan/penggaraman, pemindangan, dan pembekuan. Tantangan yang dihadapi termasuk ketersediaan bahan baku, akses terhadap teknologi, modal, pemasaran, tenaga kerja, faktor budaya, serta permasalahan kelembagaan dan regulasi. (Poernomo et al., 2001; Nasution, 2005). Effendi dan Oktariza (2006) meyampaikan bahwa suatu kekurangan dalam industri perikanan adalah jarak yang signifikan antara lokasi produksi bahan baku dan lokasi pengolahan ikan. Kekurangan ini berpengaruh pada aliran peningkatan nilai ekonomi yang cenderung terkonsentrasi di perkotaan, tempat umumnya pengolahan ikan dilakukan. Di sisi lain, produsen bahan baku tidak hanya tidak mendapatkan nilai tambah yang sebanding, tetapi juga menghadapi risiko penurunan mutu kesegaran ikan (Sucihati et al., 2021; Wachdijono, dan Julhan, 2019). Manajemen perikanan menjadi semakin relevan karena adanya perubahan dalam aspek teknologi, lingkungan, dan ekonomi, termasuk penggunaan metode tradisional dalam pengelolaan sumber daya perikanan. Dampak dari penyesuaian ini dapat dilihat dari peningkatan signifikan dalam pendapatan nelayan seiring dengan meningkatnya pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi dan barang. Dengan efisiensi yang semakin tinggi dalam penggunaan alat penangkapan, jumlah ikan yang dapat ditangkap dalam periode waktu tertentu meningkat, dan adanya fasilitas penyimpanan seperti freezer memungkinkan penyimpanan lebih banyak ikan.