1 BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pada tahun 2020 sebanyak 57% persen masyarakat di dunia tinggal dan melakukan aktivitasnya di perkotaan (worldbank.org, 2020). Aktivitas perkotaan sedikit banyaknya telah mengubah kondisi lingkungan. Penurunan kualitas kota terjadi sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Sering kali kota tidak lagi mampu menyeimbangkan kondisi sosial, ekonomi, lingkungan, budaya sehingga membentuk interaksi yang tidak sempurna dan menyimpang. Aktivitas yang banyak pada lahan perkotaan yang terbatas menghasilkan berbagai persoalan di perkotaan seperti banjir, munculnya permukiman kumuh, kemacetan, kriminalitas, dan sebagainya merupakan tanda bahwa pelayanan lingkungan di perkotaan tidak sejalan dengan kebutuhan warga kota. Hal tersebut berdampak kepada kenyamanan hidup di perkotaan. Kebutuhan akan rasa aman terhadap tindak kejahatan merupakan hal mendasar untuk setiap manusia sehingga perlu dilakukan pencegahan terhadap kriminalitas. Kriminalitas memiliki hubungan erat dalam aspek spasial (Kakamu, 2008). Hal sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Dwidinita (2018), bahwa pola konfigurasi dan desain tata ruang perkotaan serta atribut fungsionalnya akan memengaruhi keamanan pada ruang tersebut. Tingginya kriminalitas di perkotaan menyebabkan penurunan produktivitas warga kota. Selain itu, penelitian menunjukkan kejahatan dapat menyebabkan kemiskinan di perkotaan (Stewart, 1986). Berdasarkan Laporan yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit (EIU) yakni Safe Cities Index 2021 menjelaskan bahwa Indonesia menduduki peringkat keamanan ke 46 dari 60 Negara yang dinilai (The Economist Intelligence Unit, 2021). Indonesia dalam penilaian ini masih tergolong dalam negara dengan tingkat keamanan di bawah rata-rata. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Sustainable Development Goals 16 yakni Indonesia bertujuan untuk mendukung masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, 2 menyediakan akses terhadap keadilan bagi semua dan membangun institusi yang efektif, akun tabel dan inklusif di semua tingkatan. Berdasarkan data jumlah kejahatan yang dilaporkan Polda Provinsi tahun 2020, Sulawesi Selatan merupakan provinsi keempat terbanyak dengan kejahatan yang dilaporkan sebanyak 12.815 kasus dengan kasus terbanyak berada di Kota Makassar. Tindak kejahatan terbanyak di Kota Makassar merupakan tindak kriminalitas konvensional seperti pembunuhan, penganiayaan berat, pencurian yang disertai pemberatan dan kekerasan, serta tindak asusila. Kebutuhan rasa aman merupakan kebutuhan utama yang dijamin oleh negara melalui pihak kepolisian. Saat ini, pemerintah telah melakukan beberapa hal untuk mereduksi tindak kejahatan seperti sosialisasi dan patroli pada jam dan kawasan tertentu. Namun upaya yang dilakukan belum optimal untuk mengurangi tindak kejahatan. Dibutuhkan kajian pola tindak kriminalitas secara spasial sebagai upaya awal pencegahan tindak kejahatan. Selama ini pengamanan dan pencegahan tindak kriminal dilakukan belum mempertimbangkan aspek spasial, sebagaimana penelitian menunjukkan ada hubungan antara tindak kriminalitas dengan konfigurasi spasial (Kakamu, 2008; Dwidinata, 2018). Pemahaman aspek spasial dan hubungannya dengan tindak kriminalitas sangat dibutuhkan untuk menganalisis lebih lanjut fenomena kriminalitas di perkotaan sehingga dapat lebih jelas program penanganan yang lebih tepat pada masing-masing kawasan. Penelitian tesis ini penting dan perlu untuk melakukan kajian lebih lanjut terkait kriminalitas perkotaan di Kota Makassar yang merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia. Kajian yang dimaksud spesifiknya terkait pola spasial tindak kriminalitas berdasarkan konfigurasi ruang di Kota Makassar yang dapat menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan. I.2 Rumusan Persoalan Kriminalitas dalam beberapa penelitian telah dikaitkan dengan urbanisasi yang tinggi sehingga berdampak pada padatnya penduduk dan peningkatan kerawanan kriminalitas di perkotaan. Berbagai faktor juga telah dikemukakan seperti 3 ekonomi yang erat kaitannya dengan kesenjangan sosial antara miskin dan kaya di kota-kota besar juga memicu peningkatan kriminalitas. Sebagaimana kota metropolitan lainnya, hal tersebut juga terjadi pada Kota Makassar dengan peningkatan intensitas kejahatan di perkotaan dan diperparah ketika pandemi 2019 terjadi. Banyaknya hal yang dapat memengaruhi tindak kriminalitas baik berdasarkan strain theory maupun teori lainnya. Faktor yang kompleks ini juga dipengaruhi dari struktur sosial dan kondisi yang berbeda di setiap negara sehingga terdapat celah perbedaan kecenderungan yang tidak dapat berlaku umum tanpa kajian lebih lanjut. Bentuk pengawasan yang dilakukan saat ini belum meninjau lebih lanjut terkait prediksi tindak kejahatan berdasarkan faktor spasial dari berbagai aspek. Hal tersebut menyebabkan kurang optimalnya pencegahan tindak kriminalitas dan tentunya berdampak pada meningkatnya angka kriminalitas di Kota Makassar. Selain itu belum adanya penelitian mengenai pola tindak kejahatan di Kota Makassar secara menyeluruh menjadikan kepolisian dan pemerintah daerah hanya mengandalkan peta historis kerawanan kriminalitas. Padahal pembangunan di Kota Makassar cukup masif menyebabkan ada beberapa perubahan aktivitas kota juga tentunya akan berdampak pada perubahan pola spasial tindak kriminalitas berdasarkan konfigurasi ruang di Kota Makassar. Saat ini belum ada regulasi yang mengatur secara eksplisit strategi lebih lanjut dalam mengatasi persoalan kriminalitas perkotaan melalui faktor spasialnya Dalam pencegahan dan penanganan tindak kriminalitas juga masih melakukan cara konvensional seperti berkeliling dan pemantauan secara langsung pada waktu tertentu dan lokasi tertentu. Tindak kriminalitas di Kota Makassar berkaitan dengan urbanisasi yang tinggi sehingga menjadikan Kota Makassar padat penduduk yang meningkatkan kerawanan kriminalitas di perkotaan. Selain itu faktor ekonomi, di mana kesenjangan antara miskin dan kaya di Kota Makassar cukup besar ditandai dengan munculnya zona kumuh di beberapa bagian di Kota Makassar yang erat 4 kaitannya dengan tindakan kejahatan. Faktor lainnya ialah lingkungan, keadaan lingkungan yang memicu dan mendukung tindak kejahatan terjadi juga menjadi penyebab terjadinya kriminalitas di Kota Makassar. Berdasarkan uraian latar belakang serta rumusan masalah tersebut, maka disusunlah pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apa saja faktor-faktor spasial yang memengaruhi tindak kriminalitas. 2. Bagaimana pola persebaran tindak kriminalitas di Kota Makassar . I.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pola spasial tindak kriminalitas berdasarkan konfigurasi ruang di Kota Makassar. Adapun sasaran penelitian ini adalah: 1. Teridentifikasinya faktor-faktor yang memengaruhi tindak kriminalitas berdasarkan literatur review 2. Teridentifikasinya lokasi kejadian dan jenis tindak kriminalitas di Kota Makassar. 3. Teridentifikasinya karakteristik faktor-faktor spasial yang memengaruhi tindak kriminalitas di Kota Makassar. 4. Teridentifikasinya hubungan dan pengaruh faktor spasial terhadap tindak kriminalitas di Kota Makassar. I.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagaimana berikut: 1.