1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penduduk DKI Jakarta tahun 2021 berjumlah 10.609.681 orang (Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, 2022) hal tersebut menyebabkan Jakarta menjadi satu diantara kota tersibuk didunia dalam hal lalu lintas. Jumlah perjalanan harian di DKI Jakarta mencapai 19.628.571 perjalanan perhari berdasarkan perolehan data lalu lintas DKI Jakarta di tahun 2022 (Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, 2023). DKI Jakarta juga pernah dinobatkan sebagai kota termacet ke 46 di dunia dengan skor kemacetan 34% yang dirilis Tom-tom Indeks 2021. Penataan sektor Transportasi di DKI Jakarta wajib dilakukan dengan mempertimbangkan perencanaan yang matang, terukur dan menyeluruh mencakup setiap aspek transportasi di DKI Jakarta. Dengan jumlah penduduk DKI Jakarta yang besar itu, sebanyak 1.902.638 orang berstatus pelajar pada Tahun Ajaran 2021/2022 mulai dari Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Akhir (SMA) dan sederajat. Hal ini jika dibandingkan dengan penduduk DKI Jakarta pada tahun 2021 berjumlah 10.609.681 orang (Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, 2022), jumlah pelajar mengambil bagian sebesar 15.21% atau hampir 1/6 dari penduduk DKI Jakarta. (Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, 2022). Tingginya pelajar yang menggunakan kendaraan pribadi untuk melakukan perjalanan sekolah yakni sebesar 53.79%, juga dibarengi rendahnya penggunaan angkutan umum yang hanya 14% serta penggunaan Kendaraan tidak bermotor (Non-Motorized Transport) sebesar 32.21% dari jumlah pelajar di DKI Jakarta (Badan Pusat Statistik, 2021). Tahun 2022 perjalanan harian di DKI Jakarta berkisar 19.628.571 perjalanan, dan perjalanan yang dilakukan pelajar perhari sebanyak 3.805.276 perjalanan, dengan asumsi setiap pelajar melakukan 2 perjalanan perhari (pergi dan pulang sekolah), sehingga proporsi pergerakan perjalanan sekolah oleh pelajar mencapai 16.24% dari total seluruh perjalanan harian di DKI Jakarta. (Dinas Perhubungan Provinsi 2 DKI Jakarta, 2023). Dari jumlah perjalanan harian pelajar tersebut belum diketahui secara pasti proporsi pilihan moda pelajar dalam melakukan perjalanan sekolah. Penelitian yang di lakukan BPS tahun 2021 pada survei nasional hanya melakukan penelitian secara general saja dengan 3 jenis moda yaitu kendaraan pribadi, angkutan umum dan tanpa kendaraan (NMT) Penelitian yang melibatkan perjalanan sekolah masih sangat minim di Indonesia, termasuk di Jakarta. Penelitian yang dilakukan (Hariyadi & Muthohar, 2016) hanya meneliti di Jalan raya Condet Jakarta Timur, meskipun deminian kita dapat melihat proporsi pilihan moda perjalanan sekolah pelajar yang lebih detil. Pada penelitian tersebut pelajar menggunakan kendaraan pribadi cukup dominan dengan 78.24% baik mengendarai sendiri maupun diantar, Non Motorized Transport (NMT) baik berjalan kaki ataupun bersepeda 12.35%, menggunakan angkutan umum 7.35% dan menggunakan Bus Sekolah 2.06%. Hal tersebut kembali mengindikasikan bahwa rendahnya penggunaan moda NMT dikalangan pelajar DKI Jakarta. Berdasarkan fakta dan data tersebut, manajemen rekayasa lalu lintas yang melibatkan perjalanan sekolah pelajar dari dan menuju sekolah sangat berpotensi, ditambah sebaran pergerakan sekolah sebagai atraksi pergerakan sudah sangat jelas berdasarkan lokasinya. Potensi perjalanan sekolah pelajar di DKI Jakarta dengan pola perjalanan aktif (Active Travel) dengan menggunakan sepeda ataupun berjalan kaki (Non-Motorized Transport) hingga sebesar 16.24%. Hal ini berarti juga jika pemerintah melakukan intervensi kebijakan pada transportasi pelajar dengan tujuan pelajar memiliki kemauan untuk melakukan perjalanan dengan berjalan kaki, bersepeda ataupun dengan menggunakan angkutan khusus bus sekolah, akan menyebabkan perbandingan volume lalu lintas dan kapasitas jalan akan semakin baik sehingga kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta akan semakin berkurang. Tingginya potensi tersebut didukung pula oleh kebijakan Pemerintah pada proses pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). PPDB Tahun Ajaran 2022- 2023 telah diberlakukan kebijakan sistem zonasi sekolah untuk Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Ketentuan sistem zonasi diatur berdasarkan prioritas lokasi tempat tinggal dengan lokasi sekolah. Prioritas pertama lokasi tempat tinggal dan sekolah berada didalam 3 satu Rukun Tetangga (RT) atau berbatasan langsung dengan RT sekolah, prioritas kedua RT lokasi tempat tinggal berada disekitar RT sekolah pada wilayah pemetaan, dan prioritas ketiga diperuntukkan untuk calon siswa yang berdomisili sama dan/atau berdekatan dengan kelurahan sekolah. (Provinsi DKI Jakarta, 2022). Provinsi DKI Jakarta terdiri dari 6 Kota/Kabupaten Administrasi, 44 Kecamatan dan 267 Kelurahan, dengan kelurahan terluas adalah Kelurahan Halim Perdana Kusuma dengan 13 Km2 dan terkecil Kelurahan Galur yang hanya 0.262 Km2 serta memiliki rata-rata luas wilayah kelurahan sebesar 2.46 Km2 (BPS DKI Jakarta, 2022). Jika mengacu kepada sistem zonasi dapat disimpulkan bahwa jarak rata-rata antara tempat tinggal dengan sekolah berkisar 1 Km sampai 4 Km untuk SD, SMP dan SMA. Namun Sistem zonasi ini tidak diterapkan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah-sekolah keagamaan (MI, MTS, MA) dan sekolah- sekolah unggulan khusus, sehingga jarak antara tempat tinggal dan sekolah dapat lebih jauh lagi. Untuk meningkatkan dan mempromosikan penggunaan NMT (baik berjalan kaki ataupun bersepeda) dikalangan pelajar, beberapa kota di Indonesia telah melakukan intervensi kebijakan transportasi terkait perjalanan sekolah, beberapa diantaranya telah memiliki hasil yang baik dalam upaya meningkatkan jumlah pengguna NMT pada pelajar, beberapa penelitian tersebut adalah: 1. Dalam penelitian (Lestari & Dewanti, 2021) penerapan kebijakan sistem zonasi sekolah di Surakarta berpengaruh signifikan kepada peningkatan kemauan jarak maksimal siswa berjalan kaki semula berjarak 812 meter menjadi 1137 meter. Faktor-faktor berpengaruh kepada preferensi pemilihan moda perjalanan sekolah pelajar adalah karakteristik perjalanan (waktu, biaya dan jarak tempuh perjalanan), faktor uang saku, faktor tersedianya sarana transportasi angkutan umum, faktor ketersediaan jalur pejalan kaki dan sepeda, faktor keamanan, faktor keselamatan, dan faktor arahan orang tua. Dalam penelitian tersebut direkomendasikan kepada pemerintah untuk membangun sarana prasarana transportasi untuk jarak dekat khususnya jalur pedestrian dan sepeda. 2. Pada penelitian (Budiman, Wibisono, & Keiichi, 2020) Kebijakan Pemerintah Kabupaten Blitar adalah memberikan fasilitas sepeda gratis bagi pelajar SMP Negeri secara bertahap. Dampak positif dari kebijakan tersebut adalah terdapat 4 peningkatan pengguna sepeda sebagai pilihan moda perjalanan sekolah semula 15.9% meningkat cukup signifikan menjadi 29.5%. Hal ini juga diikuti dengan dampak positif pelajar yang berjalan kaki dan bus sekolah ikut meningkat, dampak lainnya adalah menurunnya penggunaan sepeda motor pribadi ke sekolah semula 74.50% menjadi 57.70%. Hasil penelitian, untuk kepuasan pelajar memiliki skor 7.42 (skala 1-10) sedangkan persepsi kepuasan orang tua dan guru 8.17. Moda transportasi perjalanan sekolah pelajar di kota Blitar setelah diterapkan kebijakan sepeda gratis adalah Non-Motorized Transport 30.6% (berjalan kaki 3,6% dan bersepeda 27%), Bus sekolah 5.4%, diantar sepeda motor 52.6%, sepeda motor 5.1%, diantar mobil 3.3% dan lainnya 3%. 3. Penelitian (Sambada, Hidayat, & Fauzi, 2021) Pemerintah Kota Balikpapan Kalimantan Timur melaksanaan kebijakan penyediaan fasilitas dan jalur RASS (Rute Aman Selamat Sekolah). Dampak positif dari penerapan kebijakan ini adalah adanya kemauan pelajar perpindahan moda dari moda kendaraan pribadi (motor, mobil) berpindah menjadi berjalan kaki, bersepeda dan menggunakan angkutan umum. Dari sebanyak 2281 siswa SD, SMP dan SMA sederajat di Balikpapan yang semula menggunakan kendaraan pribadi, sebanyak 307 orang pelajar (13,45%) menyatakan akan berpindah menjadi berjalan kaki jika fasilitas RASS diimplementasikan, dan 352 orang pelajar (15,43%) akan berpindah dengan bersepeda serta 284 orang pelajar (12.45%) akan menggunakan angkutan umum, sehingga dapat disimpulkan lebih dari 41% pelajar Balikpapan yang bersedia melakukan perpindahan moda jika fasilitas RASS telah diimplementasikan.