1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu masalah yang memerlukan perlakuan khusus dalam penanganannya. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, kecelakaan lalu lintas didefinisikan sebagai suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya serta dapat mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Umumnya jalan tol di Indonesia telah dirancang sesuai dengan ketentuan agar pengguna jalan dapat menggunakannya dengan aman, nyaman dan selamat, namun kondisi dilapangan kecelakaan lalu lintas pada jalan tol relatif tinggi. Kecelakaan lalu lintas tersebut diakibatkan oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi diantaranya faktor manusia, faktor kendaraan dan faktor lingkungan atau jalan. Banyaknya kasus kecelakaan di jalan tol juga disebabkan oleh pengemudi yang mengemudikan kendaraannya melampaui batas kecepatan atau ngebut (speeding). Menurut World Health Organization/WHO (2017), kecepatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat risiko saat terjadi kecelakaan. Kecepatan yang tidak tepat merupakan faktor risiko utama dalam kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan cedera atau kematian. Kecepatan yang tinggi menyebabkan risiko kecelakaan yang lebih besar dan besar kemungkinannya terjadi cedera serius. Hal ini karena meningkatnya kecepatan mengakibatkan jarak perjalanan selama waktu reaksi pengemudi dan jarak yang dibutuhkan untuk berhenti ikut meningkat. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan mengurangi risiko cedera serius yang diakibatkan dari kecelakaan, dibutuhkan manajemen kecepatan agar pengemudi dapat mengemudikan kendaraan dengan kecepatan yang aman dan berkeselamatan. Dalam Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan 2011 – 2035 pilar ke- 3 tentang kendaraan yang berkeselamatan, terdapat program pembatasan kecepatan kendaraan. Pembatasan kecepatan kendaraan dapat diimplementasikan dengan menetapkan batas kecepatan, menetapkan prosedur penanganan pelanggaran 2 kecepatan, menyediakan teknologi penegak hukum, dan menetapkan sistem denda. Batas kecepatan kendaraan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan, dimana untuk jalan bebas hambatan ditetapkan batas kecepatan paling rendah yaitu 60 km/jam dalam kondisi arus bebas dan paling tinggi 100 km/jam. Sedangkan kondisi lapangan di Jalan Tol Cipali masih banyak pengemudi yang mengemudikan kendaraannya kurang dari batas kecepatan atau melampaui batas kecepatan yang telah ditetapkan. Berdasarkan data kecelakaan di Jalan Tol Cipali, dari tahun 2018 sampai tahun 2020 telah terjadi sebanyak 1016 kasus kecelakaan dengan presentase kasus tabrak depan belakang sebesar 47 % atau sebanyak 480 kasus. Kasus kecelakaan tabrak depan belakang di Jalan Tol Cipali dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kurangnya antisipasi pengendara dalam mengemudikan kendaraannya. Selain itu, menurut Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) kasus kecelakaan tabrak depan belakang yang terjadi di Jalan Tol Cipali juga disebabkan oleh gap kecepatan kendaraan satu dengan kendaraan lainnya bisa mencapai 100 km per jam, sedangkan International Road Assessment Program (IRAP) membuat batas aman gap antar kendaraan sebesar 30 km/jam. Gap antar kendaraan di Jalan Tol Cipali tersebut banyak disebabkan oleh kendaraan ringan yang bisa menempuh kecepatan hingga 140 km/jam dan kendaraan berat yang mengalami over dimension over loading (ODOL) biasanya memiliki kecepatan maksimal 40 km/jam. Gap kecepatan kendaraan ringan dengan kendaraan berat yang cukup tinggi tidak mampu mentoleransi waktu reaksi manusia. Berdasarkan latar belakang yang terjadi pada ruas Jalan Tol Cipali, pihak PT.