7 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Industri Semen di Indonesia Menurut data Asosiasi Semen Indonesia (2017), produksi industri semen di Indonesia pada tahun 2015 adalah 59,761 juta ton. Penjualan domestik (domestic demand) mencapai 61,995 juta ton, dengan angka ekspor sebesar 1,008 juta ton dan impor sebesar 3,304 juta ton. Pangsa pasar (market share) produk semen yang terbesar adalah Pulau Jawa (55,6%) diikuti Sumatera (21,1%), Sulawesi (7,8%), Kalimantan (7,7%), Bali dan Nusa Tenggara (5,6%) serta Maluku dan Papua (2,3%). Persebaran lokasi pabrik semen di Indonesia dapat dilihat pada Gambar II.1. Gambar II.1 Lokasi pabrik semen di Indonesia (ASI, 2017) Menurut ASI dalam Riyadi (2016), market share produsen semen nasional didominasi tiga perusahaan besar, yaitu PT Semen Indonesia (41.6%), PT Indocement Tunggal Prakarsa (26,9%) dan PT Holcim Indonesia (13,7%). Market 8 share dari tiga perusahaan besar ini semakin berkurang jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dikarenakan munculnya pemain baru dalam industri semen. Gambar II.2 Pertumbuhan pasar semen Indonesia (ASI, 2017) Pertumbuhan pasar semen di Indonesia ditunjukkan dengan Gambar II.2. Melebarnya perbedaan antara jumlah penawaran dan jumlah permintaan yang disebabkan oleh lebih tingginya pertumbuhan tambahan kapasitas dibandingkan dengan pertumbuhan permintaan. Laju kenaikan permintaan semen, sebesar 5-6%, lebih rendah dibandingkan dengan laju kenaikan pasokan semen, sebesar 15-18% (Riyadi dkk., 2016). Menurut Asosiasi Semen Indonesia (2017), kapasitas produksi industri semen di Indonesia pada tahun 2016 adalah sebesar 77,4 juta ton, sementara konsumsi semen pada tahun tersebut hanya mencapai 62 juta ton. II.2 Semen Portland Komposit Semen adalah perekat hidrolis pada beton dan mortar (Boesch dan Hellweg, 2010) dan merupakan bahan baku yang penting untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan infrastruktur modern (Schneider dkk., 2011). Semen portland komposit adalah bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan bersama-sama terak semen portland dan gips dengan satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen portland dengan bubuk bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi (blast furnace slag), pozolan, senyawa silikat, batu kapur, dengan kadar total bahan anorganik 6% - 35 % dari massa semen portland komposit (SNI 7064, 2104). 9 Semen portland komposit dapat digunakan untuk konstruksi umum, seperti pekerjaan beton, pasangan bata, selokan, pagar dinding dan pembuatan elemen bangunan khusus seperti beton pracetak, beton pratekan, panel beton, bata beton (paving block) dan sebagainya. Di pasaran, semen ini dikenal dengan nama semen PCC (Portland Composite Cement). Menurut SNI 7064 (2014), semen portland komposit memiliki kandungan klinker yang lebih sedikit dibandingkan dengan semen portland biasa, yaitu antara 65-95%. Menurut Boesch dan Hellweg (2010), kandungan klinker merupakan penyebab utama dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh industri semen. Oleh karena itu, semen portland komposit dianggap lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan semen portland biasa. Kualitas semen portland komposit mendekati kualitas semen portland biasa (Tipe 1) atau yang lebih dikenal dengan nama semen OPC (Ordinary Portland Cement). Kuat tekan minimal semen PCC seperti yang ditetapkan dalam SNI 7064:2104, adalah 130 kg/cm 2 (umur 3 hari), 200 kg/cm 2 (umur 7 hari) dan 280 kg/cm 2 (umur 28 hari). Jenis dan karakteristik semen portland dapat dilihat dalam Lampiran A. II.3 Gambaran Kegiatan PT X Aktivitas kegiatan di PT X terdiri dari kegiatan ekstraksi bahan baku, proses produksi, distribusi, kegiatan pendukung yang terdiri dari perkantoran, laboratorium, poliklinik dan perumahan serta utilitas lain seperti, penyediaan air, bahan bakar, udara tekan, peralatan berat, pembangkit listrik, produksi kantong semen serta fabrikasi dan perbaikan mesin. II.3.1 Kegiatan Ekstraksi Bahan Baku Bahan baku utama pada proses produksi semen terdiri dari batu kapur, tanah liat, pasir silika, dan pasir besi, sedangkan untuk bahan penolong adalah gypsum. Bahan baku batu kapur dan tanah liat diperoleh dengan melakukan penambangan sendiri, sedangkan untuk bahan lainnya dipasok oleh perusahaan lain. Ekstraksi bahan baku batu kapur dilakukan dengan cara penghilangan lapisan tanah bagian atas menggunakan bulldozer (clearing), pengeboran untuk membuat lubang tembak yang akan dimasukkan bahan peledak (drilling), dan peledakan untuk memisahkan 10 batuan kapur dari batuan induk (blasting). Sedangkan tanah liat didapat dengan proses pembongkaran batuan (loosening) menggunakan alat bor (bulldozer) dan peledak, pemuatan (loading) menggunakan wheel loader, pengangkutan (conveying) bahan baku dari lokasi penambangan ke dalam alat penghacur menggunakan dump truck, pengecilan ukuran (size reduction) menggunakan roll cruscher dan pengiriman bahan baku menggunakan belt conveyor (PT X, 2015). II.3.2 Kegiatan Produksi Semen Setelah ektraksi atau penambangan bahan baku, proses produksi semen secara umum terdiri dari kegiatan pengeringan dan penggilingan bahan baku, pembakaran dan pendinginan, penggilingan akhir dan pengemasan, sebagaimana yang terlihat pada Gambar II.3 (PT X, 2015). Gambar II.3 Diagram alur proses pembuatan semen (PT X, 2015) II.3.2.1 Pengeringan dan Penggilingan Bahan Baku Pengeringan dan penggilingan bahan baku dilakukan pada unit proses raw mill. Proses yang terjadi dalam Raw Mill adalah penggilingan, pencampuran dan pengeringan semua bahan baku. Proses ini bertujuan untuk menjaga kadar air bahan baku tidak lebih dari 1%, mereduksi ukuran bahan baku menjadi 170 mesh (90 11 mikron) untuk mempercepat pembakaran di kiln, mencampur bahan baku dengan perbandingan tertentu dan memperoleh campuran yang lebih homogen. Pengeringan dan penggilingan berlangsung dengan memanfaatkan sisa gas panas dari exhaust gas suspension preheater dengan suhu 350 – 380°C. Sisa gas panas untuk pengeringan di Raw Mill dialirkan ke Electrostatic Precipitator (EP) untuk memisahkan debu dari aliran gas panas. Gas yang sudah bersih dialirkan menuju cerobong, sedangkan debu yang terpisahkan di EP dialirkan ke Blending Silo bersama produk tepung baku. Hasil gilingan tepung baku dihomegenisasi di blending silo dan setelah itu tepung baku disimpan dalam silo. II.3.2.2 Pembakaran untuk Memproduksi Klinker dan Pendinginan Klinker Proses pada unit preheater dan kiln bertujuan untuk mereaksikan bahan baku sehingga terbentuk klinker dengan kandungan C 3S. C2S, C3A dan C4AF tertentu. Tepung baku dialirkan ke sistem pra pemanasan (pre-heater), dan dibakar pada tanur putar (Rotary Kiln) pada suhu 1.450 °C. Bahan bakar yang digunakan adalah batubara dan bahan alternatif yang memenuhi persyaratan. Dengan menerapkan sistem pra pemanasan ini, kinerja pemakaian bahan bakar dapat dimaksimalkan. Proses pembuatan klinker adalah penguapan air kristal dari bahan pada suhu 450- 800 qC dan proses kalsinasi pada suhu 710-900 qC. Proses kalsinasi lanjut dilakukan dalam Rotary Kiln (tanur putar) pada suhu 800-1500 qC. Dalam tanur ini terjadi reaksi kimia pembentukan senyawa pembentuk. Gambar II.4 menunjukkan alur proses pembakaran pada unit proses preheater dan kiln. Di dalam tanur terjadi pelelehan sebagian bahan yang disebut klinker. Klinker yang terbentuk pada proses pembakaran mengalami pendinginan pada grate cooler. Proses pendinginan dalam cooler dilakukan secara tiba-tiba agar komposisi semen tidak berubah karena laju pendinginan klinker mempengaruhi perbandingan kandungan kristal dan fase cair dalam klinker. Pendinginan yang lambat mendorong pertumbuhan mineral klinker. Proses pendinginan klinker terbagi dua 12 tahap. Pada tahap 1 pendinginan dilakukan secara tiba-tiba dari suhu 1200°C menjadi 850-900°C. Sedangkan pada tahap kedua, dilakukan pendinginan lanjutan sehingga suhu klinker turun menjadi 75 - 150°C.