13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Bandar Udara Kecil/Regional Menurut UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, bandar udara adalah kawasan di daratan dan atau perairan dengan batas – batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya. Selanjutnya Nomor PM 39 Tahun 2019 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional. Tatanan Kebandarudaraan Nasional adalah sistem kebandarudaraan secara nasional yang menggambarkan perencanaan bandar udara berdasarkan rencana tata ruang, pertumbuhan ekonomi, keunggulan komparatif wilayah, kondisi alam dan geografis, keterpaduan intra dan antarmoda transportasi, kelestarian lingkungan, keselamatan dan keamanan penerbangan, serta keterpaduan dengan sektor pembangunan lainnya. Tatanan kebandarudaraan membentuk hirarki bandar udara dalam rangka pemerataan pembangunan dan keseimbangan pengembangan Indonesia wilayah barat dan Indonesia wilayah timur sebagai pembuka daerah terisolir dan tertinggal, serta mengembangkan potensi industri daerah. Berdasarkan hierarkinya terbagi menjadi 2 (lihat Tabel I.2), yakni Bandar Udara Pengumpul (Hub), dan Bandar Udara Pengumpan (Spoke) Dimana biasanya lokasi bandar udara pengumpul (Hub) berlokasi di ibu kota provinsi yang memiliki pergerakan penumpang tinggi dan masif. Sedangkan bandar udara pengumpan (Spoke) merupakan bandar udara kecil, cenderung berada di daerah sekitar bandar udara pengumpul bahkan berada di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) yang memiliki pergerakan penumpang kecil. Sebagai tambahan, bandar udara pengumpan dalam beberapa literatur disebut juga sebagai bandar udara kecil/sekunder/regional. Istilah bandara regional merupakan istilah yang sulit untuk didefinisikan dengan jelas (B. Graham & Guyer, 2000). 14 Bandara regional kecil merupakan infrastruktur untuk mendukung mobilitas di daerah terpencil, dimana bandara kecil identik dengan permintaan relatif rendah dan infrastruktur minim yang dimiliki untuk menghasilkan pergerakan lalu lintas yang aman dan terjamin kedepannya (Adler dkk., 2013). Sementara beberapa negara mendefinisikan bandara regional sebagai bandara dengan volume lalu lintas rendah, sebagian menilainya sebagai bandara yang terletak di daerah terpencil. Bandara regional adalah bandara non – hub yang tidak menghasilkan permintaan yang cukup untuk menarik maskapai penerbangan, kurang terlayani, terletak di tempat dengan geografis dan topografi yang menantang, tetapi tidak harus jauh dari kota (Iyer & Thomas, 2021). Dalam pembahasan yang sama, bandara sekunder dibedakan melalui ukuran catchment area (area layanannya) yang kecil hingga menengah berdasarkan jumlah penduduknya (M. Dziedzic & Warnock-Smith, 2016). Dapat didefinisikan bahwa bandar udara kecil/regional merupakan bandar udara yang melayani daerah di sekitar bandar udara pengumpul (Hub) atau daerah terpencil dengan minim minat dan permintaan pergerakan lalu lintas penerbangan, dan rata – rata memiliki pergerakan kurang dari 500.000 penumpang bahkan tidak sampai 100.000 penumpang per tahunnya. II.2 Maskapai Low Cost Carrier (LCC) Krisis moneter tahun 1998 menjadi awal deregulasi penerbangan yang memunculkan maskapai Low Cost Carrier (LCC) di Indonesia. LCC selalu identik dengan harga tiket murah sehingga dapat menstimulasi pasar dan meningkatkan jumlah penumpang. LCC sering didefinisikan sebagai maskapai penerbangan yang meminimalkan biaya operasi, tanpa layanan tambahan, menawarkan tarif perjalanan dan tingkat kenyamanan rendah (N Halpern dkk., 2016). Ciri khas LCC dengan meminimalkan biaya pengoperasian, seperti tidak menyediakan makanan atau minuman secara gratis selama penerbangan termasuk peralatan tambahan seperti headset. LCC juga mendesain jarak antar tempat duduk 15 penumpang lebih rapat, memiliki penggunaan pesawat single fighter berbadan besar, dan pola penerbangan point to point untuk rute pendek atau menengah. Kekhasan lain dari pengoperasian LCC terdapat pada aspek ekonomi operasi yang menguntungkan, LCC mampu mengurangi biaya operasionalnya di bandara regional yang memiliki peminat rendah (Červinka, 2017). Menurut Undang – Undang No 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan pasal 98 ayat 1 badan usaha yang berbasis biaya operasi rendah atau Low Cost Carrier (LCC) termasuk pelayanan dengan standar menengah (medium services) dan pelayanan dengan standar minimum (no frills). Medium services adalah bentuk pelayanan sederhana yang diberikan kepada penumpang selama penerbangan, dan no frills merupakan pelayanan dengan standar minimum, yakni adalah bentuk pelayanan minimum yang diberikan kepada penumpang selama penerbangan. LCC dalam penelitian tersebut terfokus pada badan usaha yang memberikan pelayanan minimum atau no frills. Saat ini terdapat beberapa maskapai LCC yang beroperasi dan terdaftar di Indonesia diantaranya PT. Lion Mentari Airlines (Lion Air), PT. Citilink Indonesia (Citilink), PT. Wings Abadi Airlines (Wings Air), PT. AirAsia Indonesia (Air Asia), PT. TransNusa Aviation Mandiri (TransNusa) dan PT. Kabin Kita Top (Super Air Jet). Mekanisme penerapan tarif tiket LCC di Indonesia setinggi – tingginya 85% dari tarif batas atas yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pada rute yang ditentukan berdasarkan tipe pesawat yang dioperasikan. Kelebihan model bisnis yang dilakukan oleh LCC tersebut sesuai dengan demand pasar Indonesia yang merupakan negara berkembang dan memiliki banyak bandar udara kecil/regional. Sehingga permasalahan pada bandar udara kecil atau regional yang memiliki tantangan besar dalam biaya pengoperasian dan peminat dapat menjadikan LCC sebagai solusi untuk mengatasi masalah dan mempertahankan kegiatan penerbangan di Indonesia. 16 II.3 Faktor Seleksi Pemilihan Bandar Udara Maskapai LCC Menyelidiki faktor – faktor penentu lalu lintas penumpang udara sudah menjadi hal yang lumrah (Marcin Dziedzic dkk., 2020). Berdasarkan penelitian terdahulu sudah banyak dilakukan baik secara global, dalam satu negara (terutama bandar udara besar), regional antar negara (contoh di benua Eropa), antar bandar udara (OD Market), ataupun regional pada bandar udara kecil. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan seperti regional bandar udara melayani minimum 3 juta penumpang per tahun di Turki (Kağan Albayrak dkk., 2020), penelitian pada bandar udara kecil di Eropa (Marcin Dziedzic dkk., 2020), dan penelitian dengan membandingkan regional bandar udara pesisir dan daratan/pegunungan (Chow dkk., 2021). Penelitian seleksi faktor pemilihan bandar udara berdasarkan perspektif LCC (Loh dkk., 2020), eksplorasi faktor seleksi berdasarkan perspektif maskapai kargo (Gökhan Tanrıverdi dkk., 2022), penelitian yang mengevalausi strategi infrastruktur bandar udara (Pandey, 2020), dan penelitian menggunakan perspektif masyarakat memilih jasa bandara sekunder (E. Kriel, dkk., 2016). Berikut perbandingan penelitian terdahulu terkait faktor seleksi pemilihan bandar udara: Tabel II.1 Perbandingan penelitian terdahulu Penulis Judul Lokasi Faktor Keterangan Hui Shan Loh dkk (2020) Airport selection criteria of low-cost carriers: A fuzzy analytical hierarchy process Bandar udara yang melayani LCC di China atau Korea Biaya Bandar Udara, Kinerja Bandar Udara, Peluang Pertumbuhan Bandar Udara, Infrastruktur Bandar Udara, dan Catchment Area Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengurutkan kriteria pemilihan bandara LCC menurut 28 eksekutif yang terlibat dalam perencanaan strategi dan perumusan LCC. Analisis menggunakan fuzzy 17 analytical hierarchy process (FAHP). Mukesh Mohan Pandey (2019) Evaluating the strategic design parameters of airports in Thailand to meet service expectations of Low-Cost Airlines using the Fuzzy-based QFD method Bandar udara di Thailand Kemacetan lalu lintas, Jarak ke pusat kota, Populasi, Terminal eksklusif LCC, Maintenance service, Efisiensi ramp service, Supply bahan bakar pesawat, Kebijakan penugasan boarding gate & fasilitas terkait lainnya, Tingkat lalu lintas udara, Ketersediaan ATC, Kesesuaian antara jenis pesawat yang digunakan, kondisi landasan pacu dan alat bantu navigasi, Fleksibilitas slot waktu, Efisiensi penanganan bagasi, Kenyamanan dan efisiensi prosedur CIQ, Ground handling, Fasilitas check-in dan sistem informasi penerbangan, Kelonggaran jumlah penerbangan dalam rute yang sama, Alternatif insentif untuk LCC, Tarif bandar udara, dan Sikap bandar udara yang mendukung. Bertujuan untuk mengevaluasi parameter desain strategis bandara mengintegrasikan dengan persyaratan LCC, me nurut perspektif 10 eksekutif senior Bandara Thailand yang secara langsung berkontribusi pada perencanaan strategis bandara dan pengoperasian bandara. Analisis menggunakan The Fuzzy berdasarkan Quality Function Deployment (QFD). 18 Gokhan, Tanrıverdi (2022) Exploring factors affecting airport selection during the COVID-19 pandemic from air cargo carriers’ perspective through the triangular fuzzy Dombi- Bonferroni BWM methodology Bandar udara di Turki Lokasi Bandara, Fitur Fisik Bandara, Kinerja Bandara, Biaya Bandara, dan Reputasi Bandara Mengevaluasi faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan bandara untuk maskapai kargo udara selama periode COVID-19, melalui perspektif ahli dari pengangkut kargo udara memiliki pengalaman. Penelitian menggunakan kerangka kerja metode terbaik- terburuk triangular fuzzy Dombi - Bonferroni best- worst method (BWM). Marcin Dziedzica dkk(2020) Determinants of air traffic volumes and structure at small European airports 146 bandar udara regional di 21 negara Uni Eropa Terkait bandara, dan Catchment Area Membahas faktor pilihan bandara untuk maskapai dan berfokus pada karakteristik bandara kecil dan daerah layanannya untuk menjelaskan variasi volume lalu lintasnya. Menggunakan multiple linear regression dan korelasi. Muhammed Bilge The determinants Bandar Udara Hub dan Spoke di Turki PDB per kapita, Populasi, Penelitian menyelidiki faktor- 19 Kagan Albayrak dkk (2020) of air passenger traffic at Turkish airports Indikator yang mewakili Hub, Jarak ke bandara terdekat, Jumlah tempat tidur, Jumlah penduduk asing, dan Rasio akademisi faktor penentu di negara berkembang, Turki, pada tingkat provinsi antara tahun 2004 dan 2014.