79 Bab IV Kondisi Umum PRL Taman Nasional Karimunjawa Bab berikut menggambarkan situasi umum lokasi penelitian yang meliputi kondisi sosial ekonomi masyarakat, ekologi dan perkembangan perencanaan ruang laut. Pemahaman tentang ini akan memberi wawasan dasar tentang apa yang menjadi latar belakang perencanaan dan sejumlah perubahan yang terjadi dalam perkembangannya. Pada bagian ini pula terdapat penjelasan mengenai zona-zona yang berlaku beserta peruntukannya yang akan berguna memahami konteks perencanaan ruang laut di Taman Nasional Karimunjawa sebelum masuk pada bab- bab selanjutnya. IV.1 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Wilayah Karimunjawa memiliki lima pulau berpenghuni dengan empat di antaranya berada dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa yaitu Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang dan Pulau Nyamuk. Satu pulau yang berada di luar kawasan Taman Nasional Karimunjawa adalah Pulau Genting di mana secara administratif masuk ke dalam Desa Karimunjawa. Jumlah penduduk di Kecamatan Karimunjawa adalah 10.116 jiwa dengan lebih dari 50% terkonsentrasi pada desa Karimunjawa (BPS Kab. Jepara, 2022). Hal ini berkaitan dengan status Desa Karimunjawa sebagai pusat pemerintahan kecamatan sekaligus pusat pembangunan kawasan. Tabel IV.1 Jumlah Penduduk di Karimunjawa Desa Laki-laki Perempuan Total Karimunjawa 2.591 2.528 5.119 Kemujan 1654 1557 3.211 Parang 599 549 1.148 Nyamuk 339 299 638 Jumlah 5.183 4.933 10.116 Sumber: BPS Kab Jepara. 2022 80 Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Karimunjawa merupakan nelayan, yang sangat tergantung pada sumberdaya alam di pulau kecil untuk pemenuhan sumber pangan maupun sebagai mata pencaharian (Hafsaridewi, 2019). Bahkan mereka yang tercatat memiliki mata pencaharian sebagai petani, buruh bangunan dan pekerjaan lainnya pada dasarnya juga merupakan nelayan yang masih aktif melakukan penangkapan ikan. Hal ini tidak lepas dari terbatasnya lahan dan jenis pertanian yang dapat dikelola oleh masyarakat. Tercatat hanya dua jenis komoditas yang berkembang yaitu padi dengan total luas 29 hektar dan produksi 92 ton serta jagung dengan luas tanam 7 hektar dan produksi 56 ton (BPS Karimunjawa, 2022). Tabel IV.2 Mata pencaharian masyarakat Karimunjawa Jenis Pekerjaan Desa Karimunjawa a Desa Kemujan b Desa Parang c Desa Nyamuk d Petani 17 476 56 7 Buruh tani 11 - - 0 Buruh/swasta 85 455 7 3 Pegawai negeri 58 19 7 4 Pengrajin 22 10 8 4 Pengusaha sedang/besar 65 - - - Pedagang 27 46 171 12 Peternak 48 Nelayan 1750 660 194 224 Montir/ Jasa lainnya 62 6 2 Tukang kayu, Batu dan Pengangkutan 89 100 36 6 Pensiunan 37 3 1 TNI 4 1 lainnya 1493 538 Sumber: a. Monografi Desa Karimunjawa 2022 b. Monografi Desa Kemujan 2018 c. Monografi Desa Parang 2019 d. Monografi Desa Nyamuk 2020 81 Gambar IV.1 Kapal-kapal nelayan masyarakat Karimunjawa Sumber : Dokumentasi pribadi Perkembangan pembangunan di Karimunjawa yang pesat membuat jenis mata pencaharian lebih bervariasi seperti perdagangan, rumah makan, penginapan, pemandu wisata, pegawai (negeri / swasta), buruh bangunan, dan pertukangan sebagaimana terlihat dalam tabel IV.2 di atas. Hal ini membuat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya perikanan sedikit berkurang. Sebagai gantinya mereka mulai beralih pada aktivitas pariwisata yang dinilai lebih menjanjikan secara ekonomi. Bahkan banyak generasi muda yang mulai meninggalkan kegiatan penangkapan ikan dan lebih memilih sebagai pemandu wisatawan (R17, Wawancara 24 Oktober 2021). Pariwisata mulai berkembang dan menjadi sektor yang tumbuh pesat semenjak akses keluar masuk kawasan semakin mudah dengan adanya kapal penyeberangan penumpang secara reguler. Kapal KMC Kartini mulai beroperasi pada tahun 2004 sebagai dukungan pemerintah lokal untuk mengembangkan wisata di Karimunjawa. Hal ini sejalan dengan keluarnya Perda No.14 tahun 2004 tentang master plan pengembangan pariwisata di Jawa Tengah. Namun peningkatan wisata baru terjadi secara signifikan setelah beroperasinya KMC Express Bahari pada tahun 2012 (Putri dan Susilowati, 2020). Layanan transportasi yang lebih nyaman dan cepat oleh kapal tersebut menjadi faktor pendorong bagi para wisatawan untuk mengunjungi kawasan ini. Pengunjung kawasan meningkat pesat dari 16.722 orang di tahun 2011 menjadi 25.157 orang ditahun 2012 (BTNKJ, 2013). Pada tahun 82 2019, kunjungan ke Karimunjawa sudah tercatat sebesar 147.524 orang (BPS Jepara, 2020) Gambar IV.2 Pelabuhan penumpang sebagai pintu keluar masuk wisatawan di Karimunjawa Sumber: Dokumentasi pribadi Mata pencaharian lain yang sempat menjadi primadona masyarakat adalah pembudidaya rumput laut. Kegiatan budidaya rumput laut berkembang sejak tahun 2000 dan mengalami pasang surut dalam perjalanannya. Pada tahun 2003 dan tahun 2004 aktivitas ini sempat berhenti karena masalah pemasaran dan kemudian kembali berkembang tahun 2005 (Dislutkan Jepara, 2007). Perkembangan budidaya rumput laut berawal dari bantuan Forum Komunikasi Pembudidaya Rumput Laut Seluruh Indonesia cabang Jepara dengan menyediakan alat produksi (tambang, tali rafia, dan bibit) kepada 517 orang masyarakat yang terbagi menjadi 10 kelompok. Luas lahan awal adalah 275 Ha sebelum akhirnya meningkat pesat menjadi 1.258,969 ha pada tahun 2009 (Sasrabirawa, 2010). Pada masa jayanya, aktivitas budidaya rumput laut dapat memberikan lapangan pekerjaan sampai dengan 3.000 orang yang meliputi pembibitan, pengikatan tali, packaging dan pemanenan (Ramadhan dkk., 2015). 83 Gambar IV.3 Lokasi penjemuran rumput laut di Desa Kemujan, Karimunjawa Sumber: Dokumentasi pribadi Beralih ke tingkat pendidikan di mana secara umum terbilang rendah di mana sebesar 85,71% penduduk adalah mereka yang tidak bersekolah, tidak lulus sekolah dasar, lulus sekolah dasar dan lulus sekolah menengah tingkat pertama (Hafsaridewi, 2019). Kondisi ini membuat masyarakat Karimunjawa secara umum kurang dapat bersaing dalam dunia profesional. Sebagai konsekuensinya mereka seringkali kembali mengandalkan kondisi sumberdaya alam sebagai sumber mata pencaharian (R22, wawancara 13 Oktober 2021). Bagi desa yang belum berkembang kegiatan pariwisata, perikanan menjadi sumberdaya paling diandalkan seperti pada Desa Kemujan, Desa Nyamuk dan Desa Parang (R21, Wawancara 14 Oktober, 2021). IV.2 Kondisi Ekologi Karimunjawa memiliki lima tipe ekosistem unik yaitu ekosistem terumbu karang, padang lamun dan rumput laut, hutan mangrove, hutan pantai, serta hutan hujan tropis dataran rendah (BTNKJ, 2012). Eksistensi lima ekosistem tersebut membuat kawasan ini memiliki arti penting secara ekologis. Mangrove, terumbu karang dan padang lamun diketahui sebagai tempat mencari makan (feeding ground), daerah pengasuhan (nursery ground), dan daerah bertelur (spawning ground) bagi berbagai biota pesisir dan laut. Selain itu ekosistem tersebut juga memiliki fungsi sebagai penahan gelombang yang menjaga pulau dari ancaman abrasi 84 Gambar IV.4 Kondisi mangrove di Karimunjawa Sumber: Dokumentasi pribadi Mangrove yang terjaga baik di wilayah Karimunjawa tercatat seluas 396,4 Ha yang merupakan kawasan perlindungan (BTNKJ, 2018). Berdasarkan penelitian Latifah dkk. (2018) luas mangrove di pulau Karimunjawa dan pulau Kemujan mengalami penurunan lebih dari 209 Ha bila dibandingkan dengan luasan tahun 2003. Kawasan mangrove yang relatif ma secara spasial terdistribusi pada dua pulau yaitu Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan. Jenis mangrove yang mendominasi adalah Rhizophora, Ceriops tagal, Sonneratia, Bruguiera dan Lumnitzera. Terdapat jenis mangrove yang sudah langka secara global tetapi kehadirannya cukup banyak di Karimunjawa yaitu Sonneratia ovata dan Scyphiphora hydrophyllacea sehingga menjadi kekayaan yang perlu dijaga. Tipe terumbu karang mendominasi adalah karang tepi (fringing reef), karang penghalang (barrier reef) dan gosong karang (BTNKJ, 2015). Tipe Karang tepi tersebar hampir di semua pulau di kawasan Kepulauan Karimunjawa. Barrier reef terdapat di sebelah barat Kepulauan Karimunjawa yaitu di Karang Kapal, dan 85 Karang Besi. Sementara patch reef dapat ditemukan di Gosong Cemara, Gosong Selikur, Gosong Kumbang, Taka Menyawakan, Gosong Tengah dan lain-lain yang menyebar di seluruh kepulauan Karimunjawa (BTNKJ, 2012).